HEADLINE

EDITORIAL

Adu gesit dan keuletan, adu kemampuan lobi dan jaringan, adu argumentasi, adu kepiawaian beretorika, dan adu kemampuan finansial, merupakan beberapa item yang diperlukan dalam kerangka mendapatkan perahu partai politik menjelang pemilukada di Lambar 27 September nanti, mutlak harus dimiliki balon dan atau timnya. Dari jumlah item tersebut, mungkin masih ada hal lain yang harus dimiliki sang balon dalam kerangka mendapatkan perahu dimaksud, untuk selanjutnya berjuang melalui perahu itu meretas jalan menuju kursi Lambar-1 (dan Lambar-2).
Sebab itu, sosok person yang paling mungkin mendapatkan perahu sebagaimana dimaksud, adalah yang memiliki kemampuan atas beberapa item di atas. Sebab, hampir tidak mungkin sebuah partai merekomendasikan seorang balon yang belum diketahui rekam jejak dan kemampuannya. Tapi kalau bersangkutan yang melakukan pendekatan, itu masih ada peluang bisa diterima. Karena itu, melakukan lobi-lobi politik untuk mendapatkan perahu dimaksud, nampaknya mutlak harus dilakukan balon.
Sebab, tidak menjadi jaminan ketika seorang balon dalam mendapatkan perahu tertentu karena faktor kedekatan secara pribadi atau ikatan terentu secara emosional. Karena yang harus dicatat adalah sebuah partai itu milik orang banyak yang memiliki pandangan politik sama dalam mencapai tujuannya. Pada waktunya nanti, keputusan yang diambil sebuah partai adalah mutlak harus diperjuangkan partai tersebut setelah melalui rapat pleno.
Selama ini fenomena ke arah itu mulai melembaga pada beberapa partai tertentu, yang hanya mengandalkan faktor kedekatan dan emosional secara pribadi dengan petingginya. Sekali lagi, ketika itu yang dikedepankan, niscaya suatu waktu balon yang terlanjur melakukan pendekatan tersebut akan menelan pil pahit. Sebab, bisa saja setelah ikatan emosioal secara pribadi itu bersemi dan selanjutnya bersanding mesra, akan ternodai hanya karena keinginan dan kepentingan yang tak terpenuhi, misalnya.
Atau ada persoalan pribadi personel partai dimaksud terhadap partai yang selama ini menaunginya, yang konsekuensinya terlempar dari partai.
Jangan lupa, komposisi kepengurusan partai yang ada saat ini tidak menutup kemungkinan akan dibongkar-pasang lagi, mencari susunan dan komposisi yang paling ideal. Tapi yang jelas, ketika itu dilakukan, sebuah partai masih melakukan bongkar-pasang pengurus, kaitannya dengan semakin dekatnya pilkada 27 September mendatang, mungkin kurang tepat atau bahkan tidak efektif sama sekali. Ini juga artinya perlu dipikirkan dan dipertimbangkan matang-matang oleh petingi partai tersebut.
Kembali kepada balon yang akan melakukan lobi dan akhirnya mendapatkan perahu partai tersebut, tentu harus berusaha maksimal untuk mendapatkan hasil yang optimal. Sebab, kecil kemungkinan ketika mengharapkan justru parpol yang mengadakan penghampiran. Kecuali yang bersangkutan dinilai mumpuni dalam banyak hal, seperti wawasan, elektabilitas, jaringan, dan tentunya finansial. Selain itu yang bersangkutan juga harus mampu meyakinkan petinggi partai jika dirinya akan menjaga komitmen membesarkan partai tersebut ke depan.
Sebab, pada beberapa partai yang ada konsekuensi membesarkan partai selalu saja ada pada item-item kesepakatan dan membangun komitmen sebagaimana dimaksud. Ini tentu berlaku bagi balon yang bukan berasal dari partai. Sebab, itu bukan berarti ada perbedaannya ketika balonnya dari partai itu sendiri, dipastikan bersangkutan akan dikenakan kewajiban yang sama: membesarkan partai. Tapi tentu saja person yang memang pengurus partai akan lebih memahami ketika balon yang diusung tersebut berasal dari internal partai ketimbang loyalis dari luar partai. Atau bahkan balon yang hanya mempunyai kepentingan sesaat ketika hendak mencalon saja. (*)

terbit 05 Februari 2012

Tidak ada komentar