HEADLINE

Semarak Puisi Malam Minggu (Edisi Ke-59)


SEMARAK PUISI MALAM MINGGU (edisi ke-59)

DARI REDAKSI
Kirimkan puisimu minimal 5 judul dilengkapi dengan biodata diri dan foto bebas dalam satu file ke e-mail: riduanhamsyah@gmail.com. Pada subjek e-mail ditulis SEMARAK PUISI MALAM MINGGU_edisi ke-60  (malam minggu selanjutnya). Redaksi akan memberi konfirmasi pd penulis yg karyanya dimuat. Bila dalam 1 bulan puisimu tidak dimuat maka puisi dinyatakan belum layak. (Mohon maaf sebelumnya laman ini belum dapat memberikan honorium). Salam segenab redaksi.

KARYA BERSAMA

PUISI PUISI ABRORIL KHOLIDI

KERINDUAN

Kutitipkan untaian rindu pada bayu yang menerpa.
Untuk bunga hati yang menyenandungkan lagu kalbu sederhana,
menari menginjak-injak waktu, menumpuk asa di balik bebatuan licin di ujung jalan dan tenggelam dalam genangan memori yang kian beriak.

Di celah dimensi relungku
tersisipkan duka akan kepergianmu.
Inikah sebuah drama atau inilah jalan setapak yang kau inginkan.

Sukau, Lampung Barat 17 Februari 2017


HUJAN FEBRUARI

Tertatih jiwamu menahan perih.
Terus mengelak dari gelapnya malam kelam.

Deru angin kian menusuk kalbu diri,
malam pun ikut menangis.
Meratapi nasib sahabat yang kian rumit dengan sejuta dusta dan murka.

Sukau, Lampung Barat 6 Februari 2017


PUNGGUNG PERADUAN

Inilah aku,
sang penjemput asa.
Mengalunkan nada detakan demi detakan
mengayunkan tinta guratan demi guratan
melafalkan puisi rindu pujangga kesepian.

Kini-
di pembaringan aku bersandar dan terlelap,
menyandarkan asaku yang tak kunjung puas
menunggu asamu yang tak kunjung melintas.

Sukau, Lampung Barat 23 Maret 2017


HARAPANKU

Ibu.
inilah aku.
Anakmu dengan sejuta harap dihatinya.
Bersusah bermandi peluh,
hanya demi menggapai bintang di  penghujung malam.

Bapak.
entah sampai bila aku bisa tertawa.
Kerongkongan kini tersendat, dada pun penuh sesak, mata pun dingin bergenang bulir air mata.

Ibu, Bapak.
Doakan aku jaya
demi kebahagiaan jiwa serta raga ibu dan bapak.
Kini, kususuri jalan setapak mencari titik akhir perjalan panjang ini.
Diri kini dilumat duri jalanan, namun kan tetap bertahan mesti tersayat belati air garam.

Sukau, Lampung Barat 28 Maret 2017


SURATKU

Renungi.
Kutuliskan surat ini kala bayu menerpa,
di saat kilat bersambut memainkan melodinya
ketika rindu membuncah dan kian menggelora.

Pahami.
Hati ini sendu, lidah pun kelu.
Hanya jari ini yang tetap licik mengguratkan pena merangkai kekata.

Terimakasih.
Kepada napas yang mengajarkan kuat.
Penopang di kala tumbang dan pengindah di saat aku merebah.

Sukau, Lampung Barat 06 April 2017.

Tentang Penulis: Abroril Kholidi adalah salah satu murid SMAN 1 SUKAU. Ia tinggal di kec Sukau, Lampung Barat. Abroril tergabung di sebuah komunitas sastra (KOMSAS SIMALABA), ia giat  berlatih dan mengasah bakatnya di sini.



PUISI PUISI NURIMAN N. BAYAN

LAUT BIJAK
(Sang Guru Riduan Hamsyah)

Adalah Ia, sang perangkul anak anak sungai
dan peka menciptakan ombak
bahkan sangat luhur memberi deburan
hingga terantarlah segala rindu 
ke pantai republik.

Ternate, 25 Maret 2017.


SEGENGGAM INGATAN

Sekian lama, kita tak saling menjunjung 
di antara mesin waktu dan catatan matahari
tanpa sebab atau dupa kenangan
yang memuntahkan darah
di tiap tiap bangku sejarah.

Namun fuli pala- 

di pohon ini, tetap merah
bahkan buah cengkeh 
belum tumbang dari tangkainya
walau sekarang sudah bulan April.

Ternate, 04 April 2017.


TARIAN HATI

Aku ingin membidik hatimu
laksana hujan menikum 
kepala Desember.

Ya, lalu diam diam-

anak anak kalender pun basah
dan aku membasuh 
dengan tangan dari langit.

Ternate, 06 April 2017


PELANGI

Meski purnama terlampau jadi sabit
tapi pelangi tetap indah
di langit langit kota ini.

Dan aku, telah meringkas sabit itu ke dalam puisi
sedekar merawat ingatan, demi ingatan
sebab kenangan tak lebih indah dari tunangan.

Ternate, 04 April 2017


AKU

Aku, hanya sebait raga
dan sepenggal jiwa
yang keseringan berlayar di laut mati
dengan perahu yang koyak.

Namun-

ringkaslah aku dalam bahasa sederhana
meski perahu pelayaran ini begitu dekil
sebab kita berlayar dari pelabuhan yang sama
ya, dari pelabuhan bunda, dengan ringkasan kalimat Tuhan.

Ternate, 24 Maret 2017


TENGOKLAH HATIMU

Patahkan sajah tubuh ini
biar terhempas jadi puing.

Tetapi-

sebelum itu
tengoklah hatimu, berapa dalam
ia menyimpan dendam.

Sebab-

Tuhan tidak menciptakan kita dalam bahasa yang kelam
melainkan dengan Satu Nur yang Abadi.

Ternate, 24 Maret 2017


BIAR KUANGKAT KATA KATA

Biar kuangkat kata kata
bertarung di langit
untuk mencari cara
menggenggam tanganmu
dan menarik kakimu
dari kecipak hujan masa lampau.

Sebelum samudra mengering
dan sungai menjadi liar
serta langit dipagari seribu kabut hitam.

Ternate, 24 Maret 2017


OMBAK OMBAK PEMULA

Di laut hambar ini, kita belajar saling meraba
bahkan saling mencicipi rasa asin
dengan tekad dan bahasa masing masing
tetapi kita bukan mendung, yang menciptakan dua kemungkinan.

Kita hanyalah ombak ombak pemula
penangkal arus asing, pengeja butir butir pasir
bahkan terkadang menjadi puisi
walau tak seindah kata penyair.

Namun kelak, manusia akan mengerti
siapa loyang, siapa emas
meski untuk sampai ke pantai republik, bukanlah hal mudah
tetapi kita tahu, Tuhan dan alam punya rencana.

Maka mari!
Kita ciptakan riak di antara debur
meski gerak air tetap menghantam
dan matahari masih membakar.

Ternate, 05 April 2017


MEMAKNAI BAHASA HUJAN

Pernahkah engkau memaknai bahasa hujan?
Tumpah dari seribu awan, di kakinya
seorang lelaki menghela-hela segerobak luka.

Lalu di suatu tempo, ia didatangi seekor merpati
dalam satu musim, ia hinggap di ranting tubuhnya
sambil menguliti kulit-kulitnya
tapi di satu musim pula, merpati itu pergi
tanpa meninggalkan sesayap alasan
hingga tiba tiba jejak itu naik ke langit
di sana, aku melihat aksara bertulisan (air mata).

Tetapi-

dalam diam, aku tak melihat apa-apa
hanya sebias cahaya, menguap dari tiap tiap kelam
entah apa, mari kita bertanya kepada hujan.

Ternate, 06 April 2017.

Pentang Penulis: Nuriman N. Bayan (Abi N. Bayan) tinggal di Supu, Kec. Loloda Utara, Kab. Halmahera Utara, Provinsi Maluku Utara. Abi N. Bayan, Penggiat seni tulis, Pembina Komunitas Parlamen Jalanan Maluku Utara (KPJ MALUT), dan tergabung di Gerakan Mahasiswa Pemerhati Sosial (GAMHAS-MU). mempublikasikan puisinya puisinya di media online www.Wartalambar.com.
Facebook : Abi N. Bayan
No. Hp : 082271230219



PUISI PUISI BUNDA SWANTI

MATI RASA

Wahai biji aksara, tolong pinjami diksimu
Ingin kuarsir lagi harmoni cinta, lewat kanvas maya.

Begitu gulita jalan ini, langkah kian limbung.

Pada lumbungmu, izinkan kutata kembali
menjalin tiap untaian, ingin menggubah sebuah jiwa.

Rokan Hilir, 7 April 2017


AKU BUKAN AKU

Cermin retak ketika terpantul wajah
raut  terlupa pada guratan yang sama.

Merasa asing pada sosok tunggal, bagai dua sisi mata uang.

Aku hitam, aku putih
menyatu pada raga berperang saling hujat.

Mana, di mana aku yang dulu?

Rokan Hilir, 6 April 2017


NANDA

Balut luka hati, penawar rindu
Ada dalam duka, hadirkan penawar.

Senyum tawar berubah menawan.
Nanda ....
Kau hadiah terindah, inginku indah selamanya.

Manis---

manja dalam dekap, gagah kala menghalau durjana.

Rokan Hilir, 5 April 2017


TINTA HITAM

Sampah berserak di serambi, kotori altar putih.

Kuhalau dengan tinta yang kupinjam, akan kuarsir setiap helai menjadi permata.

Sebab yakin telah meluah, dari dada kiri yang pernah luka.

Begitu kejam kuliti luka, cukai tanpa belas kasih.

Tinta hitam, kau selamatkan raga renta.
Hingga mampu tegak, walau masih sedikit limbung.

Tinta hitammu akan kuhunjam, dalam ingin kutancapkan pada semua serpih.

Rokan Hilir, 4 April 2017


SYAIR KAKU

Bersama hening pagi, awali inspirasi tuangkan imaji.

Puisi terhantar lewat bait, berayun manja pada bening embun.
Bertengger di cela daun sampaikan sejuta sejuk.

Indah rasa kau titipkan, begitu cantik hiasi jambangan hati.
Pesona wanginya menawan, buatku semakin karam.

Tenggelam dalam buai, gubahan diksi.
Arusmu begitu deras, hanyutkan semua.

Rokan Hilir, 3 April 2017.


Tentang penulis: Bunda Swanti, Seorang ibu rumah tangga yang Hobi baca puisi. Ia Tinggal di desa Bangko Sempurna, Kecamatan Bangko Pusako, Kabupaten Rokan Hilir, Riau.



PUISI PUISI AAN HIDAYAT

LUMPUR MERAH PADA KEMEJA PUTIH 


Hai kawan... hebat nian dikau, sehingga kau hakimi hembusan nafas kehidupan ini. 

Padahal lumpur merah masih melekat pada kemeja putih, dan aroma peluh ini masihlah anyir. 

Oh ....

Rupanya kau lupakan juga sepatu kesayanganku yang hilang sebelah kanan. 

Hai-hai ....

Baiklah kawan, akan kuseka sendiri goresan luka ini, karena sejatinya hidup adalah pertikaian urat saraf, dan pertanggungjawaban kepada sisi kehidupan yang lain. 

Lampung Barat, 22 Maret 2017.


ADA SESAL DI RUANG INI 


Di ruangan sempit ini, berjuta rasa kini tertumpah. 

Tentang warna-hari juga segala gelisah, mengapa diri terhempas tanpa daya, mengapa? 

Mengenang kembali jejak-jalan yang menuntunku ke sini, termangu, bisu, hanya menatap hampa udara panas.

Sesal---

yaa! sesal berteriak, memaki diri, karena mendung telah menetas hujan, dan aku terhanyut dalam lumpur indah itu... lalu terperangkap.

Lampung Barat, 21 Maret 2017


SEGENGGAM DOA 

Melangkah dari penantian, tersebab hari telah beranjak dewasa. 

Menapaki kembali titian yang belum sempat kupahami arahnya. 

Secangkir senyum segenggam doa dalam kantong asa, temani hari-hari bertikai. 

Agar gugusan waktu yang tertinggal, mampu berikan alamat pulang dari langkah sempoyongan menuju senja kedamaian. 

Lampung Barat, 19 Maret 2017


IKAN-IKAN HILANG INGATAN 


Dan kutitipkan senyum pada batu-batu bisu, karena air dari hulu jauh telah mengering. 

Entah kemana pergi mata air, yang biasa hadir melepas dahaga. 

Lihatlah ...

endapan pasir hitam mengering di muara, dan ikan-ikan hilang ingatan. 

Setetes harap---

semoga di hilir sungai, air masih menggenang meski taklagi mengalirkan kasih sayang pada alam.

Lampung Barat, 19 Maret 2017


PINTALAN HIDUP ANAK TROTOAR 

Berjuta jejak telah berlalu, tersungkur lesu pada sudut kelu, kutorehkan kalimat pulang
dan menyederhanakan catatan yang terlanjur usang. 

Bertemankan digit ponsel, meramu imaji, 
tentang tanya yang belum  terkemas
dalam sujud, merapalkan mantra dalam sajadah biru. 

Gumpalan rindu kini menggunung, tentang dekap manja pada ibunda, juga canda ayah di ruang makan. 

Namun tetapinya...
pintalan hidup mengikat hasrat, jalani hari pada trotoar jalan, bertikai dengan warna-warni kehidupan.

Lampung Barat, 20 Maret 2017.



PUISI PUISI NANANG R

MEMBACA KALIMAT ESOK

Seperti malam,
dinginnya melipat angan atau mencipta impian.

Selanjutnya replika kapas
bergantian menetas di tiang-tiang temaramnya lampu taman
dan sesosok bangku yang sepi.

Ia, seperti menunggu
dentam klakson menyapa
sebab detik berikutnya adalah menentukan pilihan.

Kini separuhnya malam,
kau tahu itu!
Dan kembali esok
adalah aroma asin.

Banjarnegara Jawa tengah 17 Maret 2017


SETELAH HARI INI

Sunyi sepasang mata,
telah kembali rujuk 
kepada malam
sebab senja telah telah dicerai beberapa jam
yang lalu.

Banjarnegara Jawa tengah 28 Maret 2017.

Tentang penulis: Nanang romadi tinggal di Banjarnegara  Jawa tengah. Nanang R bergabung aktif dalam sekolah sastra ( KOMSAS SIMALABA)
Hp: 081519180004
Wa: 0815 19180004
Fb: Nanang Romadi
Pin: D65AB0C7


PUISI PUISI Q ALSUNGKAWA

BAHASA LELAKI

Lalu apa kalimat yang lebih dari puisi?
Untuk menguaskan warna mesra
sebab aku, kita juga engkau adalah Sajak-puisi.

Hai, engkau yang sebutir embun, cukup melumat aku sekujur daun
menyematkan kilau dari arah tak terbaca.

Mari mengulang-ulang bahasa cinta
di Republik yang belum selesai ini
sebab kita masih lelaki, meski kadang dibenci oleh sesosok yang menanti pintunya diketuk
dan Ia yang selalu melempari kita dengan biji-biji doa
tentunya, lelakinya tak lupa kalimat pulang.

Lampung Barat, 29 Maret 2017


HINGGA MELEPAS BINTANG

Satu kata saja, adik.
Untuk terhubung, untuk kita menanam bintang kecil
kemudian
kita lepasnya ke angkasa.

Sungguh aku terpelanting, dari arah sunyi, yang sejatinya sebuah pemukiman masa silam
dan melahap kemarau yang ditumbuhi segala ringkik dari hulu dadamu
sebab tergelincirnya aku menabur hujan.

Lalu, kita sepakat menyebut Tuhan
karena kita masih menyimpan hasrat
dan bersegama ditubuh yang hakikatnya adalah kehidupan.
Tentu kita tak ingin binasa, oleh pikiran pikiran laknat
sebab kita mesti merawat cahaya, kemudian melepas sebagai kekunang.

Lampung Barat, 5 April 2017.


DI REPUBLIK SAJAK BUNGKAM

Dinding-dinding tuli, dalam bungkam Ia mengakui. Jauh di dalamnya senyuman
geli melucuti pertikaian.

Ketika Angin
ganjen menggelitik, dari celah yang retak, bahkan gelap. Raut raut linglung, memilah batang jerami.

Haruskah menyemai bibit spasi di republik yang tak pernah usai?
Sedangkan perahu kertas pemuat sajak, yang karam dilumat gelombang koran.

Tentu-

kurun itu tak binasa
ada sepercik yang terbakar di degup dada
dan pecah, berserak di belalak mata.

Lampung Barat, 29 Marat 2017.


EMPAT MATA

Dan larut benar engkau datang
jauh setelah mimpiku sesat.

Tetapi senyuman pagi ini bertabur gula
setelah dingin itu binasa. Dan aku mulai merapikan meja juga sepasang kursi
sebab kita akan bicarakan hati.

Empat mata saja
dengan menu seadanya, menikmati bahagia yang sederhana
juga menghubungkan segala ragu.

Hai, mari simpulkan dua pandangan
sehingga sepakat
setelah kita cuci hati, dari labirin kemarin
lalu menggambar lagi ruang bertaman.

Lampung Barat, 23 Maret 2017.


MEMILAH EMBUN DI SEKUJUR DAUN

Tetap saja enggan menjauh, tak kita temukan ranah terkatup
untuk saling mengatakan tidak
sebab jauh di kedalaman batang tubuh, kita selalu senyuarakan, getir yang yang menikam
juga kalimat saling butuh. Tentunya, karena sunyi itu bukanlah karib.

Dik? Usah kita pagari dengan kabut
nadi hati, biarkan tersenyum, biarkan berangan setinggi saja
jangan cantumkan raut dari arah punggung.

Dik, sederhanakan saja biji-biji hari, dan lihat enbun di sekujur daun
gunakan sebagai pembasuh
ingatan tentunya pada kembali
dan napas mengantri bayangan senja.

Lampung Barat, 26 Maret 2017.

Tentang Penulis: Q Alsungkawa, bergiat di komunitas sastra di Lampung Barat (KOMSAS SIMALABA), ia mempulikasikan puisi-puisinya di media online www.wartalambar.com, Saibumi.com dan Lampungmediaonline.com. Puisi puisinya juga telah diterbitkan dalam sejumlah buku antologi.


Tidak ada komentar