HEADLINE

Kemarau Juga Berdampak Paceklik

Jum'at, 23 September 2011

Sukau, WL - Musim kemarau tahun ini bukan hanya lahan pertanian yang kekurangan air, melainkan  kekurngan air bersih terjadi dimana-mana, kesulitan mencari pakan ternak dan munculnya berbagai penyakit, juga membuat salah satu pemicu perbuatan kriminal akibat musim paceklik berkepanjangan.

Tokoh masyarakat Pagardewa, Azuan, kepada Warta Lambar, Kamis(22/9), mengatakan dampak dari musim kemarau yang belum berakhir total setiap petani sayuran dan padi yang sangat merasakanya.

Petani sayuran yang merasakan lansung dampak dari musim kemarau, akibatnya petani sayuran banyak yang merugi kerena tanaman sayuran gampang terserang hama penyaki, terlebih lagi tanaman sayuran juga jarang disemrot akibat tidak tersedianya air untuk penyemrotan, begitu juga halnya yang dialami petani padi juga kena dampaknya setiap petani terlambat menanam kembali akibat dari kurangnya air dari irigasi.

Azuan menambahkan, meskipun ada petani saat ini yang sedang panen baik sayuran maupun padi, kuwalitas dari tanaman tersebut kurang bagus dan tidak menutup kemungkinan setiap petani tersebut banyak yang merugi. Lebih parahnya lagi kerugian yang dialami petani sayuran selain tanaman yang rusak akibat terserang hama penyakit, juga menurunnya nilai jual karena agen yang biasa menampung sayuran dari Lambar, saat ini lebih banyak mengambil sayuran dari Pulau Jawa yang kuwalitas dan harganya lebih murah. “Diharapkan kepada instansi terkait untuk memberikan bantuwan pijaman, agar petani sayuran yang saat ini sedang rugi bisa menanam kembali,” terangnya.

Terpisah Suharto petani sayuran menambahkan, Sejak datangnya musim kemarau tanaman kol yang ada dilahan miliknya jarang terkena semrot, akibat tidak tersedianya sumber air yang memadai. Dampak dari kurangnya air tersebut tanamannya gampang terkena hama penyakit, sehingga kwalitas dari tanamannya
berkurang, dan parahnya lagi dengan jatuhnya harga jual kol semingu yang lalu harga jual masih Rp3.500/Kg saat ini harga menurun deraktis tinggal Rp1.300/Kg. “Kami sebagai petani teradisional hanya mengharapkan, instansi terkait bisa membantu mengatasi kurangnya pasokan air,” pungkasnya. (rom)

Tidak ada komentar