HEADLINE

Pelayanan PLN Tidak Maksimal


Senin, 19 September 2011

Pelayanan erat kaitannya dengan apa atau melayani siapa. Banyak masalah pelayanan berhubungan langsung dengan jasa, produknya berupa jasa. Jika demikian, pelayanan tentu harus ditingkatkan. Itu dilakukan dengan dukungan secara maksimal oleh penyedia jasa, perangkat maupun perlakuannya.

Termasuk juga pelayanan Perusahaan Listrik Negara (PLN) terhadap konsumen atau penerima jasanya. Konsumen berharap pelayanan akan utuh, tidak ternoda bahkan tercela. Artinya penyedia layanan harus bisa memperlakukan konsumen sedemikian rupa sehingga tidak kecewa. Jika tidak demikian, tentu akan menuai kritikan.

Terkait dengan pelayanan PLN ini, sebelumnya bahkan sejumlah elemen masyarakat yang ada di Kabupaten Lampung Barat melakukan aksi damai mendatangi kantor PLTA Waybesai di Sumberjaya, sebagai ungkapan kekecewaan atas pelayanan selama ini yang kurang maksimal. Karena kurang maksimal, konsumen merasa dirugikan dan mendesak pihak manajemen bekerja lebih profesional.

Gambaran tersebut menyiratkan betapa sebuah pelayanan harus diberikan secara maksimal dan total. Konsumen, dalam hal ini, tidak pernah mau tahu kesulitan dan kendala penyedia layanan, apakah itu karena kekurangan sarana penunjang layanan, keterbatasan jangkauan pelayanan, atau profesionalitas yang dibangun setengah hati.

Karena itu, sejumlah perwakilan elemen yang ada pun berunjuk rasa tentunya mengingatkan agar perusahaan tersebut bekerja secara profesional dan produktif. Sialnya, ketika hal itu tidak diindahkan, maka dampak langsung yang dirasakan oleh masyarakat adalah terbatasnya ruang gerak dan pekerjaan, utamanya pekerjaan yang ketergantungan dengan listrik. Bukan hanya itu, masyarakat juga dirugikan ketika pelayanan yang byar-pet tak kunjung stabil karena menjadi penyebab kerusakan peralatan elektronik rumah tangga.

Sebetulnya, pelayanan oleh PLTA Besai tersebut hanyalah salah satu item penggambaran tidak maksimalnya bentuk pelayanan terhadap konsumen dan atau masyarakat. Nanti, bisa saja hal serupa akan tercermin dari layanan para wakil rakyat terhadap masyarakat, terlebih konstituennya. Masyarakat tidak berharap demikian.

Jika hal itu tidak diantisipasi dini, maka tak menutup kemungkinan anggota legislatif (aleg) periode 2009-2014 bekerja tak terarah. Dia akan meninggalkan konstituennya. Amanah konstituen di pundaknya tak dihiraukan, sibuk dengan kepentingan sendiri-sendiri dan kelompok yang mengatasnamakan kelembagaan.

Ketika aleg bepergian ke luar kota, dengan alasan kedinasan seperti kunjungan kerja, berpotensi untuk meningkatkan pelayanannya terhadap konstituen dan sebaliknya juga berpeluang mengkhianati konstituennya. Apalagi kepergian secara diam-diam, tidak membawa staf atau wartawan dengan maksud memublikasikan hasil kunjungannya, juga salah satu bentuk ketidaktransparanan.

Aleg periode sebelumnya, ketika kunjungan ke luar daerah, boro-boro membawa serta wartawan sebagai media partner dalan hal publikasi, kadang ditanyapun masih menutu-nutupi. Bentuk ketidaktransparanan seperti ini, sebetulnya bisa dikategorikan membohongi amanah konstituennya. Tentu segenap konstituen berharap aleg periode ini lebih transparan, bekerja terukur, dan produktif.

Membawa serta pemublikasi, wartawan, tentu sangat membantu lembaga tersebut dalam menginformasikan kegiatannya ketika berkunjung ke luar daerah. Jika ini tidak dilakukan, sama artinya dengan mengurangi makna keterwakilan terhadap tanggungjawabnya menampung, meneruskan, dan menyalurkan aspirasi masyarakat secara umum. (*)

Tidak ada komentar