HEADLINE

Puisi Karya Abi N. Bayan

DARI REDAKSI
Kirimkan puisimu minimal 5 judul dilengkapi dengan biodata diri dan foto bebas ke e-mail: riduanhamsyah@gmail.com. Puisi, biodata, foto bebas dalam satu file. Tidak boleh terpisah. Pada subjek e-mail ditulis SEMARAK PUISI MALAM MINGGU_edisi ke-49 (malam minggu selanjutnya)


Terhitung mulai Bulan Januari 2017 setiap puisi yang dimuat Warta Lambar akan kami rangkum dan kami terbitkan menjadi buku antologi puisi bersama dalam setiap triwulan, maka dalam setahun kami akan menerbitkan 4 buku. Selanjutnya buku-buku ini berhak dimiliki oleh setiap penulis dan pembaca Warta Lambar di manapun berada sebagai bukti dokumentasi karya serta penghargaan kami yang sangat tinggi kepada para penulis agar karya-karyanya terkemas dengan baik. (Salam kreatife)



PUISI PUISI ABI N BAYAN


KAMPUNG SUNYI

Ini kampung sepi atau sunyi.
Ah, sepertinya Ia tak mengerti
bahwa sepi itu luka. Sedangkan sunyi itu duka.

Ternate, 19 Januari 2017


HALMAHERA MENITIP RINDU

Semenjak hujah, yang bersahutan dengan halilintar
membelah telinga Ternate.

Kepadamu, Ti.
Halmahera menitip rindu
bertemankan sebatang puisi dan sepenggal udara
yang hinggap di bibir kamar, dengan sebuah leptop dan kipas angin.

Adakah kau di sana.
Berharap gerimis itu
mengabarkan cerita ombak Desember.

Atau barangkali, rindu itu, hanya sebuah ironi, yang berlindung metafora. 

Maka-
biarkan, kurapikan dulu, rindu ini di atas meja puisi. Sebab kau masih ingin tidur di punggung Gunung itu.

Ternate, 19 Januari 2017.


TARIAN RINDU

Ti, masihkah kita bercerita tentang rindu?
Di antara jarak yang berlipat-lipat
juga perahu yang sudah renggang.
Sementara ombak di laut, tak seperti di saat Desember 
seiring dengan berganti musim di hati
bersamaan dengan kapal yang kau labuhkan
di dermaga yang bukan lautku.

Tetapi, tak apa-apalah.
Barangkali kita mesti kembali
kepada kenangan, yang kita sebut janji. Atau kepada kata yang pecah dan sajak tak berirama. Menghitung tarian rindu yang seakan usang, terkapar di bilik-bilik gubuk
tempat kita mengabarkan bahasa hati.
Ataukah kita patahkan tiang panggung itu. Dan kita berjalan menuju jerami di ujung Halmahera, ruang tanggal lahirku terkuas
dan pohon hidupku bernyanyi.

Ternate, 16 Januari 2017.


LELAKI DI LAYAR KACA 

Sejak semalam kita bercumbu
hingga matahari mengintip
malu-malu. 
Tetapinya, kau enggang bersuara, hanya sebuah tatapan tajam
menerobos ke mata, terasa perih.

Aduhai!
Kita seperti di sebuah bioskop, kau sebagai pemeran perfilman 
dan aku penonton yang di duduk bangku paling depan. 
Tetapi suaramu surut dalam suatu rekaman yang gagal
hingga hanya mimik dan gestur tubuh yang kulihat bergerak
menarik-narik hasratku untuk masuk ke dalamnya.

Namun, segala butuh kemungkinan, sebab engkau jendela berkaca
dan aku lelaki yang mengeja kata di baris bibirmu yang buas itu.

Ternate, 17 Januari 2017.


SELAMAT JALAN SABTU SORE

Semoga yang Esa memberi jalan yang lurus
ke tempat orang-orang yang Ia kasihi.

Selamat datang malam Minggu
semoga air mata yang tumpah itu
menjadi permatamu
di hari-hari yang nyeri.

Aku di sini, di kaki Gamalama
hanya bisa berbisik pada puisi, menahan gerimis yang ingin jatuh
dan mengangkat tangan, meminta pintu langit terbuka.

Sebab dingin sehari, belum habis kukemas.

Maka-
ucap kesekian kalinya kuiringi.
Selamat jalan Sabtu sore!

Ternate, 14 Januari 2017.


TARIAN ILUSTRASI RINDU

Ketika kau sudah tak punya apa-apa. Gerangan siapa yang paling kau rindukan.
Sedang sunyi makin menepi, kerap membunuh puisimu. 
Seumpama kau di belantara hutan
dikelilingi makhluk buas
ingin menerkammu
dan kau tak berdaya
karena kakimu terikat tali besi.

Nama siapa yang mesti disebut.
Jika puisi yang kau tulis, tak bisa lagi kau baca.
Sementara rindu dan puisi bagai tak seirama
sebab ritme bacaannya saling membentur.

Baiklah, sambil menunggu. Barangkali aku perlu merapikan selimut rindu, yang keriput di meja puisi.

Ternate, 18 Januari 2017.


KATA KATA YANG PECAH

Hari terlalu pagi, untuk kita memberi tudingan.
Sementara puisi yang kita tulis semalam
bahasanya amat ruwet
hingga yang tersangkut di pikiran
hanya sekawanan kata-kata yang pecah
yang alurnya tak bisa kubaca.

Setidaknya, puisi yang kita tulis, memberi pesan
walau sesingkat peribahasa.
Bukannya itu yang kita sebut bahasa hati.

Ternate, 15 Januari 2017.


Tentang Penulis:
Abi N. Bayan tinggal di Supu, Kec. Loloda Utara, Kab. Halmahera Utara, Provinsi Maluku Utara. Abi N. Bayan, Penggiat seni tulis, Pembina Komunitas Parlamen Jalanan Maluku Utara (KPJ MALUT), rutinitas mempublikasikan di media online.

Tidak ada komentar