Semarak Puisi Malam Minggu (edisi ke-64)
SEMARAK PUISI MALAM MINGGU (edisi ke-64)
DARI REDAKSI
Kirimkan puisimu minimal 5 judul dilengkapi dengan biodata diri dan foto bebas dalam satu file ke e-mail: riduanhamsyah@gmail.com. Pada subjek e-mail ditulis SEMARAK PUISI MALAM MINGGU_edisi ke-65 (malam minggu selanjutnya). Redaksi akan memberi konfirmasi pd penulis yg karyanya dimuat. Bila dalam 1 bulan puisimu tidak dimuat maka puisi dinyatakan belum layak. (Mohon maaf sebelumnya laman ini belum dapat memberikan honorium). Salam segenap redaksi.
KARYA BERSAMA
PUISI PUISI ISMI SOFIA ANANDA
BUNDA
Di keheningan malam di antara keremangan cahaya
engkau tak henti memohon memanjatkan doa pada Yang Esa
engkau pinta kekuatan, iman dan tabah menghadang sebuah ujian
sementara kebahagiaan adalah masa depan, untuk mereka yang engkau sayangi.
Bunda--
di dadamu kepala ini terasa tentram
segala carut, juga kalut yang nengitari, mengusum di ingatan memudar
ketika lembut belaianmu, dan gemulai sentuhanmu nyata di hitam rambutku.
Malam mengabun embun geliat waktu memacu kelam
di hamparan sajadah itu, engkau curah segala puji pada-Nya,
adalah syukur yang tak terhingga
yang kau urai dengan bening airmata.
Bunda--
betapa mulianya engkau
tubuhmu yang renta bukanlah aral bagimu 'tuk mengabdi
memberi sepenuh hati
seperti pagi yang berseri
engkaulah sang mentari.
Jakarta, 1 Mei 2017.
TEGAR
Seperti pagi tak bermentari
begitulah ia arungi hari
hidup mengurai mimpi
tanpa ada sanndaran hati.
Sepi adalah teman sejati
ketika malam datang menghampiri
berbekal keteguhan hati
heningnya sang kelam ia masuki.
Ia seorang ibu yang tegar
sang bidadari yang sabar
di usianya yang muda
telah ia coba menggenggam derita.
Di atas sebuah ranjang
wajah polos si buah hati
yang pulas tertidur ia pandangi
ia belai rambutnya dengan lembut.
Maafkan ibu sayang
lirih suaranya bergetar
meskipun kita hanya berdua
percayalah cinta dan kasih sayang ibu hanya kau seorang.
Jakarta, 01 April 2017.
JANGAN PILIH AKU
Asmara telah kita bina
berbagi kasih sayang berdua
saling percaya setia dalam jiwa
mengisi hari senyum ceria.
Bukan aku menolak indahnya cinta
karena rinduku pun juga sama
padamu keresahan ini berlabuh
mendekap mimpi-mimpi.
Namun aku tahu ada bunga yang begitu setia
rela berkorban untuk sang kumbangnya
tidak mungkin diri menari indah di atas kerelaannya
walau ridho dan restu mengiringi langkah.
Jangan pilih aku
bukan karena aku tak cinta atau ragu
biarlah rasa ini abadi selalu
sayangi dirinya, andai engkau mencintaiku.
Jakarta, 01 Mai 2017.
SAMUDRA DZIKIR
Ketika senja temaram
dan terang datang dari gelap
aku terpenjara dalam khayal sendiri
bahteraku kini di samudra-Mu.
Layarku mengembang di cakrawala
sedangkan angin berhembus
sapas sukmaku menyibak-nyibak samudra dzikir tak pernah berakhir
hilangkan pikiran sejenak dalam tafakur.
Mutiara tak pernah hilang
harapan kini tinggi menjulang
bercahaya di dalam dada
tak ada lagi gerak dari kata-kata yang biasanya datang dan pergi.
Hanya satu kata sekali kusebut
aku tiada dan mutiara tenggelam di airmata
Cinta kasihku bersembunyi bersama samudra dalam menyebut asma-Mu.
Jakarta, 02 Mai 2017.
SIMPAN SEMANGATMU DI SINI
Serasa baru kemarin kita duduk sebangku dan bercerita
tentang dalamnya tasik dan laju angin
meski kadang napasmu memburu dan jantungmu berdetak perlahan.
Kalimat-kalimat di matamu
tersusun rapi seakan hendak berpacu dengan waktu.
Sahabatku--
aku mengenalmu melebihi dalamnya malam
tentang asamu sekuat karang
tentang inginmu melukis langit
namun kehendak Tuhan adalah pasti, tanpa tirai dan tawaran.
Sahabatku--
relakan ragamu berbaring tenang
agar jiwamu khusu menghadap Tuhan
namun simpanlah semangatmu di sini
untuk kuteruskan keinginanmu
lalu kukirim dengan Al-Fatihah.
Selamat jalan sahabatku
semoga tempatmu tenang di antara kekasih Tuhan.
Jakarta, 02 Mai 2017.
JUBAH RASAKU
Hembusan napasku selalu ada rindu
rindu yang kini kian tak menentu
di dalam bayang-bayang semu
rasa tersemak menderu di kalbu.
Karena namamu telah terukir di hati
merasuk dalam aliran darah
menembus ketulang sendi denyut nadi
lenamu yang penjang lusuhkan jiwaku.
Dan-
kini senjaku mulai menjelang
di atas angkasa yang gemintang
mewarnai jingga di balik awan
seberkas pelangi yang kuhadirkan.
Mendamaikan hati sejujkan jiwa
mendambakan elok di sudut mata
karena wajahmu bagai purnama
cahaya merona jingga di batas senja.
Dan sampai saat ini, aku masih tegak berdiri menunggu sang malam di altar sunyi
seiring waktu dalam putaran hingga malam pun kian membentang
sepi dan sunyi kurasa, kelamnya malam
yang ada hanyalah ilusi diri
karena fatamorgana, membuai delima.
Jakarta, 02 Mai 2017.
MAAFKAN AKU
Kutulis sajak ini dengan akrasa sederhana
bukan aku tak memintalnya indah
menjadi pelangi senja atau lukisan purnama.
Lama aku memunguti, mencari kias sebuah makna
namun mendung di kepalaku juga tak berarti hujan.
Sayang katakan padaku
di sudut mana aku mencari titik noktah di batinmu?
Sayang
sajak ini adalah rupa tak berwujud
yang kukirim sebagai ungkapan maaf
semoga angin mengantarnya sebelum pintu di hatimu tertutup.
Sayang
mungkin jiwaku hanya hujan
yang kadang dirindu pun disesali
maka maafkan khilafku.
Jakarta, 02 Mai 2017
AKU DIA DAN DIRINYA
Aku menemukanmu, kala dada kembali hampa
kembali duniaku perlahan terbangun
setelah hilang ditelan belantara.
Serupa kedatangan dia
perlahan seakan semua hanya mimpi.
Yach--
ini mimpi yang nyata
datang saat sadarku mengurai kata
terbalas syair di seberang
mungkin terbawa waktu, hingga tutur kata tak lagi mendayu,
lalu hilang malamku terbawa bayu
kembali hati hanya beradu.
Tuhan memang selalu baik, mengantarkan bait-baitku tiba ke pintu hatimu
hingga semua kurangkai dengan hiasan baru.
Terima kasih Tuhan
aku, kau dan dia adalah satu dari rencana terbaik-Mu,
karena aku tahu hidup ini kelak hanya tinggal cerita dan kenangan.
Jakarta, 02 Mai 2017.
Nama: Ismi Sofia Ananda
Alamat: Depok 2 Timur
Pekerjaan: Wiraswasta.
PUISI PUISI NENI YULIANTI
CINTA DI RUANG PAJAK
Sungguh, telah kurapihkan bahasa hati yang tersisa
di atas meja pajak tinggalkan jejak hari yang angkuh, mencoba memahami rasa yang membelenggu di dada.
Ada desiran angin bahagia menyejukkan ruang pikir
kala kau bawakan kembali secangkir harap di antara kerumunan, mengalimatkan senyum sipu, canggung menghitung jantung yang berdetak di depan komputer.
Namun-
persimpangan jalan antara kau dan aku, membatasi semua rasa yang berserakan, redamkan tarian pelangi.
Ya, ya di sini di ruang pajak tempat kita mendapati warna merah muda.
Kembali kemasi rasa, berharap tak terpotong pajak cinta.
Cirebon, 12 Mei 2017.
AWAN KUSUT DI KHATULISTIWA
Hai-
tuan penguasa yang duduk di kursi
sudahkah kau tengok negeri ini?
ada banyak warna yang belum terpecahkan, tertumpuk di pundak pertiwi.
Katanya kaya akan alam melimpah ruah
yang terbentang dari Sabang sampai Merauke
makmurkan rakyat, cukupkan jatah pangan ekonomi agraris di garis khatulistiwa.
Katanya tak perlu risau masalah pailit, sebab pengusaha tak boleh pelit
beban pajak ditanggung rakyat, sembako tak terjangkau di tangan jelata,
menjerat kaum yang tak berdaya.
Masih menutup mata dan telingakah?
Atau membungkam mulut seribu bahasa.
Kami dengan sejuta harap padamu tuan, mengurai benang kusut di antara kerumitan negeri.
Cirebon, 12 Mei 2017.
Penulis : Neni Yulianti, bertempat tinggal di kota Cirebon, kegiatan bekerja di perusahaan swasta, menekuni dunia menulis puisi, Neni Yulianti belajar menulis di sebuah komunitas dunia maya yang diasuh beberapa narasumber dari KOMSAS SIMALABA. Dan Rutin karya karyanya dipublikasikan di media online
PUISI PUISI BUNDA SWANTI
UNTUK YANG KUSEBUT SUAMI
Setiap hari menyanjung patuhi semua aturan
takut membangkang.
Siapkan semua baju hingga sepatu, tak pernah ingin penampilanmu lusuh.
Menjinjing tas berjalan gagah,berangkat mengais nafkah.
Di rumah tinggallah daku, penuh khusuk meminta
agar kau dijaga dan kembali pulang dengan selamat.
Sayang-
banyak yang lupa, bila di rumah
ada sosok bidadari cantik menunggu penuh cinta.
Rokan Hilir, 13 Mei 2017
HERPES
Ketika tamu itu datang,
menerjang garang
remukkan raga.
Tamparan mendarat telak di seluruh sendi, torehkan luka merah bagai delima.
Nyerih tumbuh subur,
menyakitkan jiwa.
Akhirnya-
terpekur tundukkan kepala
mengeja masa berlalu sia sia.
Tak kuasa menahan tetes demi tetes air mata
ternyata begitu lama memeluk alpa.
Rokan Hilir, 12 Mei 2017
SI CANTIK DARI SEBERANG
Di sela hamparan padi yang menguning, menyembul beberapa kembang
wanginya terhantar hingga ke seberang.
Kembang elok mulai mekar,
malu malu bila tersentuh bayu.
Pesonanya begitu menggoda, ingin segera memetik untuk hiasi jambangan.
Kembang elok penuh duri,
tak mudah disentuh
sungguh rupawan nan klasik.
Cantik-
menggoda kumbang seberang, terbang pertaruhkan jiwa demi bunga rupawan.
Rokan Hilir, 11 Mei 2017
JUJUR TERPAKSA
Duhai candamu malam tadi
di bawah purnama syahban mengulas kisah lalu.
Dulu-
betapa bahagia engkau,
jika telah melihat sosokku
meski itu hanya dari balik tirai.
Tak pernah mampu mendua, sebab terlalu istimewa.
Tak jarang paras elok karibmu menggoda
tetap berusaha setia,
sekalipun terpaksa.
Rokan Hilir, 10 Mei 2017
NISAN
Pada biji biji hari bergulir kekata penuh harap
ingin bersua pada sosok tercinta.
Mengemis penuh harap,
pada pertemuan yang mengharukan.
Namun-
sua tak kunjung tiba
hanya dedoa terhantar
padamu belahan jiwa.
Bayu hantarkan warta,
pupuskan semua asa
remukkan jantung.
Engkau yang siang malam kurindu, telah pun terbujur di bawah nisan.
Meluah seluruh air mata
banjiri jiwa raga
seolah tak mampu tertegak
lumpuhkan semua sendi.
Ayah ...
kemana mencari peluk kasihmu?
Semoga bahagiamu
dalam pelukNya.
Izinkan daku sambangi nisanmu, walau hanya gundukan tanah ku temui
pasti akan sangat bahagia.
Rokan Hilir, 9 Mei 2017
Tentang Penulis: Bunda Swanti, seorang ibu rumah tangga.
Hobi baca puisi. Tinggal di Desa Bangko Lestari, Kecamatan Bangko Pusako, Kabupaten Rokan Hilir, RIAU
PUISI PUISI NURIMAN N. BAYAN
PUISI TERIMA KASIH
(Teruntuk Riri Anggreini)
Bismillah
kepadamu
yang tak sempat diucapkan sungai kepada daun.
Semoga Tuhan menjagamu
di tiap tiap musim tanpa cuaca.
Ternate, 10 Mei 2017.
SEBAB ENGKAU TERLAMPAU BERLAYAR
Ti, sudahkah sunyi membelah dadamu?
merenungkan nasib buruk,
yang keluar masuk dalam dadaku
atau seribu awan masih bergantung di kepala.
Hai, berapa banyak puisi mesti menikam ke dalam nadi?
agar harapan harapan
kecil dapat hidup
dalam catatan harianmu,
sedangkan bahasa ombak terus mati
dan bahasa dari sungaimu belum bisa aku tebak.
Ti, kapan, engkau menjadi kekasih hati
di antara jarak berlipat-lipat
tapi rindu seratus purnama?
sementara kata kata menikum dari jeram itu
tak pernah kutemui,
sebelum musim penantian melepas sayap sayapnya
dan cuaca meletakkan iklan iklan baru di papan papan reklame.
Lalu apa arti ayat ayat terbang di udara,
dan sejak kapan Tuhan mengajari kita arti kalimat lupa?
sehingga di tiang layar, di pohon pohon kenangan
di bangku bangku tak bersekolah
aku hanya bisa merawat ingatan demi ingatan
sebab engkau terlampau berlayar
sering lupa kalimat pulang.
Ternate, 09 Mei 2017.
CATATAN HUJAN
Hujan masih saja bertandang di kota ini
entah, tapi terasa tubuh Gamalama
belum benar benar basah
meski dingin terus menusuk ke pori-pori.
Ada gigil dan gumam saling beradu, merebut
sisa sisa waktu yang tergeletak di atas meja
tapi pesan dari Halmahera,
belum bertamasya terlalu jauh.
Ternate, 9 Mei 2017.
PEREMPUAN SAKTI
Bukan cuma sakti!
tapi ia begitu cantik
bahkan sangat menggoda.
Ketika ia bertamu di kamar ini
kubelai-belai rambutnya
kucium pipinya hingga puas
baru kutidurkan di ranjang
yang bukan milik siapa-siapa.
Ia tak pernah nyenyak
jika sebuah sentuhan belum benar benar mampu
mengantarkan mimpinya
ke dunia-
dimana orang orang berjalan
sambil menggendong kata kata
dan berbicara dengan bahasa masing-masing,
lalu diam diam mereka singgah di warung warung
menyeruput segelas teh manis atau secangkir kopi pahit.
Kemudian-
di suatu kelak, mereka datang mencumbuinya
sebab ia, salah satu perempuan
penunjuk jalan pulang.
Ternate, 09 Mei 2017.
BELAJAR MEMBUNUH
Ketika engkau telah kubunuh
dari pandangan ini
itu pertanda, aku mencintaimu
maka-
berpindahlah ...
dan tetaplah hidup
sampai nanti.
Ternate, 08 Mei 2017.
BELAJAR MENGGANTI SELERA
Sejak keganjilan malam itu,
bersamaan dengan huruf huruf
menyerang dari layar ponsel
aku pun belajar membenahi tubuh fajar,
mengganti kulit demi kulit
dan meletakkan secangkir senja di meja puisi.
Aku belajar mengganti selera
dan melabuhkan kapal kapal itu
di pelabuhan ingatan
dimana siapapun tak bisa mengunjunginya
sebab kuyakin, ia baik baik saja di sana
meski dengan sedikit rasa kehilangan
karena Tuhan pasti menjaganya.
Ternate, 07 Mei 2017.
PERGILAH DENGAN KALIMAT
Sudah kutanam namamu di kaki hujan
maka pergilah dengan kalimat
biar kata kata saling memukul
bulan bulan berkelahi
hingga menyatu.
Rampas saja bahagia dari kota ini
lalu pergilah dengan kalimat
ke punggung punggung gunung itu
ke kampung kampung yang dicintai orang orang
dimana-
setiap lelaki adalah kata kata
setiap perempuan adalah bahasa
dan setiap anak anak adalah puisi.
Pergilah, pergilah dengan kalimat
sungguh, layar ini masih tegak
dan perahu belum benar benar koyak
meski berulang kali dihantam ombak.
Pergilah dengan kalimat
biar doa doa berhamburan di laut ini
dan diam diam membunuh api dari tungkunya.
Ternate, 08 Mei 2017.
AKU BUKAN HALIMUN
Aku bukan halimun dalam mimpimu
atau awan yang bergerak dalam hati.
Aku seekor anjing gila
dikejar-kejar oleh peradaban
dan berulang kali menjadi ombak.
Maka berikhtiarlah-
biarkan kata kata bertengkar
dan berdamai
pada hulunya sendiri.
Ternate, 05 Mei 2017.
TENTANG KITA
Kita; telaga kecil dari danau yang besar
dan setapak bagi orang orang
yang melupakan jalan pulang.
Seperti burung burung kecil,
yang rela kehilangan lidah
dalam pertempuran kata kata
tapi kita akan hidup, di tiap tiap periode
sebab kita, ya kita
adalah ruh dan pintu sejarah.
Ternate, 07 Mei 2017.
KEPADAMU DI KAKI BUKIT
Bismillah
ini untukmu
tak sekedar kata kata tajam
yang tercipta dari lisan para pelipat
tapi ini sepenggal risalah
mungkin tak asing memburu ingatanmu.
Berbenahlah
sebagaimana engkau menghargai dua pelabuhan
tempat sampan-sampan berlabuh dan berlayar.
Sungguh, meski berulang-ulang engkau mendatangkan keganjilan
dan berulang kali aku terbakar
bahkan terkadang menjadi ombak
aku tak pantas memberi penghakiman.
Tetapi ingatlah-
nada dan irama, yang berkelahi di antara sajak
seperti puisi merekam namamu
di tiap-tiap musim
dengan cuaca yang tetap sama
sebab di sana, telah kutanam satu mantra
mungkin tak legam dihantam waktu.
Ternate, 07 Mei 2017.
PERTEMUAN KATA KATA
Ombak ombak masih saja berkecamuk di samudra ini
meski langit di kota itu berpintu kabut
dan senja semakin menebal di belalak mata.
Mari duduk di bangku ini
kita bicara yang ringkas ringkas saja
sambil menikmati gemuruh ombak
dan menghitung rencana rencana semula
karena barangkali kesepatakan kemarin masih bisa kita benahi.
Hai, tapi matamu itu,
bolehkah engkau pejamkan sebentar
agar tidak membidik terus-menerus
karena sesungguhnya,
ini adalah pertemuan kata kata.
Ternate, 06 Mei 2017.
MEREKAM JALAN PULANG
Terlalu banyak malam yang kuserahkan pada waktu
apa mungkin kutinggalkannya
tanpa mengenal rasa sakit?
Kembalilah kepadanya dengan ikhtiar
karena pagi segera habis
dan ketika anak anak ombak memanggilku
bukan jejak yang kutinggalkan
tetapi kata kata berhamburan di tubuh puisi.
Di sini, saatnya waktu merekam jalan pulang
dan waktunya engkau tertidur dalam puisi
untuk selamanya, ya untuk selamanya.
Ternate, 07 Mei 2017.
TARIAN SEPASANG SAJAK
Vi, seberapa getir ombak mengamuk dari pantaimu?
hingga butir butir pasir berlarian
sejauh tatapan melepas perhatian.
Bersabarlah Vi
meski suara berulang kali melayang di udara
adalah mimpi mimpi--
sebab di sini, di batas kota yang lelah
sudah kubacakan mantra berulang-ulang.
Itulah ... Vi
maka biarlah sepasang lukisan itu
mengajari kita arti tentang waktu.
Ternate, 06 Mei 2017.
TARIAN SEPASANG JIWA
Jika dua ekor mata sudah saling memberi isyarat
percaya atau tidak, bukan pisau pembunuh titian
tinggal doa-doa berkelahi dan meluruskan jalan hati
lalu menyatu menjadi sepasang sajak.
Bukankah anak takdir melompat belum terlalu jauh
dan kehendak Tuhan,
adalah jalan kita untuk berkehendak.
Lalu-
keganjilan mana yang mesti kita pertanyakan?
sedangkan laut pantai ini telah berombak
bulan sudah menari-nari sedari kemarin
dan sepasang jiwa terlampau mengirimkan bahasa perjumpaan.
Ternate, 04 Mei 2017.
TARIAN DUA SERIGALA
Entahlah, gerimis dan riak petir malam ini menandakan apa
mungkin teguran dari langit
sebab kecaman Para Tetua telah dikukuhkan
pada pihak ...
dan dua serigala penyulut birahi
di panggung peninggalan moyang.
Mungkin saja mereka lupa, Nak
bahwa ini tanah Jazirah, bukan tanah roman atau kenangan
sehingga pinggul digoyang berbaju telanjang
dan banjir kemarin, sudah cukup merawat ingatan kita
tentang adat se atorang negeri ini.
Ya, ini Tanah Jazirah
lumbung berjuta misteri
negeri agamais
bukan negeri yakis.
Ternate, 2 Mei 2017.
Catatan:
Adat se Atorang = Adat dan Aturan.
SEGENGGAM SENJA DI HALMAHERA
Adakah langit yang lebih sunyi?
ketika matahari tergelincir ke barat
kemudian detik detik ingatan saling membentur.
Ini hari sudah beberapa musim
tetapi rindu tak juga remuk
pada hidupnya yang ringkas ringkas saja
melipat hari hari dengan biji doa
dan kami berlari
di atas embun dari tubuhnya
hingga tiba di puncak berpandangan.
Sungguh, masih ada cemas di hulu dada
tentang kedatanganku di purba itu
bersama gerimis yang terbengkalai
membajiri sepotong ruang.
Tetapi apalah arti sebuah ingatan
jika rindu hanya sebakul doa
sedangkan cinta-Nya menyelimuti semesta.
Ternate, 30 April 2017.
Tentang Penulis:
Nuriman N. Bayan atau lebih dikenal dengan Abi N. Bayan, lahir di Desa Supu Kecamatan Loloda Utara Kab. Halmahera Utara, Provinsi Maluku Utara pada 14 September 1990. Anak dari Hi. Nasir Do Bayan, dan Rasiba Nabiu. Anak keenam dari sembilan bersaudara.
Nuriman N. Bayan, Penggiat seni tulis, Pembina Komunitas Parlamen Jalanan Maluku Utara (KPJ MALUT), tergabung di Gerakan Mahasiswa Pemerhati Sosial (Gamhas-MU), dan Komsas Simalaba. Rutinitas mempublikasikan puisi di media online dan www.wartalambar.com. Serta beberapa puisinya, telah dibukukan dalam antologi bersama “KITA HALMAHERA” dan “EMBUN-EMBUN PUISI".
Alamat sementara : Kelurahan Akehuda, Kec. Ternate Utara
Email: abipaj@gmail.com
Facebook: Abi N. Bayn
No. Hp: 082271230219
PUISI PUISI INING RUSTINI
UNTUKMU KAUM ADAM
Hai kaum Adam
Jadilah sebagai imam
Sebagai panutan perempuan
Bimbinglah kaum Hawa
Dalam kebaikan janganlah bahan lecehan
Ajaklah menutup aurat
Bukan jadikan bejat
Yang akan menjatuhkan dalam sesat di akhirat
Jika istrimu dalam syariat Islam
Syurga pasti dalam pilihan
Akan menarik Suami dalam keberkahan
KSA, 9 Mei 2017
HASRAT
Kugelar sejadah malam
Menabur sebuah harapan
Dari satu tujuan hidup
Saat lelap Mata terkatup
Kunanti dan kunanti
Tebaran doa jadi bukti
Meraih mimpi tanpa ilusi
Dengan kecerahan dimiliki
Namun ujian terus berganti
Dari perjalanan selama ini
Tak surut berhenti
Hingga jiwa terpasung keraguan
KSA, 9 Mei 2017
SAHABAT
Sahabat kadang aku kesal
Sikapmu yang berasa benar
Dengan kepala batu
Tanpa menghiraukan nasihat
Sahabat kadang aku benci
Adatmu bagai besi
Keras tak perduli
Himbauan kanan kiri
Tapi aku yakin
Suatu saat akan kembali
Meniti jalan baik dan pasti
KSA , 9 Mei 2017
SERAT PAGI
Dingin-dingin berselimbut
Akan hari berkabut
Kelam dengan awan hitam bergelut
Mentari sembunyi tak menyinari
Pelataran tak hangat juga bumi
Hanya nyanyian burung kecil di dahan
Menanti cahaya siang hari
Persimpangan jalan tampak sepi
Sunyi tak seperti hari-hari
KSA, 9 Mei 2017
PEMULUNG
Propesi berubah saat hari
baru
Nampak ambisi semakin kuat
Dan gagah
Tak perduli cemoohan
Yang penting keuntungan didapatkan
Dari pagi hingga petang
Memungut barang rongsokan
Dari plastik dan besi buangan
Di kumpulkan
Walau kotor tak diperdulikan
Semangat terus lupa akan makan
Yang teringat keuntungan
Tuk masa depan
KSA, 9 Mei 2017
PUISI PUISI ENDANG A
AKU MENCINTAIMU
Aku mencintaimu, bukan seperti cahaya pagi
yang datang singkat ditelan matahari.
Juga bukan seperti angin
menghembus ke berbagai belahan dunia, tanpa adanya persinggahan tetap.
Aku ingin seperti ombak, bergulung bebas bermain hanya pada lautan lepas menghempas karang, keberadaannya terdeteksi oleh ruang dan waktu.
Salahkah, jika bermimpi menggapai matahari?
sedang kita bernapas di bumi yang sama
Lalu mengapa adanya pembeda.
Tuan ... baiklah akan kucongkel hatiku
kemudian mengabadikannya atas nama cinta
sebab kemuakan melewati ambang kesabaran.
Sedang aku mengorek roman picisan
berharap pada morgana yang berupa entah
meniduri ranjang sajak penuh kedamaian cerita.
Jakarta, 4 feb 2017.
JIWAKU IKUT BERSAMAMU
Aku hancur dalam riak gelombang yang terlalu dini menghempas
serpihanku berserakan di trotoar jalan
napas terbawa angin, menyapu kotak semangat menjadi terjatuh
lagi, sekali lagi gerimis menghujani Jakarta.
Lihat gigil ini, tak mampu lagi mendeteksi ruang keberadaan
sunyinya sangat menyakitkan
menyesakkan rongga dadaku yang rapuh ini.
Hai sang waktu!
mengapa mencuri kalimat terakhir perjalanan
lihatlah kini!
semakin memaki alamat kepulangan
dan segala umpat serapah menebarkan gumpalan penyesalan.
Jakarta, 5 Mei 2017.
BATAS SADAR
Di kala pencapaian maksud bertikai dengan masa
batang kalimat terlepas
lunglai dalam kata kias
mematikan rasa.
Kembali pada detik pengembaraan
melalui jalan setapak asing
hingga hadirnya dihadirkan
namun masih serupa bayang.
Menuju kembali pada napas lautan
mengelana berpijak kepada kehampaan
menyusuri deraian ombak menghantam kesunyian
melenakan batas kesadaran.
Rs pasar rebo, 5 Mei 2017.
SECARIK ASA
Kau adalah tungku asa
keberadaanmu adalah napas
mengalirkan hawa pemekaran
dalam kegamangan.
Sebab aku autologi
bergerak pada ruang ketulian
dan ingin menjadi azmat
pada pepohonan sajak.
Lihat gumintang di batas cakrawala
berdialog dengan bahasa hati
meniduri kemalasan
yang serupa keburaman harapan.
Kemudian melepas busur kata
untuk mewujudkan mimpi
menantang hunian kota
dengan kekuatan maha dewi
Jakarta, 5 Mei 2017.
Catatan kaki
Autologi ; ilmu pendengaran
Azmat : keramaian
DI UJUNG PENANTIAN
Kuparkirkan hatiku di sini
Sebab terlalu lelah menatap mentari
Serupa lambaian compang camping
wajah suram, menjengkelkan.
Esok kembali datang menceritakan rasaku pada ombak
bermain dengan badai
dan memeluk sunyi dalam keheningan malam.
Kemudian menerobos hutan rutinitas
untuk mencari makna sebuah kebutuhan
sambil menikmati wedang kopi
yang tak pernah kau sajikan manis
serupa hidup getir, penuh kepahitan.
Jakarta, 5 Mei 2017.
SISI MANUSIAMU
Untuk sebuah nama yang tak pernah kusebutkan
dan sebuah kenangan atas nama cinta
peluh ini terbungkus dari jejak air mata penghianatan
dan hanya satu napas, tertinggal untuk diagungkan oleh rasa.
Keseharian telah mengubah pondasi akal sehat
hingga tak berwujud manusiamu
meretaskan penyesalan sebuah kelahiran abad keramat
sebab duri telah menelan banyak nyawa nyawa sendu.
Hai tubuh tak berjiwa!
tumpahkan segala belenggu mata alam
selebihnya berikan materai kata
pembuktian dari renungan kisah keburaman masa.
serta jerit tangis wajah sajak di ruang kosakata.
Jakarta, 7 Mei 2017.
KISAH
Tiga dasarwasa
menantimu di ujung senja, sambil membelah matahari
menyusuri trotoar jalan, memaksa diri untuk memangkas cerita
sedang tulang belulangku terasa pedih berkali kali.
Masih terlalu pagi untuk mengemudikan perahu layar
sebab masih dalam pencarian jejak, mengapai pelita maharani dewi.
Muncul penyair sinting menjajal diri masuk kandang editor
tergopoh gopoh menatap surya yang mulai tenggelam
menelanjangi pikiran
memaknai tiap goresan menjadi pawai ibu kota.
Jakarta, 7 Mei 2017.
RINDU SAWAH
Lama tak kusapa hamparan sawah
hijau daun-daun menari di kedua bola mataku
dan lumpur-lumpur basah memenjarakan diri untuk menepi.
Jejak langkah kaki membuat perenungan senja kala itu, untuk membungkus rasa pada secarik kertas.
Tak puas menikmati deru napas sepagian
bersama semilir angin yang menyapa tubuhku
semakin terbuai, terlena oleh wejangan kopi
nikmat pengembaraan sore ini, serta hiasan mimpi, meretas manis di ujung mata hati.
Penyerbukan sempurna tersimpan
dari hari kehari mengetarkan ragaku
melesat hingga ke ujung langit.
Betapa indahnya syair minggu, beserta bonus tercapai batas kemaksimalan sebuah pematang
sekali lagi terbungkus nyanyian pedesaan.
Jakarta, 7 Mei 2017.
RUMPUT
Rumput merana
di batu--batu dengan pandangan dingin berapi-api
dekat matahari, merangkai picisan puisi
merayap diam tak bersua.
Perkasanya pohon beringin
tumbang, menyatu dengan rumput
sebab keretakan
tak mampu dikemas dan disentuh.
Kemudian-
sebatang rumput meratapi nasib.
terhina, terinjak menjadi mainan.
Sungguh tak adil, tuan
sejak lahir dibedakan
menjadi lembar hitam putih
lalu kalian acuh.
Sudah membuka mata
pada jarak lipatan waktu
selalu semu
menguliti desahan cinta.
Berkabung dari wajah bumi
menyibak pelangi
merangkum nurani
ternoda, sudah tak suci.
Jakarta, 8 Mei 2017.
NAMAMU
Telah kukalimatkan sebuah nama
meretas dalam sanubari
tumbuh dengan pengharapan
bersama sambutan napas pagi.
Wujudmu sudah bermaterai
tumbang mengupas jejak
menyemai butiran rasa
menyatu dalam kata kiasan dunia.
Meskipun rasa merangkai wujud
dengan lembaran cerita
namun serupa bayangan
hanya tertera di wajah sajak
KESIA-SIAAN
Telah ratusan kali kukalimatkan sebuah nama
namun serupa autologi
diam bercampur bahasa
dengan penopang ketulian
membuat para cahaya tak berwujud.
Kemudian berkisah pada senja
tentang keburaman masa
melotot penuh ringkasan amarah
berupa sebuah polah
tak terjamah.
JAKARTA, 10 MEI 2017.
PELUPUK MATA NILAWATI
Mei kebingungan
sejenak cerita memburam
terlepas poin-poin kebodohan
karena pesona aksara malam.
Kemudian bertatih merangkai kata
dalam lembaran wajah sajak
terbata mencari jejak
memunguti serpihan luka.
Kau yang terlena sejenak
atas rupa seorang kakak
menggiring menuju kehancuran
menari bersama kesenangan.
Pelupuk matamu serupa pagi
pijakan dini samar samar
hingga tak beralamat
batang kalimat berpangku tangan.
Jakarta, 10 Mei 2017.
CAHAYA MENYURUT
Engkau yang mengupas cerita dari balik jendela sastra
hitam putih, abu abu
bersama sebuah perjalanan
menyesakkan rongga dada.
Pion mengelupas
jatuh tersesat, lupa alamat
dunia seakan kiamat
dia bergetar miris.
Polosmu tersamarkan picik
kemudian raga tercabik
hingga melupakan pola bahasa
yang manisnya berupa perkasa.
Lembar cahaya menyurut
tapi tak pernah takut
petualangan sangat menarik
dari suara jangkrik jangkrik.
Jakarta, 10 Mei 2017.
MENCARI MAKNA HIDUP
Aroma khas menguap
dari butiran keringat orang-orang pinggiran
yang bertikai pada trotoar jalan
mencari jejak langkah kehidupan
di sudut persimpangan sebuah kalimat.
Ternyata masih gemar merawat luka
juga memeras air mata
pada gelombang kegetiran hidup
berupa lembaran kepahitan
hingga pecah dinding-dinding kesabaran.
Sebenarnya sudah mulai bosan, pada hawa ini
meski berpura-pura tegar
sebab lindap kesukaran
memenuhi tubuh sempoyongan.
Hai engkau, yang bersembunyi di bilik rasa
sudahkah mengupas pagi dengan percikan cinta?
sebab aku terlalu dahaga menyusuri badai
hingga linglung, lupa alamat kepulangan.
Jakarta, 10 Mei 2017.
MORGANA
Ketika wajah bumi hilang pesonanya
jangkrik jangkrik tersenyum bahagia
sebab mereka ingin menyodorkan fatamorgana dunia yang mengasyikan.
Sedang itu adalah dosa
lantas mengapa masih ingin menghirupnya
dan memangkas gerimis pada raut suram.
Bukankah kehidupan lebih baik tanpa adanya belokan curam yang memusnahkan kebaikan?
Atau jiwa jiwa telah mati nurani hingga melupakan arah jalan berpulang?
Sadarilah sebelum nyawa terlepas dan penyesalan membuahkan dilema kalimat penghabisan.
Jakarta, 11 Mei 2017.
PUISI PUISI Q ALSUNGKAWA
TRAGEDI DI AWAL SEMI
Isyarat yang kita fahami
dengan bahasa yang sama sama bungkam
bahkan
kita menggantungkan nasib pada cuaca.
Ketika angin dan hujan
bertengkar-
mungkin ia tak sengaja
singgah di ladang ladang harapan
dan
kenakalannya menggugurkan daun
juga butiran di sela ranting ranting kopi
hingga ia menggelinding di tungking tebing
menemukan nasibnya sendiri.
Hai, daun daun.
Adakan kita saling mengingat bisikan yang kita bungkam?
Sejatinya jiwa kita adalah sama
engkau bersarang di urat nadiku.
Angin, air, bahkan kita saudara
tetapinya
terkadang kita saling menggoda
dengan tanpa sadar
tercipta penyesalan.
Padahal
kita merindukan tibanya musim semi
dan kita berbicara bahasa syukur
atas nikmat yang kita nantikan.
Lampung Barat, 10 Mei 2017.
HUJAN SAMPAI SORE
Terjebak di sini.
aku mengintipnya di balik jendela
menghitung pesan pesan Tuhan
pada setiap tetesnya.
Hujan di sini
bahkan sampai sore
dibujuk mata, mengurai dingin ke balik kain kumal
yang bosan melindungi aroma yang sama.
Tetapinya
aku enggan kecewa
sebab Tuhan sedang mengajarkan filosofi hidup
tentang hujan sampai sore.
Kenapa makna ini harus kupungkiri?
Sementara jiwa itu jatuh pada urat urat yang menghijau
dan menyelinap di sekujur tubuh
menjelma energi, untuk tunaikan tiang hidup
17 diminimalkan saja.
Dan, kepada Tuhan yang menabur biji hujan
di balik jendela
aku
membaca pesan.
Lampung Barat, 10 Mei 2017.
MBAH DINGIN
Kami menyebutnya: MBAH DINGIN. Yang engkau sebut: ABUNG.
Ia yang selalu mengirimi kami sebuah bingkisan
hingga kami berpura-pura berlindung di balik selimut
sebab ia selalu mengajari kami, untuk mengawetkan kesabaran.
Katakanlah kerinduan itu!
Kami terbiasa menunggu, kami juga tak pernah memelihara kebencian
pada orang orang yang melupakan alamat ini.
Sesungguhnya kalimat yang berbisik
adalah dentaman di dada, apalagi terucap sebelum jejak bergerak.
Akhirnya kamipun mengerti kekata rindu
yang serba terikat oleh aturan orang orang yang mengaitkan nalurinya pada sestem, yang tidak mengerti kebahagiaan sesederhana mungkin.
Kami juga merindu, dan secangkir kopi ini
bahkan membenturkan tubuhnya ke lantai
mungkin ia merajuk
atau mabuk
tetapi kami tak pernah kecewa sebelum ini.
Untung saja bahasa yang engkau ajarkan itu bisa sedikit marah
sebab aku
tak pernah mengangkat kepalaku.
Lampung Barat, 11 Mei 2017.
MEMBACA PESAN MALAM
Malam.
Yang menutup senja
aku yang engkau bawa jauh ke dalamnya
meraba-raba pesan tersembunyi.
Ketinggalan jauh, ketidakmengertianku di tubuhmu
sementara jasadku
disibukan pada mimpi mimpi yang kemarin.
Kita yang sepakat bersembunyi
tapi mengintipnya lewat puisi
membaca sajak sajak malam
tentang nurani yang dipaksa berpaling.
Adakah kita mencuci kenakalan ini?
dan getarnya terus kita bujuk
padahal sudah sepakat
bahwa kita menyebutnya
malam, merindu.
Lampung Barat, 12 Mei 2017.
Tentang Penulis: Q Alsungkawa, bergiat di komunitas sastra di Lampung Barat (KOMSAS SIMALABA), ia mempulikasikan puisi-puisinya di media online www.wartalambar.com, Saibumi.com dan Lampungmediaonline.com. Puisi puisinya juga tergabung dalam buku antolog EMBUN EMBUN PUISI, EMBUN PAGI LERENG PESAGI, dll.
Tidak ada komentar