HEADLINE

Tajuk - 11 Agustus 2011

Upaya Pemkab Lambar mencitrakan daerah sebagai kabupaten konservasi, bertolak belakang dengan kebijakan yang ditempuh. Di satu sisi pemkab tetap mengeluarkan izin pengelolaan saw mill (gergaji mesin) di daerah pesisir, sementara di sisi lain juga terus menggelorakan semangat kabupaten konservasi, di antara upaya yang telah ditempuh adalah adanya Kebun Raya Liwa (KRL).

KRL hanyalah satu satu item dari sekian banyak program yang telah dan akan jalankan. Penghijauan (reboisasi), Gerakan Nasional Penghijauan Lahan (Gerhan) dan lain sebagainya, merupakan upaya kongkret yang telah ditempuh. Sementara izin perpanjangan bahkan izin baru saw mill juga dikeluarkan.

Langkah tersebut kontraproduktif dengan program yang dijalankan. Tidak heran kalau kemudian jumlah areal tegakan hutan marga di daerah pesisir khususnya semakin berkurang. Meski belum ada data pasti, tapi hal tersebut diyakini benar adanya. Indikatornya produksi getah damar matakucing (Shorea javanica) menurun drastis lebih dari 40% dari sejak maraknya saw mill ini.

Padahal semua tahu, Lambar dikenal hingga ke manca negara karena getah damar matakucing itu. Kini salah satun bahan baku pembuatan kosmetik tersebut terancam punah setelah semakin berkurangnya areal tegakan produktif pohon damar.

Faktanya, pohon damar kecilpun dibabat. Sementara sebatang pohon damar untuk menghasilkan (produksi) setidaknya berusia 20 tahun. Maka tidak heran kalau kemudian para pihak terkait yang peduli akan hal ini terus menyuarakan agar aktivitas tersebut segera dihentikan.

Pemkab tak tanggap karena sampai sekarang tetap mengeluarkan izin terkait dan tidak menghentikannya. Sehingga para pengusaha saw mill seperti berada di atas angin. Dengan mengatasnamakan kepentingan rakyat, mereka terus mengeksploitasi hutan marga.

Eksesnya adalah, hutan kawasan Balai Taman Nasional Bukit Barisan Selatan (BTNBBS) atau Hutan Lindung (HL) juga dibabat. Jenis kayu langka, sebut saja kayu minyak, sejatinya tidak pernah ada di dalam areal hutan marga.

Tapi jenis kayu itu tetap bisa ditemukan di lokasi saw mill-saw mill di pesisir. Anehnya belum ada ketahuan pengelola saw mill yang berurusan soal itu. Kini, saatnya pemerintah menunjukkan keberpihakannya kepada rakyat. Kenapa persoalan ini ditanggapi setengah hati? (*)

Tidak ada komentar