HEADLINE

Panwaskab Minta PNS Netral

Erawansyah (Ketua Panwaslu Kabupaten Lampung Barat)

Balikbukit, WL - Berdasarkan pengalaman masa Orde Lama (Orla) tahun 1950-1965, jatuh bangunya cabinet berdampak pada stabilitas kepegawaian. Dan berdasarkan pengalaman Orde Baru (Orba) tahun 1966-1997, PNS dijadikan alat politik untuk mempertahankan kekuasaan. Sedangkan di Era Reformasi, PNS dijadikan alat politik. Dampak ketidaknetralan PNS, peran dan fungsi PNS sebagai alat pemersatu, pelayan penyelenggara, pemerintahan tidak berjalan, seperti adanya diskriminasi pelayanan, pengkotak-kotakan-kotakan PNS, konflik kepentingan dan tidak professional lagi.

Demikian dijelaskan ketua Panwaslu kabupaten Lampung Barat (Lambar), Erawansyah kepada Warta Lambar Senin (4/6).  Menurutnya pengaturan netralitas PNS sesuai UU 43/1999 Pasal 3 (1-3) antara lain, 1. PNS harus professional, 2. PNS harus netral dan tidak diskriminatif, 3. PNS dilarang menjadi anggota atau pengurus parpol. Sementara menurut UU 10 Th.2008 tentang pemilu anggota DPR,DPD, pasal 84, (3,4 dan 5) yang berkaitan dengan PNS dan Kampanye serta pasal 273 yang mengatur tentang sangsi pidana terhadap pelanggaran pasal 84. Hal itu juga nekenaan dengan UU 32 Th.2004, tentang pemda dalam pasal 59 (5) huruf g, antara lain menyatakan pasangan calon Kepda dan Wakepda yang berasal dari PNS harus mengundurkan diri dari jabatan negeri. Peraturan yang juga yang mengatur netralitas PNS terdapat pada PP No. 30 tahun 1980 tentang peraturan disiplin PNS dan peraturan kepala BKN No. 10 tahun 2005 tentang PNS yang menjadi calon Kepala daerah dan Wakil kepala daerah, serta surat edaran Menpan no. SE/08.A/M.PAN/5/2005 yang mmengatur tentang netralitas PNS dalam pemilukada. “PNS yang ada di Lambar harus mengikuti semua peraturan dan undang-undang itu,” jelasnya.

Ditambahkanya, dalam pasal Undang-undang (UU) 8 tahun 1974 jo UU tahun1999 dan peraturan pemerintah (PP) No. 37 tahun 2004 dinyatakan bahwa pegawai negeri termasuk PNS sebagai unsure aparatur Negara harus netral dari pengaruh semua golongan dan partai politik, tidak diskriminatif dalam mempelayanan kepada masyarakat dan dilarang menjadi anggota dan pengurus parpol. Pegawai negeri yang menjadi anggota dan pengurus parpol harus diberhentikan daik dengan hormat maupun tudak hormat.

Masih kata dia, PNS juga dilarang berkampanye, sebeb sesuai dengan pasal 84 UU 10 tahun 2008, telah diatur tentang pelaksana, peserta dan petugas kampanye, dalam ayat 2 antaralain bahwa pelaksanaan kampanye dilarang mengikutsertakan PNS. Dalam ayat 4, dinyatakan sebagai peserta kampanye PNS dilarang menggunakan atribut PNS. Dan dalam ayat 5, ditegaskan sebagai peserta kampanye PNS dilarang mengerahkan PNS dilingkungan kerjanya dan dilarang menggunakan fasilitas negara.

Dari kutipan tersebut, dapat diketahui bahwa PNS dapat menjadi peserta kampanye dengan beberapa persyaratan. Namun, dilarang sebagai pelaksana kampanye. Lebih lamjut dikatanya, ketentuan tentang PNS sebagai peserta kampanye dipertegas pula dalam UU 42 tahun 2008 pada pasal 41 ayat 1 huruf e, ayat 4, dan ayat 5. Dalam UU yang sama pasal 43, dinyatakan pula bahwa pejabat structural dan pejabat fungsional dalam jabatan negeri dilarang membuat keputusan dan tindakan yang menguntungkan  atau merugikan salah satu pasangan calon selama masa kampanye. “Jika PNS diperbolehkan sebagai peserta maka dia harus memperhatikan peraturan-peraturan yang ditetapkan, Jika ditemukan PNS di lambar melanggar peraturan-peraturan dan UU tersebut akan dikenakan sangsi,” pungkasnya. (san)

Tidak ada komentar