HEADLINE

Pembangunan Rumah Nelayan Tak Terencana

Kepala DPKP Syaifullah, S.Pi

PESISIR BARAT - Lima warga Kelurahan Pasar Kota Krui Kecamatan Pesisir Tengah Kabupaten Pesisir Barat (KPB), yang mengatas namakan pemerhati lingkungan, menyambangi Komisi B DPRD setempat, Senin (28/3), terkait pembangunan rumah sehat nelayan di sekitar Tempat Pelelangan Ikan (TPI) Kuala Stabas Krui.

Pasalnya, lokasi pembangunan yang hanya berjarak 20 meter dari bibir pantai tersebut menimbulkan kekhawatiran di kalangan masyarakat, seperti ancaman abrasi pantai yang secara perlahan namun pasti terus menggerogoti.

Terlebih dalam pelaksanaannya telah dilakukan pengerukan sehingga posisi fondasi tidak lebih tinggi dari  permukaan air laut, selain ancaman hantaman angin ketika musim badai melanda.

Kepada Komisi B, salah seorang warga Suparni, mengatakan para dasarnya masyarakat mendukung program pembangunan oleh pemerintah, yang tujuan akhirnya tidak lain untuk kesejahteraan masyarakat.

Namun terkait pembangunan rumah sehat nelayan dimaksud, justru dinilai ke depannya berpotensi menimbulkan kerusakan lingkungan yang parah dan berisiko bagi keselamatan nelayan yang menghuninya.

"Karena hanya 20 meter dari pantai, kami mengkhawatirkan terjadi petaka ketika terjadi angin badai karena bisa membuat air laut masuk hingga ke rumah sehat nelayan tersebut," kata Suparni.

Sementara, lanjut dia, abrasi yang terjadi juga setiap tahunnya bisa menggerus 3 meter hingga 10 meter, yang artinya kurang dari 10 tahun lagi bibir pantai sampai ke rumah rumah sehat nelayan itu," ujarnya.

Dijelaskan Suparni, tahun 1992 silam wilayah tersebut memang merupakan lokasi pemukiman warga. Namun untuk mengantisipasi terjadinya pengikisan oleh air laut, maka Pemprov Lampung memindahkannya dan menetapkan sebagai jalur hijau.

"Kok sekarang malah dibangun lagi bangunan yang katanya bertingkat dan pepohonan yang berfungsi untuk menahan air laut dan sungai agar tidak terjadi abrasi justru dicabut dengan menggunakan alat berat," terusnya.

Suparni tampak mempersoalkan kematangan program pembangunan rumah sehat nelayan itu. Sebab menurutnya sampai  pekerjaan dilangsungkan ternyata belum sekalipun pihak Dinas Peternakan Kelautan dan Perikanan (DPKP) melakukan sosialisasi.

"Setahu kami, setiap akan ada pembangunan dilakukan pengkajian secara akademis tentang dampak-dampak lainnya atas pembangunan tersebut. Apakah pembangunan rumah sehat nelayan ini sudah ada pengkajian akademisnya?," tanya Suparni.

Sementara Ketua Komisi B, Ali Yudiem, S.H., mengataan pihaknya sama sekali tidak mengetahuinya, karena sebelumnya DPKP tidak sedikitpun melakukan koordinasi. Mulai dari bentuk bangunan, besaran dan asal anggaran tersebut, hingga mekanisme pengerjaannya.

"Kami justru baru tahu pada peletakan batu pertama oleh pak bupati, dan saat itu saya menanyakan dengan Badan Perencanaan Pembangunan Daerah (Bappeda), hasilnya Bappeda mengakui bahwa tidak ada koordinasi dari DPKP dalam hal perencanaannya," ungkap Ali.

Ali meminta terkait permasalahan tersebut ditinjau ulang untuk kebaikan kedepannya, dengan diawali perencanaan yang benar-benar matang. Sehingga ketika bangunan tersebut selesai masyarakat benar-benar bisa merasakan manfaatnya.

"Artinya ini tidak menjadi hal yang mubadzir. Secepatnya akan dilakukan pemanggilan beberapa instansi terkait untuk menyelesaikan permasalahan itu," pungkasnya.

Setelah musyawarah dengan komisi B, keduanya langsung turun ke lokasi pembangunan yang berada tidak jauh dari kantor DPRD setempat.

Hasilnya komisi B menhentikan alat berat yang sedang bekerja karena dikeluhkan merusak lingkungan dengan membabat habis pepohonan mangrove yang berada di sekitar Daerah Aliran Sungai (DAS) yang mendapat keluhan dari masyarakat setempat.

Komisi B juga menemukan beberapa kejanggalan, seperti kedalam pondasi yang di dalam gambar sedalam 70 Cm, setelah diukur hanya sedalam 25 sampai 30 Cm.

Ali mendesak upaya penyelesaian polemik pembangunan rumah sehat nelayan itu digelar musyawarah antara masyarakat, DPKP yang dihadiri langsung kepala DPKP, Syaifullah, S.Pi., dan Komisi B, di sekitar lokasi pembangunan.

Kepala DPKP, Syaifullah, S.Pi., mengakui jika dalam pelaksanaannya pembangunan tersebut berjalan dengan minimalnya koordinasi dengan lembaga dan instansi terkait, serta sosialisasi dengan masyarakat.

Menurut Syaifullah, hal itu dikarenakan bantuan tersebut yang dikucurkan oleh Pemerintahan pPsat pada awal Maret 2016 lalu.

"Ini bukan karena disengaja, namun waktunya yang sangat mepet sehingga tidak memungkinkan untuk dilakukannya koordinasi serta sosialisasi yang dimaksud," jelasnya.

Mengenai kekhawatiran masyarakat tentang dampak ke depannya, Syaiful  mengayakan akan membangun break water (pemecah gelombang) agar tidak terjadi abrasi dan menggerus bangunan tersebut nantinya.

Sementara terkait kejanggalan yang ditemukan dalam pelaksanaan pembangunannya, menurut Syaifullah pihaknya siap untuk menyetop pengerjaan proyek tersebut.

"Saya siap mempertaruhkan jabatan saya kalau ini salah. Setelah nanti dibangun break water saya jamin bahwa tidak akan terjadi abrasi," janji Syaifullah. (wartalambar.com / aga)

Tidak ada komentar