Editorial (15 April 2012)
KABUPATEN Lampung Barat yang kini menginjak usia ke-21 tahun pada 24 September mendatang, sudah semakin dewasa. Termasuk dalam hal demokrasi. Harus diakui, dinamika demokrasi di Ranah Beguai Jejama Sai Betik tersebut semakin dewasa. Terlebih menjelang perhelatan pesta demokarsi pemilihan langsung bupati-wabup periode 2012-2017 untuk kali kedua yang dijadualkan dihelat pada 27 September nanti. Warga Lambar, utamanya calon pemilih, telah mendapatkan pencerahan seputar demokrasi. Baik melalui partai politik (parpol) perahu yang akan mengusung balon, maupun balon itu sendiri ketika bersosialisasi.Kini, calon pemilih dihadapkan pada banyak pilihan atau alternatif. Baik yang ditawarkan partai maupun oleh balon bersangkutan secara langsung. Dari keduanya, baik partai maupun balon, ada juga yang disampaikan melalui kelompok atau tim pemenangannya. Tapi yang pasti, tujuannya adalah menjalankan proses demokrasi yang memang diberi ruang dan diatur dalam Negara Kesatuan Republik Indonesia tecinta ini. Tinggal lagi, bagaimana mengelola demokrasi tersebut agar bisa menata kehidupan bermasyarakat, berbangsa, dan bernegara, melalui proses yang demokratis.
Pertanyaan tersebut sebetulnya sangat standar. Artinya, semuanya pasti menginginkan penatalaksanaan atau pengelolaan kabupaten tersebut haruslah sesuai ketentuan yang berlaku, dimana prosesnya adalah bagian demokrasi itu sendiri. Sebetulnya, proses demokrasi telah dimulai sejak sekolah, yakni saat penentuan dan atau pemilihan ketua kelas dan ketua OSIS. Dimana beberapa nama diajukan sebagai balon atau calon dan kemudian dipilih. Di tingkat pekon, proses demokrasi juga dijalankan ketika melakukan pemilihan peratin (pilratin. Dan di kabupaten juga sama, proses pemilihannya juga menganut azas langsung, umum, bebas, dan rahasia.
Kembali ke masalah pemilukada Lambar 27 September nanti. Kini, beberapa parpol dan atau gabungan parpol (koalisi) tengah menjalankan proses demokrasi itu tadi, meski masih ada beberapa di antaranya yang masih wait and see. Sikap ini terpaksa ditempuh gabungan delapan partai tersebut karena belum juga ada balon yang melirik dan menyatakan ketegasannya mencalon melalului perahu tersebut. Atau justru persyaratan yang dibanderol koalisi itu terlalu tinggi dan cukup fantastis. Ranah ini sebetulnya masuk dalam dapur koalisi, yang artinya hanya yang terlibat di dalam koalisi itu yang mengetahuiinya.
Proses yang dijalankan koalisi ini sebetulnya sedikit beda, bukannya membuka penjaringan terlebih dahulu, lalu kemudian ada yang mendaftar. Nampaknya yang akan dijalankan, pendaftaran dibuka ketika ada kepastian yang mendaftar. Ini sangat jelas terlihat jika koalisi tersebut sebetulnya masih harus disosialisasikan lagi, sehingga masyarakat utamanya balon yang berniat tampil mendekatinya. Karena itu, tidak heran kalau di dalam koalisi tersebut juga tampak biasa-biasa saja, tidak ada yang istimewa. Termasuk sekretariat bersama atau kantor juga terlihat belum ada aktivitasnya, masih sering terlihat terkunci. (*)
Pertanyaan tersebut sebetulnya sangat standar. Artinya, semuanya pasti menginginkan penatalaksanaan atau pengelolaan kabupaten tersebut haruslah sesuai ketentuan yang berlaku, dimana prosesnya adalah bagian demokrasi itu sendiri. Sebetulnya, proses demokrasi telah dimulai sejak sekolah, yakni saat penentuan dan atau pemilihan ketua kelas dan ketua OSIS. Dimana beberapa nama diajukan sebagai balon atau calon dan kemudian dipilih. Di tingkat pekon, proses demokrasi juga dijalankan ketika melakukan pemilihan peratin (pilratin. Dan di kabupaten juga sama, proses pemilihannya juga menganut azas langsung, umum, bebas, dan rahasia.
Kembali ke masalah pemilukada Lambar 27 September nanti. Kini, beberapa parpol dan atau gabungan parpol (koalisi) tengah menjalankan proses demokrasi itu tadi, meski masih ada beberapa di antaranya yang masih wait and see. Sikap ini terpaksa ditempuh gabungan delapan partai tersebut karena belum juga ada balon yang melirik dan menyatakan ketegasannya mencalon melalului perahu tersebut. Atau justru persyaratan yang dibanderol koalisi itu terlalu tinggi dan cukup fantastis. Ranah ini sebetulnya masuk dalam dapur koalisi, yang artinya hanya yang terlibat di dalam koalisi itu yang mengetahuiinya.
Proses yang dijalankan koalisi ini sebetulnya sedikit beda, bukannya membuka penjaringan terlebih dahulu, lalu kemudian ada yang mendaftar. Nampaknya yang akan dijalankan, pendaftaran dibuka ketika ada kepastian yang mendaftar. Ini sangat jelas terlihat jika koalisi tersebut sebetulnya masih harus disosialisasikan lagi, sehingga masyarakat utamanya balon yang berniat tampil mendekatinya. Karena itu, tidak heran kalau di dalam koalisi tersebut juga tampak biasa-biasa saja, tidak ada yang istimewa. Termasuk sekretariat bersama atau kantor juga terlihat belum ada aktivitasnya, masih sering terlihat terkunci. (*)
Tidak ada komentar