HEADLINE

Puisi-Puisi Malam Minggu Anak Lambar (Edisi Ke-10)


Dari Redaksi:
Silahkan kirim karya puisi anda ke alamat e-mail riduanhamsyah@gmail.com atau inbox akun fb Riduan Hamsyah. Sertakan biodata. Nama asli penulis. Dan kosakata serta tanda baca yang baik dan benar, bila tidak mengikuti ketentuan ini maka karya tidak akan kami publikasikan..


Karya Yulyani

Sungging kegetiran berhias di bibirmu
langkah gontai menyusuri protokol ibu kota
telapak kaki tak beralas melangkah tanpa tujuan
abaikan segala carut marut kota
mengabaikan terik yang membakar kehidupan
melelehkan peluh yang mengucur di seluruh tubuh
tersebar wangi dari aroma tubuhmu
aroma kesulitan yang mendalam
tubuh yang begitu kumal dan dekil
tiada peduli akan cibiran tikus tikus kota

Bila malamnya hadir, kau sandarkan tubuhmu di bahu jalan
tidurmu beralaskan bumi, berselimut angin, berbantalkan lengan.
Lelapmu berhiaskan mimpi bersajakkan sepi menoreh rindu menuai asa
kehidupan yang lebih sempurna

Way Mengaku, 20 April 2016

Tentang Penulis: YULYANI tiggal di Way Mengaku, Liwa Lampung Barat. Sehari hari ia sibuk berwira usaha dan sebagai seorang ibu rumah tangga. Puisi puisinya telah dipublikasikan secara luas di media online serta berkesenian dalam KOMSAS SIMALABA


Karya Poppy Tanjaya Kwan

30 September. Ini bukan kelahiran sang juru selamat atau pembawa keyakinan
tetapi tanggal ini selalu merebak keluar dari ingatan mencari aku,
iya aku
aku yang mengakuisisi buku sejarah sebagai lantai beropini
aku yang mendapati kerancuan keracunan deskripsi
rasanya ingin kuketuk palu hakim
mahkamahkan semua buku, saksi, opini, dan mereka yang telah mati

30 september yang telah menjauhi tempo itu
malah marah meracuh kejiwaan ini
tentang gerakan berkaki diri
bukan tuhan
bukan sansekerta
bukan pula jiwa gautharma
tapi ini
kami yang memegang clurit
kami yang memegang palu
disalahkan lewat selembar duka
bertajuk supersemar
orde itu membuat kami mati
orde itu membuat kami mati
mati sedalam-dalamnya bersama tulisan kami
dibunuh pisau bergagang agama
dihujam tombak beruncing nasionalis
padahal kami hanya menempatkan rasio akal di atas segalanya
bukan melawan dewa rah
apalagi membunuh serumpun
memperkosa akal
menginjak-injak tulisan tuhan

30 september
setidaknya kalian para penulis sejarah
pencetus lima sila
faham
jikalau akal tak bisa dibunuh
jikalau pikiran tak bisa dipenjarakan
selamanya kalian akan dihantui mimpi berlambang clurit palu
sebelum kalian sadar
apa itu
merdeka!

Tentang Penulis: Poppy Tanjaya Kwan tinggal di Jl. Raden Intan, Sukamenanti, Liwa, Lampung-Barat.

Karya Titin Ulpianti

Luas tiada batas
suara angin mendering bak seruling
bergulung ombak membuih ke tepian
melambai nyiur  seraya memanggil
hangat aroma pasir menyapa

Sang ombak lekas kembali
meninggalkan buih di tepian
dan aku diam terpaku
menatap arah drama waktu

sejenak jiwa serupa gelombang mempermainkan pasir
rasa hati masih terkubur dalam dalam
seirama laut pasang dan surut. Adakah kedamaian?

Sukau, 23 april 2016


Karya Titin Ulpianti

Berjalan tak bertepi,waktu terus berjalan 
kepahitan,
kegetiran,
terlalu kelam tuk dijamak

Sadar akan dirinya
bertumpuk pekatnya noda
memutuskan harapan
jauh memandang kegelapan

Otak tak lagi berfungsi
menyesal tak ada guna
karna arang tlah menjadi abu
air mata yang mengalir tiada arti
segala  upaya dan usaha
memmbayar kesalahan dimasa lampau
sebagai pembelajaran dan guru yang berharga

Sukau, 23 April 2016

Tentang Penulis: Titin Ulpianti tinggal di Jln. Raya Liwa-Ranau Kec. Sukau. Di tengah kesibukannya sebagai seorang ibu rumah tangga, Titin meluangkan waktu untuk mengasah bakat seni sastranya di KOMSAS SIMALABA. Puisi puisinya telah dipublikasikan di media online.


Karya: Q Alsungkawa

Di suatu hari, Dalam santai menikmati indahnya sang senja
sahabat hati yang telah lama, menggoreskan sejarah dalam coretan kata.

Kami bercengkrama dengan penuh kerinduan
celoteh ini dan itu. Sampai akhirnya sang sahabat mencongkel sebuah episod tentangku
yang hilang sepenggal
aku tanggapi dengan sebuah senyuman dan berkilah
tatkala sebungkus nasi goreng racikan amoy yuli menggoda selera laparku.

Rasa enggan untuk paparkan sepotong
kisahku yang tertunda, karna di dalamnya penuh nestapa.
Sampai kini aku belum siap untuk merisalahkan lembaran lama.

Mungkin di suatu kala kelak
segumpal rahasia hati nan lama bertumpuk
akan diterjemaahkan dalam sebuah coretan
yang bertajuk ( SEPENGGAL EPISODE YANG HILANG)
aku hanya butuh waktu untuk itu.

Kebun tebu, 23 April 2016.

Tentang Penulis: Q Alsungkawa tergabung dalam KOMSAS SIMALABA. Terus menulis dan mengasah bakat seninya sebagai implementasi hidup yang ingin terus mengkomunikasikan kegelisahan sosialnya. Ia pemuda yang tinggal di Kecamatan Kebon Tebu, Lampung Barat. Berprofesi sebagai petani kopi sambil berpuisi. Puisi puisinya telah dipublikasikan di media online.

Karya Imuzt Prageza

Tentang aku;
lembaran kecil yang kau selipakan di antara
kedua matamu.

Yogya, 21 April 2016

Devi Retnosari
Karya Imuzt Prageza

/I/
Aku enggan menanti hujan
Ia selalu datang dengan kebisingan
lalu menghujamku dalam kesunyian

/II/
Aku enggan menemui hujan
Ia selalu membuatku basah oleh kenangan
lalu meneggelamkanku dalam harapan

/III/
Aku jua enggan bersama hujan
Ia selalu membuatku kedinginan
lalu membekukanku dalam kefanaan

Yogya,, 30 Maret 2016

Tentang Penulis: Imuzt Prageza, Seorang pemuda asal Desa Air Hitam, Lampung Barat ini tengah menempuh pendidikan tingginya di Yogyakarta. Ia tergabung dalam KOMSAS SIMALABA dan telah mempublikasikan pusinya di sejumlah media massa, baik media cetak serta media online.

Tidak ada komentar