HEADLINE

SEMARAK PUISI MALAM MINGGU (Edisi 81)_PUISI-PUISI IVAN AULIA

Redaksi Menerima Naskah
Kirim Puisi Minimal 5 Judul, Cerpen dan tulisan-tulisan lainnya. Lengkapi dengan biodata dan sejarah ringkas tentang dunia kepenulisanmu. Semua naskah dalam satu file MS Word
dikirim ke e-mail: riduanhamsyah@gmail.com
(Mohon maaf sebelumnya, program ini belum bisa memberikan honorium, cuma sebagai apresiasi untuk turut meramaikan dunia literasi tanah air kita. Salam)


PUISI-PUISI IVAN AULIA


Pengorbanan Hidup Kakek


Setelah sekian puluhan tahun
Kakek telah mengeja di kubur
Mengayomi istirahat yang tenang
Setelah menunggu ribuan tahun di Kubur
Jalani dunia hanya sementara
Sedangkan mati terdiam tubuh

Tanpa bergerak sekalipun
Sedikit menangis oleh keluarga
Bahkan setiap hari mencucurkan air mata
Yang sembari hidup di tahun kelahiranku
Suasana hampir kacau
Memukau kisah dalam sebutir perasaan

Rambut putih itu membentak padaku
Juangkan darahku
Tapi jangan hendak melawan
Kasihanilah aku
Kasihanilah kakekku
Kasihanilah keluargaku

Seakan-akan jika aku mati
Tidak bisa bersamai kakek
Melainkan genggaman tangan di kota pahlawan
Inilah aku menetap selama dua belas tahun
Lupa tidak sempat menziarahi kakek
Melainkan terima kasih telah melukai hati semasa kecilku dan
Kesakitan yang menderainya

Surabaya, 2017


Stigma Penyakit Hati


Diagnosa penyakit hati
Berawal dari suasana di rumah
Mengemparkan kerusakan harmonis antara suami istri
Sementara anaknya mendengarkan kata-kata yang menyakitkan
Jangan berlayar sebelum izin
Mengapung kasih begitu tenggelam
Selahkan dalam keajaiban tuhan

Terjebak stigma penyakit hati
Lalu kemudian ia enggan lari dari sepenggal drama
Jatuh dan akhirnya dicambuk pada punggung anak
Kesakitan dan tak berdaya
Ulah mengotori campuran aduk
Seperti krim yang meleleh karena sinar matahari
Masihkan mengamuk sebagai kedendamanmu terhadap parahnya sebuah kemanisan keluarga
Percuma saja meninggalkan segala kenikmatan
Justru mengusir dari majikan
Semata-mata di rumah majikan ada pembantu
Pecah tanpa sengaja
Sekali mengamuk dijelma sebuah tragis
Menendang orang lalu paksa keluar
Dipotong gaji justru kurang cukup kebutuhanmu

Ini kisah yang mengayomi sebuah pesan moral
Bahwa siapa yang memerankan hati yang terluka akan mengutuk bintik-bintik
Penyakit tubuh dengan sebutan mantra balas dendam
Petir menyambar lisan begitu tidak sopan
Sepatah kata liang lahat akan menjemputmu
Tidak menanyakan pada mungkar dan nakir
Tetapi mengutuk jadi sakaratul maut
Inilah sajak yang merujuk stigma
Melalui penyakit hati sebuah kisah
Penuh mematikan dan memedihkan jiwamu
Suatu saat pasti tak bisa diprediksikan
Melainkan qodha dan qodar akan mendatangkan maut selamanya

Surabaya, 2017

Istimewa Kepada Tentara


Selalu mendekap di lapangan
Cinta bukan lagi dimesrakan
Istimewa untuk keamanan wilayah
Sikap begitu sempurna
Tegakkan amanat tanpa terpecah politik
Kobarkan semangat di usia tujuh puluh dua tahun

Setelah Indonesia merdeka
Amankan kekuatan
Tanpa kemalasan sebelum mencambuk lingkungan tentara
Laksanakan ajarannya
Ku lekatkan eratmu
Mengagungkan citramu
Menuai semesta alam

Surabaya, 2017


Kenangan SMA


Putih abu-abu
Telah meninggalkan bekas kenangan
Ia sempatkan melalui auditorium
Yang terhelus canda dan tawa
Bercampur percakapan santai di kelas
Terima kasih guru telah menuntut ilmu
Masih ingatkah lagu kisah kasih di sekolah?
Selama tiga tahun merangkai sebuah kata-kata

Tergores dalam kebersamaan
Kemenangan melalui euforia
Nikmati sensasi kebahagiaan
Ingatlah suka duka
Suka berada genggaman kasih guru
Duka membebani tugas negara
Rentangkan akal melalui ujian
Uji pengetahuan dalam ulangan harian
Selamkan tulisan yang mengakali jiwa
Ikuti upacara

Diiringi suara kegaduhan
Guru memberi peringatan kecil
Lembaran kisah penuh coretan
Seraya cinta yang berpelukan

SMA
Adalah masa kedewasaan
Belajar untuk bertanggung jawab
Mencalonkan diri sebagai mahasiswa
Mungkin kenangan SMA
Yang terceloteh dengan sebuah catatan akhir sekolah
Terjenuh pada kata-kata terakhir
Sebelum mengakhiri perpisahan
Ingat jangan berpisah di sini
Masih banyak momentum yang merekat persatuan
Duduk santai pada waktu malam

Menunggu pulang
Menunggu sore datang
Meski toga telah terpajang
Memorabilia merekat
Jika merabah di sana
Pasti mengelorakan anugrah dan ridhomu
Putih abu-abu suatu saat akan mendatangimu
Jika ada saatnya
Sayang pada guru
Cinta SMA
Masa SMA adalah masa yang menyenangkan bagiku
Masa SMA merupakan momentum terbesar sepanjang masa

Surabaya, 2017


Vina, Masih Merendamkan Kerinduanmu (II)


Vina
Berkali-kali tidak menyampaikan pesan padaku
Padahal angin melembabkan heningmu
Seharusnya ingin menemanimu
Kenapa dirimu dari pagi selalu diam
Jawablah vina
Masih merendamkan kerinduanmu di sini
Seandainya tuhan mempererat saudaramu
Serta merta memeragakan ketuhananmu semata
Jangan diam saja
Sampaikan saja walau sudah sepi di sini

Vina
Ingat ketika bersama di bangku pesantren
Saat sore sudah mengenaliku dengan baik
Tapi kenapa sampai sekarang masih berubah
Aku baru dapat kabar Vina sudah menetap di Kediri
Kenapa baru saja bilang
Kenapa menatapku tajam
Entah bagaimana menumpaskan kerinduanmu
Dan hamba yang mempererat persaudaraanmu
Mungkin merekat semesta pada bunga berseri seri

Vina
Ku tahu betapa hilang begitu saja
Sedangkan mereka adalah para pujangga yang rela mengorbankan harta dan martabatmu
Sementara kita adalah jantung kota
Ke sini tidak mau membagi di sini
Mentang-mentang pergi tanpa hak dan kodratmu sebagai persahabatan kita
Wayang meresap hatimu
Islam mengajarkan kebaikan yang memperhaluskan suci dan tawadhu

Vina
Kenapa kamu selalu berubah?
Padahal kamu selalu berbeda
Ingin menjauhi kota pahlawan
Hanya merangkuli waktu yang menetap di sana
Sebenarnya kamu mau apa ke Kediri?
Seandainya aku bicarakan dulu sebelum berpisah
Malah sudah pindah tanpa memuat alasan
Kita adalah kegelisahanmu
Dan anomali persahabatan tetap terlepas di sini
Vina mengatakan di hati
'Van, jangan percayai Vina. Ada jalan yang menerimaku sebagai amanah allah dan keajaiban semesta. Untuk itu jangan mengikutiku lagi selamanya'

Surabaya, 2017


Kopi Mengharmonikan Malam


Sepenuhnya kopi mengharmonikan malam
Rangkaian malam heningkan kopi
Dan melihat percakapan santai makin hangat
Jika melihat gerak gerik jalan
Setidaknya cinra dipereratkan
Lama kelamaan tercurahkan padamu
Kepada rangkaian malam
Tubuhku suntuk
Helaian hening penuh hikmah

Surabaya, 2017

Bangun Insan Cendekia


Cerdas tanpa berabal-abal
Semakin merajut akalmu
Memikat pahlawan
yang membela jiwanya
Heningkan lagu untuk bela sungkawa
Terdiri dari suatu pikiran kritis
Tersinggah dirimu
Mengagungkan bela negara
Cita cita bersemi kembali
Kepada lampu menyala-nyala
Di atas segalanya

Surabaya, 2017

Patriot Pahlawan Bangsa


Patriot menamakan pahlawan
Berjasad dalam berperang
Kenangan sejarah terlumpuh oleh waktu
Inilah pahlawan bangsa yang dikenang sepanjang masa
Terima kasih atas pengorbanan negara yang ricuh
Kecuali terbiang sesuatu
Mati dalam keguguran
Doa untuk pahlawan tanda jasa
Sebagai kejiwaan leluhur begitu bersimpuh
Pancarkan bangsa tanpa pamrih

Surabaya, 2017

Tentang Penulis


M Ivan Aulia Rokhman, Lahir di Jember, 21 April 1996. Mahasiswa Universitas Dr Soetomo. Karyanya dimuat di koran lokal dan Nasional. Beberapa puisinya juga dimuat dalam antologi Bukan Kita (2017), My Teacher (2017), Syair dalam Nada (2017). Bergiat di FLP Surabaya, dan Komunitas Serat Panika. Seorang Penulis ditengah Berkebutuhan Khusus.
Alamat Korespondensi : Jalan Klampis Ngasem VI/06-B, Sukolilo, Surabaya, Jawa Timur, 60117


Tidak ada komentar