HEADLINE

Disoal, Bupati-Kepala Dinas Pada Rapat Paripurna

Balikbukit, WL - 04 Juli 2011

Absennya Bupati Drs. H. Mukhlis Basri, MM serta beberapa kepala dinas di lingkup jajaran Pemerintah Kabupaten (Pemkab) Lampung Barat (Lambar) pada Rapat Paripurna Pembahasan Rencana Peraturan Daerah (Ranperda) Rencana Tata Ruang Wilayah (RTRW) di DPRD setempat, Senin (4/7), sempat menjadi sorotan beberapa fraksi.

Itu berawal dari dibacakannya surat masuk No. 140/459/.a/02/2011 yang menerangkan bupati dinas luar (DL) ke Jakarta berkoordinasi dengan PT. Chevron terkait pengelolaan proyek sumber panas bumi Suoh-Sekincau.

Ketidakhadiran orang nomor satu di Bumi Beguai Jejama Sai Betik itu disoal karena beredar rumor jika bupati dan beberapa pejabat melancong ke Thailand dalam rangka wisata. Terkait hal itu beberapa fraksi berharap transparansi keberadaan bupati dan beberapa pejabatnya itu.

Anggota Fraksi Demokrat H. Ulul Azmi, SH, misalnya, menyoal ketidakhadiran itu karena berkaitan dengan agenda rapat paripuna itu sendiri, yakni penyampaian jawaban pemerintah atas pandangan umum fraksi-fraksi. “Kadis tidak ada yang hadir. Apakah sudah ini sebagai apresiasi pemerintah?” tanya Ulul.

Terkait hal itu, Wabup Drs. H. Dimyati Amin, yang mewakili bupati pada paripurna tersebut menegaskan ketidakhadiran beberapa pejabat justru karena mendampingi bupati. Para kadis telah mengutus wakil pada rapat paripurna yang ahli di bidangnya.

“Jawaban pemerintah telah dikonsep, kadis telah mengutus wakilnya,” jawab Dimyati diplomatis.
Sementara Ketua FKBNI, Mirzalie, SS, SH mempertanyakan ihwal rumor yang berkembang. “Ada rumor yang berkembang bupati-kadis berwisata ke Thailand, ada juga bupati tengah berkoordinasi dengan PT. Chevron. Itu yang saya terima via telepon tadi pagi. Jika ada rumor seperti itu saya tidak diberi tahu,” tandas wabup.

Sekadar diketahui, jawaban pemerintah atas pandangan umum fraksi-fraksi yang menyoal jangka RTRW hingga 20 tahun, pemerintah menjelaskan RTRW dapat ditinjau kembali satu kali dalam lima tahun.
Kecuali pada kondisi lingkungan tertentu yang berkaitan dengan bencana alam skala besar, perubahan batas teritorial wilayah, RTRW dapat ditinjau kembali lebih dari satu kali dalam lima tahun. Sebab itu, RTRW dimungkinkan dievaluasi secara periodik.

Sementara, terkait kasus pertanahan yang terjadi di beberapa kecamatan, seperti lahan perkebunan masyarakat yang menjadi hutan TNBBS seluas 40Ha di Kecamatan Lumbokseminung, dijelaskan bahwa pihak perusahaan yang bergerak di bidang pertambangan meminta izin ke Menteri Kehutanan.

Sementara di daerah pesisir pemerintah membantah adanya alih fungsi lahan menjadi hutan, melainkan memang program Hutan Tanaman Rakyat (HTR). “HTR ini justru menguntungkan bagi masyarakat,” pungkas Dimyati. (esa)

Tidak ada komentar