HEADLINE

Puisi Karya Nuriman N Bayan


SEMARAK PUISI MALAM MINGGU (edisi ke-63)

DARI REDAKSI
Kirimkan puisimu minimal 5 judul dilengkapi dengan biodata diri dan foto bebas dalam satu file ke e-mail: riduanhamsyah@gmail.com. Pada subjek e-mail ditulis SEMARAK PUISI MALAM MINGGU_edisi ke-64  (malam minggu selanjutnya). Redaksi akan memberi konfirmasi pd penulis yg karyanya dimuat. Bila dalam 1 bulan puisimu tidak dimuat maka puisi dinyatakan belum layak. (Mohon maaf sebelumnya laman ini belum dapat memberikan honorium). Salam segenab redaksi.


PUISI PUISI NURIMAN N BAYAN


KEPADA PENGHUNI TELAGA SEPI

Hai, engkau tak perlu berlaga bingun
apa lagi terkesima
sebab kami bukan makhluk asing
atau penghuni hutan rimba
bukan juga sekelompok awan
yang memagari langit kotamu. 

Kami hanyalah sekawanan kekata
tercipta dari ringkasan kalimat Tuhan
berkemas menjadi puisi
agar kunang kunang di matamu
mengerti, kitalah puisi.

Ya, terlahir tiang tiang falsafah
batang batang agama, tulang tulang sejarah
yang mengikat dalam tiga filosofi.

Ternate, 29 Maret 2017.


MENCINTAIMU DARI SISI HUJAN

Mencintaimu
adalah dua sisi hujan
ada kemungkinan banjir menari-nari
tetapi laut merangkulmu
meski dengan sedikit berombak.

Pastikan kita menyatu
lalu-
kita letakkan sepotong senja di kepala
dan secarik fajar di depan mata.

Ya, kemudian-
kita biarkan matahari sedikit mendengki.

Ternate, 24 April 2017.


SELIMUT KHIANAT

Bahasa apa yang mesti aku bisikan?
Jika telingamu terlampau membatu
dan ucapmu ditolak logika.

Hai, aku manusia
bukan hewan peliharamu
maka hentikan spekulasimu
sebab puisi telah bosan, 
di atas ranjang dan bantal berselimut khianat.

Ternate, 25 April 2017.


SEBAB PAHAM DAN AWAM

Cuma itu saja,
kemudian ia pergi dengan senyum yang sungging
sedangkan batang batang dari sungainya
telah melukai seribu nurani
bahkan hampir membunuh anak anak ombak.

Lalu mesti kutakan ia bijak,
karena ia paham tentang peradaban?

Iya, barangkali sebatas kemungkinan
sebab ia juga awam.

Ternate, 24 April 2017.


HUJAN KERONCONG

Coba tengoklah keluar, itu hujan Man!
Sepertinya langit sedang menangis
dan kita harus cepat cepat
membunuh cacing cacing nakal ini
sebelum mereka membesar
dan sebab, barangkali dapat mencabik cabik tubuh kita.

Ternate, 24 April 2017.


SANG PELIPAT KATA

Kemudian, di taman taman itu
ia berbicara tentang cinta
suaranya menggelegar penuh rayuan
bagai hujan Desember menikum perut bumi.

Tetapi-
amboi, akar lidahnya terlampau dilipat lipat
menjadi munafik
sehingga ia tak pernah ditemui sebelum hujan
atau sekadar bertamu
di saat mendung meruncing ke langit hati.

Sementara, seribu penantian menjadi basi
berlembar lembar pandangan
selalu tersobek di setiap tikungan jalan.

Hai, lalu masih pantaskah dipercaya?
Sedangkan berulang kali kita dikebas
bahkan keseringan diinjak
sebab kelam terlanjur beralamat di lubang jiwa
dan atas angkuhnya,
darah saudara jadi halal.

Ternate, 25 April 2017.


SEMARAK PUISI MALAM

Seiring senja mengintai kepala bukit
kami menghimpun di satu ruang
lalu bercerita kepada dunia
tentang hidup dan manusia.

Tetapi kami saling mengintip
di antara punggung kota
dengan secarik tengokan
dari jendela seribu pintu.

Ya-
di kampung Pemula
kami mencatat butir butir perjalanan
juga menuliskan berjumlah fenomena 
bahkan mendirikan tiang tiang sajak
lalu diam diam-- 
kami kirimkan ke republik tepi
kebun kami menanam biji biji puisi
dan sekolah kami menghitung proses.

Sebab-
di kolom kolom besar
terlalu pagi kami bercerita
bahkan terlalu dini
kami menyederhanakan satu keinginan.

Maka jadilah bijak-
dan biarkan
kami melukis pelangi 
di langit sendiri
meski baru seumur embun
karena kami bukan pengusik.

Ternate, 24 April 2017.


MENCATAT JALAN PULANG

Diammu,
membuat malam bertambah ngilu
dan
perahu bertambah koyak
lalu pelan pelan
engkau pun tenggelam di samudra ini.

Hanya itu, ingin kukabarkan
setelahnya
biarkan puisi mencatat jalan pulang.

Ternate, 25 April 2017.


SEEKOR KUPU KUPU

Sesampainya di puncak keempat
ia menjelma kekunang
lalu menjadi kupu-kupu
sebab- 
ia lupa tanggal lahir.

Selepas itu, entahlah
tetapi- 
seingatku
ia belum benar benar sembuh dari kebiasaan purba itu.

Ternate, 25 April 2017.


PEREMPUAN SAJAK II

Berjalanlah ke republikmu
nikmati jejak jejak mungil itu
lalu abaikan lirih angin pemberontak
yang hanya mampu bersisik tanpa bisa mendidik.

Biarlah ia berceloteh di kolom tak bernurani
semaunya
sepuasnya
hingga alam tertawa terbahak-bahak
menonton khilafnya umurnya.

Tetaplah berjalan
meski dengan tatihan
dan 
nyala api yang masih membakar.

Ya---
pastikan kita tetap menari
di atas meja sajak
tapi bukan atas kesombongan 
melainkan dengan kaki tanah
dan tangan yang langit.

Ternate, 23 April 2017.


WAJAH KOTA

Kau tidak perlu menatap wajah kota
tentu, selalu ramai
terang, bertabur binaran lampu
membias dari segala penjuru.

Bahkan toko-toko tinggi menganga
rumah-rumah ibadah mencakar angkasa
tapak jalan juga tak kalah halusnya.

Namun, coba engkau tengok
ke gang-gang kota
tembok-tembok rumah berpagar kesombongan
sedangkan budaya gotong royong
terkapar tak berdaya
seperti kota mati.

Ternate, 10 Oktober 2016.


AKU INGIN PULANG

Aku di sini Tuhan, di sudut kota
bersama gelisah yang kian merambah
menghayutkan pikiran ke selokan zaman
penuh debu dan bau anyir
juga dupa kenangan penuh nanah.

Aku ingin pulang, Tuhan 
untuk melunasi hutang
dan mengupas kelam di belalak mata
agar sepi ini menjadi damai.

Ternate, 03 April 2017.


JIWA JIWA YANG LELAH

Wahai jiwa yang lelah 
mimpimu mengalir dalam darah 
menguap dari sejarah 
tapi kini menjadi sampah. 

Darah darah sudah jadi nanah
sejarah tinggal nama
terapung di bibir sampah negara.

Ketika sajak tidak mampu menghapus airmata tanah
puisi tidak mampu menembus istana
keluh dan tanya masih tumpah
kau menarik napasmu diam diam.

Memanggil nama tuan, tuan, dan tuan, 
tapi sayangnya, tuan masih asyik bercinta
drama dan tragedi belum usai dipentaskan 
dalam istana berpanggung sandiwara.

Kau perlu menunggu episode demi episode
menggarap mimpimu jadi intan dan permata
menciptakan sejarahmu sendiri
dan mengumpulkan kawanan cita cita 
yang di buang di sampah negara
kau masih menunggu, menunggu dan terus menunggu
hingga tangan Tuhan datang memelukmu.

Ternate, 03 Oktober 2016


BOCAH BOCAH MENATAP HAMPA

Engkau yang menatap hampa
ibu dan bapak menatapmu dengan bangga
tapi tidakkah kau tahu
di kala tangisan pertamamu pecah menghantam daun daun
langit langit mengejekmu, dan tertawa penuh sinis.

Berlama-lamalah dalam masa tatihan
karena jalan jalan masih berduri 
lari kau berlari hanya manambah peluh
garis finis perlombaan sudah dihapus
dari kitab tuan yang ingin jadi Tuhan.

Tuan yang ingin berkuasa tapi tidak mau puasa
tuan yang ingin kau tengadahi langit tapi matamu ditutup
tuan yang ingin kau berbakat 
tapi tidak sepakat dengan bakatmu.

Kau belum cukup untuk telan sampah
sampah sampah yang setiap purnama 
jadi lumbung sengit dalam dunia perdebatan.

Namun kalau kau ingin berlari 
mari ke sini ada yang siap genggam tanganmu
berjalan di atas duri, duri tanah, duri kaki, duri hati
menggapai bintang bintang yang satu demi satu tanggal dalam belati
dan membuang sampah sampah dari hati.

Ternate, 03 Oktober 2016


LELAKI SEPTEMBER

Ini April di penghujung musim
tapi September masih tetap untukmu.

Maka berbenahlah
meski langit sedikit berkabut
karena Tuhan pasti mengirimkan perjumpaan.

Ternate, 04 April 2017.


SEMIOTIK DARI TUHAN

Fajar telah mengajari 
tentang awal sebuah kehidupan
dan senja 
telah mengabarkan satu pesan kematian
serta bagaimana cara menutup pintu.

Sedangkan bulan dan bintang-bintang
serta laut, sungai, yang bermuara di fana ini
begitu pun ombak dan letusan bukit bukit 
adalah milyaran semiotik dari-Mu
tapi aku pelupa.

Maka izinkan, bibir ini mengangkat puji syukur 
dan menghitung biji-biji tasbih
sebelum air menjelma api, dan berjumlah udara menjadi debu.

Ya, aku ingin merebah 
mencari jalan pulang
sambil belajar menyimpulkan satu juta kenikmatan
dan memaknai seribu kemungkinan dengan Asma-Mu.

Ternate, 03 April 2017.


SELEPAS DARI RAHIMMU

Bismillah
selepas dari rahimmu
aku berkalimat ...

Semoga aku unggun dan ranum
di tiap tiap musim.

Ternate, 02 April 2017.


SAJAK SERIBU KALIMAT

Benarkah ayah puisi begitu ranum menyulut api?
Lalu berlahan- 
membakar anak anak puisi
hingga bara terlampau menjadi debu
atau seribu awan masih bersarang di raut angkasa
dan diam diam menutup pintu langit
hingga si belia hanya bisa memikul bakat.
Ternate, 29 Maret 2017.


CINTAILAH AKU

Cintailah aku, seperti engkau mencintai 
kebahagiaanmu di tiap tiap musim percintaan
bersama asmara yang menebal dari sekian rayuamu
tak lekang dihantam ombak 
juga tak lenyap dibakar matahari.

Dan-

rawatlah aku, laksana engkau merawat
hasratmu pada bulan bulan ramadan
hingga matahari terbenam dan engkau 
menyeduh segelas teh manis dengan penuh rasa syukur.

Ya, cintailah aku
sesederhana mungkin
seumpama laut kepada sungai
atau cinta Tuhan kepada manusia, bujuk Tanah.

Ternate, 30 Maret 2017.



Tentang Penulis:
Nuriman N. Bayan atau lebih dikenal dengan Abi N. Bayan, lahir di Desa Supu Kecamatan Loloda Utara Kab. Halmahera Utara, Provinsi Maluku Utara pada 14 September 1990. Anak dari Hi. Nasir Do Bayan, dan Rasiba Nabiu. Anak keenam dari sembilan bersaudara. 
Tentang Penulis: Nuriman N. Bayan adalah Pembina Komunitas Parlamen Jalanan Maluku Utara (KPJ MALUT), tergabung di Gerakan Mahasiswa Pemerhati Sosial (Gamhas-MU), dan Komsas Simalaba. Karyanya sering dipublikasikan dj www.wartalambar.com. Serta beberapa tergabung dalam antologi bersama “KITA HALMAHERA” dan “EMBUN-EMBUN PUISI". Ia tinggal di Kelurahan Akehuda, Kec. Ternate Utara
Email: abipaj@gmail.com
Facebook: Abi N. Bayn


No. Hp: 082271230219

Tidak ada komentar