HEADLINE

Semarak Puisi Malam Minggu (Edisi Ke-61)


SEMARAK PUISI MALAM MINGGU (edisi ke-61)

DARI REDAKSI
Kirimkan puisimu minimal 5 judul dilengkapi dengan biodata diri dan foto bebas dalam satu file ke e-mail: riduanhamsyah@gmail.com. Pada subjek e-mail ditulis SEMARAK PUISI MALAM MINGGU_edisi ke-62  (malam minggu selanjutnya). Redaksi akan memberi konfirmasi pd penulis yg karyanya dimuat. Bila dalam 1 bulan puisimu tidak dimuat maka puisi dinyatakan belum layak. (Mohon maaf sebelumnya laman ini belum dapat memberikan honorium). Salam segenab redaksi.

KARYA BERSAMA

PUISI PUISI AAN HIDAYAT

MENGUBUR TENTANGMU

Kemana lagi akan kau cari lembaranku, setelah sengaja kau buang catatan kesilaman yang pernah kita tuliskan. Deretan nama moyang juga tentang makna dan alamat pulang yang sempat kita bingkai.

Tetapinya hari berganti kawan, hingga lipatan itu jauh tertindih ke dalam ceruk tebing yang tertutup.

Karena anyir lidahmu telah cukup memagut sahaja kekataku, lalu segala tentangmu akan kularung hingga ke hilir jauh. 

Lihatlah!
Bianglala kini hadir di tengah taman seusai rinai hujan di pertengahan senja, menghampiri sekujur rindu, dan namamu hanya merupa usang, lindap lalu menghilang, karena hadirmu bukan replika cahaya.

Lampung Barat, 19 April 2017


DUKA HUJAN

Mendekatlah, adik. Suguhkan secangkir kopi lalu kita mengeja hangatnya.

Akan kubacakan tentang cinta dan rindu, juga makna syukur tentang nafas kehidupan.

Di luar sana, basah mengulum jalanan dan melupa arti karib. 

Biarlah secangkir kopi ini lumatkan sekujur rasa
sebelum pelan pelan menggigil.

Tanggalkan saja butiran debu dan remah di kening, agar menggelinding bersama hujan yang kian genangi teras-teras rumah.

Lampung Barat, 20 April 2017.

Tentang penulis: Aan Hidayat adalah seorang wiraswasta mebel di pekon Gunung Sugih, Kecamatan Balik Bukit Liwa Lampung Barat, dia juga intens mencurahkan kegelisahan hatinya melalui puisi, karya- karyanya diterbitkan di www.wartalambar.com



PUISI PUISI NENI YULIANTI

MAWAR BERDURI

Jangan tawarkan mawar berduri, tuan
wajah sajak memungut rasa dari sudut sepi
pada lembar daun pintu, kau ketuk
wajah sajak menghitung jantung berdetak
di depan komputer mendalami kata yang membius jiwa.

Kemudian--

biji-biji yang tertanam membawa angin kerinduan
menguliti arti tanya pada sepucuk mawar merah memesona pandangan, melenakan pikiran.

Ya--

jangan kau tawarkan mawar berduri
jika durinya menusuk daging, hanyir bersimbah darah. 
Ya, ya di sini, di ulu hati menancap rasa
diam diam mengutuk waktu.

Cirebon, 18 April 2017.


AIR MATA SAJAK

Kemana hatiku yang dulu? 
terhuyung sendu cinta wajah sajak
menjelma sepi
pada ombak menggulung rindu. 

Sampan kayu tergeletak, lapuk
di atas bahtera terbentang layar
tak sanggup mengayuh
sungguh sayang cuka terlalu asam
taburi luka yang bernanah. 

Hari hari kuhadapi dengan sajak
sekedar tawarkan rasa yang membelenggu
dengan kelopak berlinang air mata
membenamkan diri di tempat persembunyian.

Cirebon, 20 April 2017.

Tentanh Penulis : Neni Yulianti, bertempat tinggal di kota Cirebon, kegiatan bekerja di perusahaan swasta, menekuni dunia menulis puisi. Dan Rutin karya karyanya dipublikasikan di media online Warta www.wartalambar.com



PUISI PUISI NURIMAN N. BAYAN

KEPADAMU YANG DITUNGGU FAJAR

Sesungguhnya, fajar telah menanti sejak lama
jauh sebelum kita menjamahkan sebidang kata ke dalam puisi
bahkan sebelum kita memutuskan
meringkas makalah makalah itu 
menjadi sepasang artikel
kemudian 
mengirim ke sebuah alamat 
sebagai awal kesepatakan
atas dasar risalah Tuhan.

Tetapinya-

kita masih butuh berjumlah catatan kaki
sekedar menguatkan setiap kutipan
dan membuat artikel itu lebih meyakinkan.

Agar kelak, ketika gunung gunung patah dari pandangan ini
kita lebih ranum menuliskan anak anak kata ke dalam wacana.

Maka biarlah musim ini berbenah sampai habis
di antara punggung timur dan barat
bersama rindu yang sedikit ngilu di tiap tiap cuaca.

Ternate, 17 April 2017.


SEBAB AKU MANUSIA

Meski ranting ranting ini patah di sebuah ruang
untuk merawat lelaki bertubuh mungil
dan sedikit mengabaikan panggilan dari kampung
juga secercah fajar kutolak berulang ulang.

Aku tak ingin, tanah ini menggunung
selain sepotong masa depan, semestinya ia gapai
sebab orang orang di luar hanya bisa mencibir
bahkan lebih senang mengejek
karena sikapnya terkadang aneh
dan tubuhnya tergambar berjumlah kekurangan.

Namun barangkali mereka lupa
bahwa kesempurnaan raga adalah satu amanah
di dalamnya terhimpun berjumlah tanggungjawab.

Dan aku sadar itu, 
sebab aku manusia.

Ya, ma-nu-si-a
bukan makhluk sia sia.

Ternate, 14 April 2017.


SEHABIS DARI MIMPI

Sehabis dari mimpi, aku duduk di antara busur panah
sambil meresapi umur bahagianya
ia seperti anak kecil di pangkuan seorang ibu 
dan diam diam memasukkan jemari ibunya 
ke mulut
lalu berlahan- 
ia menjilat dengan musim
dan cuaca yang berjalan tanpa pertengkaran.

Sungguh-

benar benar damai raut wajah lelaki ini
meski peristiwa semasa balita
masih terpangpang jelas di sekujur tubuh
namun ia menikmati tanpa sepeser kata keluh
seperti tak lazim diucapkan orang orang bertubuh sempurna
ketika mereka digeser oleh sedikit kecemasan
sebab kabut harapan
berseteru dengan timbangan kenyataan.

Ternate, 16 April 2017.


SELEPAS MALAM INI

Selepas malam ini, bukan paku kucabut dari kepala
melainkan dada, kurobek dengan kata kata
lalu isinya kuhamburkan ke dalam puisi 
kemudian 
engkau membaca tanpa berkata apa apa
sebab engkau belum benar benar sembuh
dari banjir senja itu.

Manusia siapa yang tidak merasa perih
bila kepalanya diinjak berkali-kali.

Sungguh engkau manusia-

sangat pandai memoles kata kata
tapi lebih pandai membelakanginya
bagai anak anak yang menyusun pasir 
di bibir pantai
lalu jadilah rumah rumah kecil
kemudian 
mereka merombak dengan perasaan tak bersalah.

Sementara angin menyaksikan, penuh tawa
dan laut sedekimian sunyi
hanya ombak ombak kecil menari tanpa gumaman.

Ternate, 16 April 2017.


EMBUN DI PINTU PAGI

Kesederhanaan ini adalah tameng dari mata sungai yang muram
laksana embun yang pernah kita hirup di pintu pagi
juga di daun daun yang disesap burung burung kecil
lalu dalam kesejukkan jiwa, kita berkata
"ini setitik dari lautan nikmat Tuhan."

Ya, kita hidup seperti embun saja
meski sirna dikecup matahari
tapi selalu setia memberi udara segar bagi kehidupan
dengan hati fajar dan pikiran yang senja.

Ternate, 15 April 2017.


KEPADA MALAM

Apa kabar malam?
apakah engkau masih runcing seperti dulu
yang diam diam melipat senyum
kemudian
berlari ke punggung hujan
hingga tubuhmu tegang
dan gemuruh napasmu menghantam segala dinding.

Atau, engkau belum benar benar sembuh 
dari luka rumit itu.

Barangkali sudah, karena di bibir pantai itu 
aku menyaksikan
senyummu 
lebih manja dari sebelumnya.

Ternate, 13 April 2017.


PESAN KEMATIAN

Ketika letih ini semakin menggulma ke dalam jiwa
dan membuat aku lupa menyebut namamu
jagalah namaku ke dalam rimbun doa doamu dengan sabar
sebab aku tak tahu, seberapa kebal tubuh ini menghadang maut.

Ternate, 09 April 2017.


PUISI PAGI

Di balik jendela, aku melihat engkau 
membasuh titik-titik sepi 
di halaman tubuhmu sambil membungkuk.

Sementara di sini, puisi pagi menikum-nikum 
bagai hujan di musim percintaan
tetapi tak kudengar angin berbisik dari barat.

Ternate, 08 April 2017.


SEPASANG LUKISAN

Kau menjamahkan umur bahagiamu ke dalam lukisan
disaksikan segumpal mata dari setiap sudut halaman
aku mendengar ada janji tumpah di sana
sebagai pembuka dan pelengkap kalimat Tuhan.

Sedangkan di sini aku terguncang
sambil merobek-robek lembar ingatan
hingga terbakar, bersama
rasa berserakan di jalan.

Namun kau tak melihat awan memagari cahaya
selain doa-doa bertarung di langit
agar umur bahagiamu selalu kudapati di setiap cuaca
bersama sebait raga di antara lukisan itu.

Ternate, 07 April 2017.


TARIAN MALAM

Malam, hujan
angin menggonggong
menghantam puisi hingga terkapar
dalam halaman tak bertuan.

Ternate, 02 April 2017.

Pentang Penulis: Nuriman N. Bayan (Abi N. Bayan) tinggal di Supu, Kec. Loloda Utara, Kab. Halmahera Utara, Provinsi Maluku Utara. Abi N. Bayan, Penggiat seni tulis, Pembina Komunitas Parlamen Jalanan Maluku Utara (KPJ MALUT), dan tergabung di Gerakan Mahasiswa Pemerhati Sosial (GAMHAS-MU). mempublikasikan puisinya puisinya di media online www.Wartalambar.com.
Facebook : Abi N. Bayan
No. Hp : 082271230219



PUISI PUISI BUNDA SWANTI

SANG PENGEMIS

Sengaja kusulam biji-biji aksara akan jadikan suguhan pembuka.

Merenda tiap tepi dengan kidung nawala
berharap meluah pesona.

Beringsut tapak jalan perlahan, ada asa begitu kuat
memantik harap mengemis pinta, secawan hati tengah gulana.

Tegakkan pandang sang atma, penuhi yakin sebidang dada
Esok pasti memeluk sua.

Rokan Hilir, 20 April 2017.


DELAPAN BELAS

Perahu kertas berayun manja, terombang ambing di samudera.

Nakhoda perkasa halaukan badai, anak sekoci berdendang riang 
tiada lupa pada selaksa buih.

Masa berlalu telahpun usang, bagai senja memerah saga
rasa nyaris pupus abaikan hakikat.

Tanggal keramat jadikan ajimat, kelima lima terlampaui sudah.

Bakti pada juru mudi, sedikit tersandung jala pemancing.

Meski tak sempat terpancing, namun racun sempat terhisap.

Piala perak terhantar dalam cawan kasih yang sama
Izinkan selalu setia.

Rokan Hilir, 19 April 2017.


PUPUS

Biji rindu pernah kau semai
pada dada kiri yang telah penuh.

Memaksa hadir di tempat salah, candu bertabur subur di jiwa.

Gelepar jantung memompa rasa, membagi adil mustahil bisa.

Kian terpuruk pada ceruk luka, mengemis rindu pada sang maya.

Aurora hadir sekejap mata, sayang hanya seumur jagung.

Indah habis tersesap nista,  setelah layu terkulai lemah
Merintih di bilik sunyi.

Rokan Hilir, 18 April 2017.


AKU INGIN  PULANG

Ketika jalanan begitu indah
menyesatkan hingga amnesia.

Ingin memeluk  pesona selama nafas di dada.

Setiap netra terpejam indahmu selalu hadir
hingga aku takut untuk terpejam.

Padamu pemantik jiwa, ajari cara merindu agar tak sesat jalanku.

Wahai pemandu rindu, tunjukkan jalan pulang.

Rokan Hilir, 17 April 2017.


MENTARI

Pesona hangatmu memikat bumi, walau hadirmu tiada pasti.

Begitu senang menggoda, hingga bumi sering terluka.

Begitu bersabar bumi akan sikap culas, meski kadang gigil tercurah dari langitmu, tetap rindu menjulang penuh.

Pencinta luar biasa, tak lelah akan aturan meski tak beraturan.

Mentari lihatlah bumi sekali saja, tak pun minta lebih.

Rokan Hilir, 16 April 2017.

Tentang  penulis: Bunda Swanti, seorang ibu rumah tangga, hobi baca puisi
Alamat: Desa Bangko Lestari
Kecamatan Bangko Pusako
Kabupaten Rokan Hilir
Riau. Karya karya Bunda Swanti, rutin dipublikasikan di media onlene



PUISI PUISI AYU HANSAH

NEGERI  BATU 

Ini batu-batu
Tempat kami tinggal memahat bangunan
Mendirikan tiang-tiang dan tempat pemakaman
Ketika deras hujan 
Jadilah longsor membawa batu-batu
Melubangi setapak kami yang baru saja dikilap aspal

Ini batu-batu
Sama kerasnya dengan watak manusianya yang penuh prasangka
Sumpah serapah, hutang yang berlimpah 
Begitu ingkar tak ada lagi iman di dada
Wajar ketika Tuhan marah
Mengirim batu-batu dari tangkainya
Menyeret jiwa yang nakal, hati yang hina
Wajar kami tak bahagia
Hidup kami merana begitu saja
Dalam penyesalan yang sia-sia

Bogor, April 2017


SAKIT MATA

Bakteri meranggas suka-suka
Secepat itu pula rasa sakit mengendap di mata
Kornea memerah, kelopak terasa lemah
Gagal menampung gurat cahaya dan kisah

Pupil yang kian mengecil
Sejenak lupa dengan deras sosial media
Enggan berlama-lama menatap layar hp, laptop, dan televisi yang menyala
Sejenak tersadar akan dosa-dosa
Maksiat, iri, dengki, memandang hina pada sesama

Mata adalah aset begitu berharga
Meski kadang kita pandang sebelah mata
Namun kini kubutuh terpejam sejenak saja
Lupa akan gemerlap indah, penuh dusta dan prasangka

Bogor, April 2017



Tentang Penulis: Ayu Hansah lahir di Jakarta, 6 Juli 1985. Tahun 2007 ia berhasil meraih gelar Sarjana Pendidikan dari Jurusan Bahasa dan Sastra Indonesia FKIP Universitas Pakuan Bogor. Karyanya berupa puisi, cerpen, dan drama terangkum dalam blog www.melukisdengankata-kata.blogspot.com
Sedangkan karyanya yang telah dibukukan yaitu ‘Setelah Penyesalan’ (antologi cerpen terbitan Perahu Litera) dan ‘Untukmu yang Kusebut Rindu’ (antologi puisi terbitan Andita Mediatama). Kini selain sebagai penulis, ia tercatat sebagai Guru Bahasa Indonesia sekaligus Koordinator Gerakan Literasi Sekolah di SMP Insan Kamil Bogor. Penulis dapat dikunjungi di Facebooknya dengan nama akun Ayu Hansah, melalui email  : ayuhansah@gmail.com atau via SMS/WA 085715200816.



PUISI PUISI ELFA SARI HANDAYANI

HARAPAN

Adakah celah bagiku dalam kehidupan kelak?
Merakit keunggulan dengan caraku
mendekap sendiri di sudut ruang
membayangkan, dia menghampiriku.
Lalu berkata, inilah kesuksesanmu.

Hanya pena dan secarik kertaslah
dapat melampaui segalanya di kemudian hari.

Hati-

Seringkali berbisik pada jiwa
akankah, dia datang.
Akankah, aku dapat menggenggamnya
dia yang jauh dariku.

Waktu akan membawanya padaku
menggeluti semangatku berjumpa dengannya.
Melepas pikiranku terhadapnya
mengisi kehampaan, kehidupan yang kelam

Lampung Barat, 01 April 2017


AKU PUNYA RAGAMU BUKAN HATIMU

Pandangan yang menatap
manis senyummu
china matamu
tipis kumismu
pesona bibirmu.

Getar manja nada bicaramu
melalui komunikasi, tapa bertemu.
Canda serta curhatan yang disampaikan
tangan ini tak sabar membalas
pesan singkat darimu.

Herpaan waktu meniup tekadku.
Menyodorkan rasa nyaman ini
namun, pihak lain berkata.
Jangan! Hentika semua ini
percuma! Sangat memalukan
tanyakan, apa yang jadi keinginannya.

Lampung Barat, 07 April 2017


PIKIRAN YANG TERSESAT

Mungkin aku salah.
Aku, merasa tak sanggup menahan derai air mata.
Perkataanmu, menyisakan sayatan begitu hebat
mengukir sembilu lagi dan lagi.

Aku, bercermin pada bayangku.
Apakah aku manusia yang kurang beruntung dalam hal cinta?
Apa yang kau pikirkan?

Bukan-

bukan hanya cinta seseorang.
Namun, semua hal, tak menoleh ke arahku.

Ya, diriku hanya menusia egois
mendesak Tuhan menjawab
keresahan yang ku hadapi.

Berontak meruntuhkan kesabaran
tak kuat raga ini menopang terpaan angin
tak tahu kemana harus berlabuh
menahan lelah, sendiri memikul luka hati.

Lampung Barat, 07 April 2017


TERBELENGGU KISAH SEMU

Malam rembulan yang penuh syahdu
irama mengajariku berdendang
hanyut debaran pada alunan melodi.

Namun, itu hanya sesaat-

aku, terlalu asik bermain di pucuk sinar
sedikit melupakan hariku dan belenggu semu tipis berlapis
di belakang jeruji kayu.

Kini, aku beranjak dewasa
membuka pintu yang serba asing.
Sementara itu, mereka menikmati angin yang leluasaan mengupas dunia.

Lampung Barat, 11 April 2017


PINTU HATI YANG TERTUTUP

Kunci ini longgar, tak cocok di tubuhnya.
Lihat kesana! Ada pintu lain, pintu yang mungkin cocok dengan kunci ini
namun, saat kucoba lagi dan lagi, usahaku sia-sia.

Aku, menoleh ke arahnya penuh harap
dia menatapku dengan senyum tipis seolah mengizinkanku masuk.

Tapi, sayangnya-

hati yang berhak membuka dan itu tidaklah terjadi.
Mata hati melotot, tak mengizinkanku masuk.
Dia mencelaku, mencaciku, mendorongku jauh.
Tidak! Tetaplah disitu, kamu tak pantas memiliki aku.

Lampung Barat, 15 April 2017



Tidak ada komentar