HEADLINE

Puisi Malam Minggu (Edisi ke-7)


PUISI PUISI MALAM MINGGU (Edisi ke-7)

SEUMPAMA HUJAN 
;Devi Retnosari 
(Karya Imuzt Prageza)

“Tentang sebuah pesan” 
Mataku setengah terpejam oleh senyuman 
Kau mainkan perasaan dalam celah-celah kesedirian 
Sembari kembali kau ejakan kisah yang telah lama khatam. 
Kesunyian yang kembali kau resahkan 
Dalam bimbang; 
Kubiarkan ia tenggelam begitu dalam 
“Aku enggan, enggan menuju jalan pulang” 
Seumpama hujan 
Aku pun tak ingin kembali ke awan  
Lalu kau jatuhkan menuju lautan kenangan 

Yogya : 29 Maret 2016 



INGATAN SILAM
(Karya Imuzt Prageza)

“Satu bulan; aku mati ditengah jalan” 
Dalam ruang yang dinamai kehidupan 
Satu persatu bersemayam ingatan silam; 
Sayang; 
Aku lupa, berapa kenangan yang kulahirkan 
Dan berapa cumbuan yang pernah aku lepaskan 
Terkadang; dalam benak angan 
Tetesan hujan yang menyalahi aturan 
Ia saling menghujam dalam ruang yang meregang 
Hingga acap kali; 
Kembali membuatku mati ditengah jalan; 
Yang masih saja kau namai kehidupan 

Yogya, 30 Maret 2016 

Tentang Penulis: Imuzt Prageza IP.  Lahir di Air Hitam, Lampung Barat.  24 Desember 1995. Mahasiswa Ekonomi Perbankan Islam  Universitas Muhammdiyah Yogyakarta. Bergiat di Kominitas Syair Senja Hari (SASENRI) Yogyakarta. Bermukim di Jl. Teratai Gk IV/122. Gondokusuman. Yogyakarta Alamat : Jl. Teratai Gk IV/1228. Gondokusuman. Yogyakarta 



FRAGMEN DISLALIA 
Karya Firdaus Akmal

Hujan kali ini tumpah dalam lamunan meja di depan teras
Sebuah baskom di sudut dinding
memeluk setiap butir yang jatuh dari retak genteng
sangat perlahan
Sebagaimana angin malam ini 
Ku lihat tengah masuk sangat perlahan
meraba celah – celah 
menuju kancing dadamu
sampaikah di sana
Kau rasa dingin keramik retak di bawah meja ini 

Seperempat jam sudah kepulan asap kopi ini bersendawa
sesekali berkelebat merobek lamunku
masih dapat ku tatap tajam, 
adakah kau dengar ini ?
Ada pementasan wayang di Sarinah tempo hari
apa kau kira saban letusan adalah tikaman dari masjid ?

Bagaimana kau belum juga mengerti ?
Dalang licik meracik propaganda dengan cerdik
Dibenturkan dua kepala 
Di dinding kota ini

Membedakan warna saja kau belum bisa
Tentang peci atau toga
Topi koboy atau blangkon
Jubah atau kebaya
Sorban atau dasi

Sutradara, kau masih punya dada 

Semarang, 23 Januari 2016



FRAGMEN REMBULAN
UNTUK MIRNA
Karya Firdaus Akmal

Langit memecah warna : cokelat tua, menghitam di atas sisa jingga. Tiada lagi kelebat elang, kadru bayang begitu nanar dan memekik sedu sedan : luka
Hingga dalam sebuah senja, rembulan datang lebih cepat, bertengger di atas meja di sebuah sudut cafe , : Ini sudah malam
Kau tahu ? Mengapa rembulan lupa waktu ?
Kini ku kisahkan :
Sore itu, sebuah cafe nampak hitam dan kelam, sehingga nampak semacam gerhana. Entah, kemana lampion – lampion yang semestinya berada di atas meja ini, melukiskan makan malam dan perbincangan kopi
Terang saja, kau masih ingat tentang rembulan yang memaksa menyelinap dari sudut tingkap ?
Waktu itu, tiga sahabat, semuanya teknokrat yang lama memakan bangku kuliah asing, bahasa asing, hingga materi kuliah yang membuatnya asing : asing dari kawannya sendiri
Jamuan malam bertabur luka, menyingkap flegma dalam karut nestapa, Ini tentang malang menikam, selimut kumal yang menyimpan duri.
Entah, siapa yang dapat mengerti, selembar nyawa harus membayar secangkir kopi. Dan kini wasiat sunyi memenjarakan anyir busa sianida
Dan demikianlan fragmen rembulan, di sebuah langit yang paling malam
Ku kira kau – pun bertanya : ternyata ada kawan yang memesan api ?

Semarang, 4 Pebruari 2016

TENTANG PENULIS: Firdaus Akmal, lahir di Pekalongan pada 11 Oktober 1996. Sedang menempuh S1 dengan konsentrasi Pendidikan IPS di UNNES.  Sebelumnya bersekolah di MIS KAUMAN, MTs Darul Amanah Kendal, satu tahun pindah ke MTs S Simbangkulon Pekalongan, MAS Simbangkulon Pekalongan. Alhamdulillah, Pada 12 Pebruari 2016 kemarin Ia mendapatkan juara 1 lomba cipta puisi yang dibukukan dalam antologi Kembang Api (Vol.1) ( Ellunar, 2016 ). Juara 2 cipta puisi SSAN, Tribute To Chairil  ( Rumah Kita, 2016 ).  Puisi Terbaik Oase Pustaka (2016). Ayahnya bernama Abdurrochim dan Ibunya bernama Nurhidayati. Banyak pelajaran kehidupan yang ia dapat dari mereka. Fb : facebook.com/firdaus.akmal92 . Hp. 085878617085.



HARAPAN HAMPA
Karya Arsip Salim

Saat bersamamu begitu indah
Canda dan tawa selalu ada
Bahagia sangat terasa
Seakan tak ada duka
Impian tuk meniti bahagia terangkai
Semua begitu tampak nyata
Namun kini telah sirna
Kau menjauh tinggalkan diriku sendiri
Tak tahu lagi aku harus apa?
Tuk mengobati luka ini
Tuk menghapus duka ini
Yang ada hanyalah harapan hampa
Mimpi itu telah musnah
Bahagia itu telah sirna
Kini yang ada hanya duka
Berteman air mata

Hanakau 26 maret 2016



TASBIH
Karya Penhy Jayanti

Hati tenang bila bertasbih Sambil mengucapkan astagfirullah,
Mari kita brshalawat nya rasulullah, biar dunia akhirat berkah
Aluran tasbih memang indah membuat hati tenang dan nyaman
Mari kita mengerjakan sunnah sbagai tanda kita cinta allah

Liwa Maret 2016

Tentang Penulis: PENHY JAYANTI tinggal di Padang Dalom, Liwa Lampung Barat. Gadis yang lahir 17 Pebruari 1993 ini menyukai dunia pertanian dan bercocok tanam. Ia tergabung bersama teman temannya dalam Komunitas Sastra Simalaba untuk terus belajar menulis karya sastra serta berniat untuk menghidupkan tradisi sastra di masyarakat Lambar.



CERITA SILAM
Karya Khalis

'Gelap mulai menyergap
Sendau kicau memecah hening
Pada sebuah kenangan, kueja sekelumit bayangan
Kau masih nampak anggun, bak feno
Rindu mulai menerpa
Hati meracik gulana

Renda asa berlumur lara
Rinai gerimis basahi bulu mataku
Banjiri pipi
Aku mengerti, aku sepi
Sepisau resah menancap tajam
Jiwaku merupa muram
Pada masa silam, kuselam cinta yang karam
Kau masih menempati hati ini
Belum jua terganti
Kurasakan hadirmu di setiap renkarnasi
Kandangan, Kalse

Tentang Penulis: Khalis adalah Kelahiran Nagara/kandangan, Kalimantan Selatan pada 3 Mei 1983. Ia memiliki hoby menulis dan membaca karya karya sastra dari para sastrawan di daerahnya.



SI MUKA MANIS
Karya Kibal Kibul

Kusadari ini takkan abadi
aku hrus meninggalkanmu jauh dri lbuh hti
pergi menghilang brsama angin" malam
dari kejauhan bintang" pun mlambaikn tangan

Slamat tinggal engkau yg manis
canda dan rupamu tlah menghantarkanku
kala ini tk mungkn aku brbasa-basi
Bertu"r mrayu untk menyertaiku
usah menangis si muka manis
kerut wajahmu merangkai waktu
Tak mungkn tabir selalu brtahtakn bibir
mengarang bunga dibilik tipu
jelang pagi mlam pun mrayu
Aku trmenung disudut yg bisu tak sedikit sesal pun hinggap disayap" harap
sorot mata pun tak lagi sunyi senyap
aku pergi tak meninggalkan prasasti
tak sepatah kita yg kutitipkan untukmu
Hanya gundukan bongkahan batu
jejak langkah tampak membisu

Lampung Barat, 20-03-2016



SEPERTI PROSA
Karya Agung Widodo

Beberapa waktu yang lalu aku menanam sebatang pohon mawar dihalaman rumah..
Pohon itu tumbuh subur
Mulai meninggi dan hijau
Aku mulai menunggu kapan ia kan berbunga
Rasa nya tak sabar memetiknya dan menatanya dipojokan kamarku
Aku masih menunggu
Tapi bunganya tak juga muncul
Aku masih menunggu
Menunggu
Lelah
Semakin lelah
hingga Aku tak lagi menunggu

Suatu hari aku datangg melihat pohon itu
Namun, ku tak lagi ku temukan
Aku bertanya pada ayahku
Kemana pohon mawarku
'Telah kubuang' ucapnya
Kenapa?
'Kulihat tak pernah ia berbunga, lalu untuk apa ada pohonnya?' Lanjutnya
'Mawar itu berduri nak, jika tak berbunga, untuk apa dipelihara.. tertusuk durinya akan terasa sakit' nasehat ayahku.

Lampung, 2016

Tentang Penulis: Agung Widodo, adalah mahasiswa IAIN Raden Intan Bandar Lampung, Karyanya di atas sebenarnya tidak termasuk kategori puisi tetapi lebih mendekati kea rah Cerpen. Sebagai pemula ia masih berusaha menemukan intonasi dan bentuk dalam puisinya. Agung juga merupakan anggota dari Komunitas Sastra Simalaba.


(kirimkan puisi anda untuk di publikasikan ke alamat e-mail: rhamsyahrh@gmail.com dengan format non file, langsung ke laman e-mail. Atau juga bisa kirimkan karya puisi anda ke inbox akun fb Riduan Hamsyah. Sertakan judul puisi, nama asli penulis, biodata ringkas. Kami tidak akan memuat naskah yg tidak mengikuti ketentuan tersebut)

Tidak ada komentar