HEADLINE

Semarak Puisi Malam Minggu (Edisi ke-39)


SEMARAK PUISI MALAM MINGGU LAMPUNG BARAT EDISI KE-39



PUISI PUISI KARYA AAN HIDAYAT


BAYANGANMU

Hari ini langit cukup mendung dan
berair, ada rindu di balik pintu yang basah. 

Waktu kian beranjak menuju senja, namun raut
kusam di serambi tak jua tersenyum. 

Ada denyar di nadiku, sisa bayangan yang kau tinggalkan di ruang tamu. 
Apakah kau lupa tentang titian yang pernah kita lewati waktu itu? 
Tanpa terasa kini senja beranjak menuju peraduan, dan kita
terlena hingga pekat menyelimuti jejak kita. 

Lampung Barat, 18 November 2016.



PUISI PUISI KARYA YULYANI FARIDA


AMNESIA DAN ABLEPSIA BAHAGIA

Duka ini, begitu hangat dan erat memelukku.
Tiada lelah dan henti semai luka di ujung relung,
mengering lalu basah lagi.
Selalu begitu, 
hingga aku mulai amnesia dan ablepsia tentang apa itu bahagia.

Way Mengaku, 18 November 2016


KUPELUK KALIAN DENGAN DOA

Nampak begitu nyata, terpampang di depan mata.
Jelas terdengar sayup dan lembut memukul gendang telinga, 
membuatku seketika terjaga di bawah temaram lampu
di atas singgasana lusuh.
Tatapan sayu nan lembut menyapu sekeliling kamar,
mencari dan mencari,
ternyata mereka masih lelap di sampingku.
Sedikit kulipat tangan dan menengadah, jaga mereka untukku.

Way Mengaku, 18 November 2016


PESONA GURU TK

Biarkanku sedikit berkisah...
Cantik? Kurasa tidak!
Tinggi? Tidak juga!
Putih? Lumanyanlah!
Namun, tutur nan lembut penuh kesopanan,
sedikit anggun dan gemulai.
Pribadi penyabar penuh kasih sayang,
ketika menghadapi tingkah polah murid kesayangannya.
Sebut saja dia ibu Fee,
yang telah membuat temanku begitu tertarik dan terpesona guru TK.

Way Mengaku, 18 November 2016


PERJUANGAN SI DEDE

Malam dihiasi temaram cahaya rembulan, 
dingin yang menjalar mulai menguliti tubuh yang kerdil nan lemah.
Namun, peluh tetap saja membanjiri menyisakan sedikit aroma menyengat.
Sekarung plastik bekas di panggulnya hasil perjuangan tadi siang nan terik.
Tetap mengais meski dengan caci dan hardik, 
demi hidup yang sebatang kara.
Punya ayah tapi serupa tak  berayah,
harus menelan pil kehidupan di usia tumbuh.

Namun, jangan berkecil hati maasih ada segelintir orang yang perduli padamu.

Way Mengaku, 18 November 2016


PESAN KEMATIAN

Hari dimana berjalan seperti biasa, apa adanya.
Tiada polah aneh ataupun janggal,
tiada kata  silaf yang sengaja terucap.
Tetap bersenda gurau tertawa bersama.
Namun, setelah tiada.
Sedikit merenung dan flash back hingga tersadar,
ternyata sudah ada pesan kematian sebelum pulang.

Way Mengaku, 18 November 2016


TENTANG PENULIS: Yulyani Farida, lahir dan besar di Lambar, ia menekuni puisi di Sekolah menulis Komsas Simalaba. Komsas Simalaba adalah sebuah wadah berkesenian para pemuda di Kabupaten Lampung Barat yang sehari harinya berprofesi sebagai petani kopi. Terbentuknya Komunitas ini sekaligus menandai bangkaitnya sastra kaum petani yang cukup produktife menghasilkan karya. Yulyani Farida, Sejumlah karyanya telah dipublikasikan di media www.wartalambar.com dan saibumi.com juga tergabung dalam buku antologi EMBUN PAGI LERENG PESAGI (akan terbit awal 2017)



PUISI PUISI KARYA ABRORIL KHOLIDI


LARUT DALAM KERINDUAN

Membisu-
dalam sunyi berbalut rindu,
membuat kilat makin menggelegar.
Menurunkan rinai hujan ceria,
berhias awan kelabu berputar bahagia di atas angan.

Membuat hati makan terenyuh.
Melihat bongkahan asa hanyut,
bersama rasa rindu yang menggugah rasa getir dalam jiwa
dan getar di dada.

Sukau, Lampung Barat 11 November 2016


HUJAN DI UJUNG SENJA

Kini telah sirna.
Mentari penerang hati,
gerimis datang tanyakan kegundahan
malam tiba sampaikan ketakutan.

Di ujung senja.
Kabut membungkus harapan bintang
air mengalir hanyutkan suka,
gemuruh datang hapuskan asa.

Di ujung senja.
Kini rasakan hampa!
Tanpa dendang pelipur lara,
guratan senyum mempesona
dan tanpa petikan dawai bahagia.

Sukau, Lampung Barat 18 Oktober 2016


TENTANG PENULIS: Tentang penulis: Abroril Kholidi lahir dan tinggal di Way Betanding kecamatan Sukau, Lampung Barat. Ia bergabung ke komunitas sastra (KOMSAS SIMALABA) untuk belajar dan mengasah bakatnya di sana. Karyanya sekarang rutin di muat di media online www.wartalambar.com



PUISI PUISI KARYA KAMSON


SISA RINDU

Berselimut dingin, 
terpaku menikmati hujan  berkepanjangan
menunda langkah 
menjemput impian.

Kilas balik  
menari dalam diri.
Wisma ini saksi jumpa keluarga kita.

Ada bahagia juga canda.

Namun hanya sesaat,
lalu sang asa menagih
mimpi yang belum usai. 

Rindu-

ini belum tuntas,
berjuta cerita
dan canda masih terbungkus
di hati.

Sisa kerinduan tersimpan 
di dalam lipatan waktu yang 
tak pasti.

Gedung Surian, Lampung Barat, 14 November 2016


PENGGEMBALA

Hanya padang rumput penyejuk indera.

Penggembala sesekali terlihat.

Sunyi! 

Rindu canda dan tawa di padang asa,
seperti hari kemarin.

Hai penggembala, kami menanti
tuk mengurai rindu ini!

Gedung Surian, Lampung Barat, 14 November 2016


SEMUA TENTANG KITA

Unjuk kebaikan juga tebar pesona jelang pesta.

Kubu kubu menggebu. 

Semua terlihat hebat, 
memikat 
nurani rakyat.

Gedung Surian, Lampung Barat, 16 November 2016


TENTANG PENULIS: Kamson  tinggal di Desa Pura Mekar, Kecamatan Gedung Surian, Kabupaten Lampung Barat. Tergabung di Komsas Simalaba. Karya karyanya dipublikasikan di www.wartalambar.com




PUISI PUISI KARYA YENNI DA


INDAHNYA DAMAI

Petiklah setangkai,
kuntum mawar yang merekah
sebagai hiasan di jejak langkah
sembari satukan jari sang waktu.

Kita masih disini
dalam paruh usia
menyeka titik keringat
namun masih dengan seulas senyuman.

Ruang penuh warna
saat rangkul terasa hangat
bercengkrama seusai letih
itu menuai rindu nan damai.

Way Tenong, Lampung Barat, 16 November 2016


TARIAN PENGANTIN

Berbalut gaun nan indah
busana adat Lampung
berhias mahkota Siger
lengkap memukau cantikmu.

Dengan semarak tanggai
menghias jemari berinai
sungguh kau sempurna
diantara singgasana pengantin.

Saat nada melantun
dan liuk tubuh berayun,
pesona tari Muli Betanggaimu
mendecakkan aroma kharisma takjub.

Gadis-gadis kecil gemulai diantaramu
tebarkan indah 
sajikan keharuan.

Way Tenong, Lampung Barat, 17 November 2016


UANG

Lembar-lembar jahanam
koin-koin pujaan
mencipta selaksa rindu
merayu hasrat pada rautmu.

Lagi-lagi olehmu!
mereguk manis menelan empedu
atau bahkan pedihnya sembilu.

Tanpamu apalah aku
namun hadirmu memasungku,
kau pisahkan hati dan nurani
hingga di penghujung sadarku.

Uang -

penghantar asa penyambung nyawa.

Sungguh!
bagaimana aku memaknai hadirmu
bahkan sampai pada kegilaan ini?.

Way Tenong, Lampung Barat, 17 November 2016


PASAR MALAM

Tumpah ruah warna-warni
pengais rejeki di gelap malam
dalam gelak tawa
dan teriakan diatas arena Roda-Roda Gila.

Gemerlap cahaya
pecahkan kesenyapan
tangan-tangan cekatan
menghitung jumlah rupiah.

Way Tenong, Lampung Barat, 17 November 2016


TETES DARAH IBU

Kau telah semakin renta
setelah lelah menimangku
mencucurkan peluh untukku
hingga memutih rambutmu.

Sungguh terharu,
hidup dengan tetes darah ini
yang tak henti kusyukuri
meski takkan mampu kuhargai.

Ibu,
masih kunanti pelukmu
di sisa usiamu yang kau punya
sekedar luapan kerinduan
bukan balas budi yang tiada pernah kau pinta.

Way Tenong, Lampung Barat, 17 November 2016


Tentang penulis:
Nama Yenni Da,alamat desa Mutar alam kecamatan Way Tenong Lampung Barat.Tergabung di KOMSAS SIMALABA.

Dari Redaksi:
Kami memberikan ruang kepada siapapun untuk berkarya. Bagi kami, kesusastraan nasional itu sesungguhnya adalah sebuah keberagaman; mulai dari sastra kaum pemula, sastra kaum tepi, hingga sastra kaum yg telah memiliki label nasional alangkah indahnya bila kita sepakat untuk dilihat secara bersama sama dan miliki tempat serta ruang yang sama pula untuk dihargai sebagai bagian dari corak warna dalam keberagaman. Sebab kita semua memiliki hak untuk hidup serta menemukan bentuk. Silahkan kirim karya anda ke email: riduanhamsyah@gmail.com atau inbox akun fb Riduan Hamsyah.

Tidak ada komentar