SEMARAK PUISI MALAM MINGGU (Edisi 79)_PUISI PUISI FARHAN AL-FUADI
Redaksi Menerima Naskah
Kirim Puisi Minimal 5 Judul, Cerpen dan tulisan-tulisan lainnya. Lengkapi dengan biodata dan sejarah ringkas tentang dunia kepenulisanmu. Semua naskah dalam satu file MS Word
dikirim ke e-mail: riduanhamsyah@gmail.com
(Mohon maaf sebelumnya, program ini belum bisa memberikan honorium, cuma sebagai apresiasi untuk turut meramaikan dunia literasi tanah air kita. Salam)
PUISI PUISI FARHAN AL-FUADI
SENJA DI TANJUNG LAYAR
Andai kita bisa duduk bersama
camar-camar yang menari
di atas ombak warna senja,
kuajak kau memahami cinta
pada sajak-sajak yang kutulis di atas
pasir dan pecahan karang,
getar tanganku pada lingkar jemarimu
saat kita genggam bayangan matahari
yang jingga.
Tak sulit bagiku,
memetik bunga karang
untuk kau bawa pulang.
Setidaknya kau akan ingat
pada bau asinnya,
kita pernah hanyut bersama
senja di Tanjung Layar.*
Serang, 13 Agustus 2017
Catatan:
*Tanjung Layar : Salah satu nama pantai di wilayah
Sawarna.
DI ATAS SAJADAH
Kuakhiri putaran waktu
di atas sajadah
yang menghampar lautan.
Dan. Aku menjelma
ikan kecil.
Menyelami dalamnya palung
antara kaf dan nun
yang biru pekat.
Sampai titik nadir,
aku fana
di dalam nafas kun.
Serang, 14 Agustus 2017
KUTEMUI KAU DALAM BANYAK PERISTIWA
Desir angin yang menari di pucuk-pucuk kelapa
kabarkan luka
sisa sayat sunyi dihunus gelap
malam-malam ragu.
Dengan dada belah dua
kau sebrangi sungai nasib.
Kudapati dirimu mendingin di balik gili gili,
dengan wajah pucat tak terbaca.
Matahari rebah sebagai perempuan senja
di atas karang yang dilubangi banyak kisah
dari asin debur ombak.
Pada rambutnya yang warna merah
kutemui kau perempuan tanpa aroma
“Kembalikan diriku ke balik pintu
yang kau tinggal diam-diam!”
Dengan bibir membeku, kau bergumam
deras, dan melompat ke dalam lautan
selami curamnya nasib sebagai perempuan
berahim sunyi.
Kutemui kau dalam banyak peristiwa yang mengalir
di sungai waktu
: sebagai Hajar, sebagai Maryam, sebagai Aminah.
Rahimnya mengandung rembulan,
dan, pada tepi sungai waktu yang deras itu, kau dampar
segala gelisah
‘‘Di balik pintu ini, aku ditiduri kesendirian yang asing.’’
– katamu.
Serang, 25 Agustus 2017
SUARAMU MENGEJA ALIF
Untuk alm. Abah Ashlihudin
Di suraumu kau ejakan alif-alif dengan lidahku
Matamu yang lilin membacakan kalimat demi kalimat
Dari mushafmu ke dalam kalbuku.
Ajarkan kepadaku sebatang alif dari mushaf kalbumu
Agar ku baca mushaf yang menghampar di langit dan di bumi,
Oh, kau yang melafalkan alif-alif di serambi kalbuku.
: Kalau bukan alif yang kau ajarkan,
bagaimana kusebut namaku?
Di suraumu aku mengeja alif-alif dari lidahmu
Dengan matamu yang lilin aku membaca mushaf
Yang kau simpan di dalam kalbumu.
: Kalau bukan alif yang kau ajarkan,
Bagaimana kusebut namaku?
Oh, kau yang melafalkan alif-alif di lidahku
Ajarkan kepadaku alif dari mushaf kalbuku
Agar kubaca kalimat-kalimat di matamu.
Bagaimana kusebut namaku
tanpa alif yang kau ejakan?
Ajarkan kepadaku alif dari mushaf
yang kau simpan di kalbumu
agar aku mampu membaca namaku
sebab kau adalah guruku.
Serang, 29 Mei 2016.
DI SINI ADA RUMAHMU
: saat kau harus menghitung usia,
Nazil.
Kalbuku adalah rumah idamanmu, anakku.
Di dalamnya kau tumbuh besar
pandai memintal huruf dan mengeja kata.
Kau bisa lihat
di setiap sudut ruang-ruangnya, bunga-bunga
bercorak alif, ba, ta, tsa, jim, semerbak harum
tiap kuntumnya mengalir ke dalam kalbumu.
Aku ingin kau ingat, di dalam kalbu ini ada rumah
yang membesarkanmu, anakku.
Dari bicaramu terbata-bata sampai kau tartilkan hijaiyah.
Coba kau tengak ke salah satu kamar
tempatmu menitip mimpi kepada umur
serupa awan tipis dalam dekap cinta.
Ada rak buku yang sudah aku tata,
agar kau bisa membaca
wajahmu yang malaikat itu, anakku.
Dan, di matamu
ada alif lam mim dan nun.
Tiba tiba kau akan melihatku
ada dilangit,
ada di bumi,
ada di gunung,
ada di laut,
ada di sungai
membelah kotamu.
Aku pun menjadi titik putih pada hitam
bola matamu.
Duhai malaikatku,
tidurlah kau bersama cintaku.
Temui mimpimu yang tinggi
bersama bintang-bintang di langit.
Atau pelangi
yang memijak basah hujan di danau kehidupan. Lalu kau
kupu-kupu yang mencumbu bunga-bunga
di taman impian.
Duhai anakku, dalam mimpimu kau akan temui aku
bukan sebagai ayahmu atau gurumu.
Aku adalah darah di jantungmu yang mengalir
ke bola matamu
dari hatimu yang paling jernih.
Serang, 22 Mei 2017
KUDAPATI KAU MEMANGKU REMBULAN
Kepada Mamas
Kemarau di sungai matamu
mereda segala ramai,
dan bola matamu mulai gelisah.
Batu-batu yang tak lagi basah
di sudut matamu, meredam segala kisah:
Di kelopak lembah
itu, butiran air mata selalu pecah.
Pun berulang kali kutempatkan kau
dalam malam-malam risau
dengan hati sangat kacau
kubiarkan kau
menghitung jumlah bintang yang tak lagi kemilau.
Mungkin saja aku
bukan lelaki terbaik untukmu
memapah jalan nasib penuh jemu
sampai kita tak temu
segala mau.
Seketika kudapati kau memangku rembulan
lantas melompat ke dalam sajakku.
Serang, 5 September 2017.
Tentang Penulis
Farhan al Fuadi, penulis yang beraktifitas di Yayasan Bhakti Banten, Serang, adalah anggota Komunitas Sastra Gunung Karang – Pandeglang. Di antara karya yang sudah dihasilkan adalah Prosofografi Syekh Nawawi al-Bantani (Budpar Provinsi Banten, 2014), Biografi K.H. Syam’un (Budpar Prov. Banten, 2015), Biografi Ulama Banten Seri 1 (Budpar Prov. Banten, 2014), Sejarah Cilegon sebagai asisten penulis (Budpar Kota Cilegon, 2016), sebagai Co-Author di bawah koordinasi Mufti Ali, Ph.D. Tercatat sebagai kontributor dalam penulisan buku Ensiklopedia Tokoh Agama Nusantara 15 vol. (Puslitbang Kemenag RI, sJakarta, 2016). Karya sastranya dalam bentuk puisi dan cerpen kerap kali dipublikasikan di majalah Mutiara Banten dan puisi-puisinya dipublikasikan di www.simalaba.com edisi 23 Agustus 2017.
Tidak ada komentar