HEADLINE

Tajuk - 20 Juli 2011

Pengertian otonomi daerah tak hanya terbatas pada pemberian kewenangan tertentu kepada daerah oleh Pemerintah Pusat. Tapi juga warga di daerah tersebut harus memosisikan diri sebagai pengawal dan pengawas langsung atas pelaksanaan proyek-proyek yang ada, misalnya.

Dengan demikian, masyarakat dituntut aktif dan kreatif menyukseskan program pemerintah, baik yang bersumber dana pusat, propinsi maupun kabupaten/kota, atau bantuan luar negeri.
Itu bukan berarti mencari-cari kesalahan. Sebab, faktanya memang seluruh proyek yang bersumber dana pusat, provinsi, daerah dan bantuan luar negeri itu, adanya di daerah-daerah.

Jadi, jangan sampai pelaksana proyek oleh pihak ketiga atau swadaya sebagai ajang pelaksanaan sebuah kelinci percobaan bahkan ‘dipatenkan’ menjadi proyek permanen instansi tertentu.

Istilah proyek permenan, misalnya pengerjaan proyek tambal sulam jalur Liwa-Krui yang ada setiap tahun, itu bisa dikategorikan proyek permanen. Kenapa ada setiap tahun, karena dikerjakan tidak maksimal.

Dengan demikian, pihak ketiga atau swadaya yang berkesempatan mengerjakan paket tahuan ini melakukannya tidak maksimal karena berharap tahun depan dapat dikerjakan lagi.

Indikatornya adalah proyek dikerjakan tak sesuai juklak-juknis atau bestek yang ada. Masa iya proyek yang belum kering setelah seminggu rampung dikerjakan sudah mengelupas, ini kan perlu dicermati dan dikritisi.

Itu agar pihak terkait, utamanya rekanan yang dipercayakan mengerjakannya, memperhatikan aspek mutu, tidak sebaliknya mengabaikannya. (*)

Tidak ada komentar