HEADLINE

Semarak Puisi Malam Minggu (Edisi ke-52) Bagian 1


SEMARAK PUISI MALAM MINGGU (edisi ke-52)

DARI REDAKSI
Kirimkan puisimu minimal 5 judul dilengkapi dengan biodata diri dan foto bebas ke e-mail: riduanhamsyah@gmail.com. Puisi, biodata, foto bebas dalam satu file. Tidak boleh terpisah. Pada subjek e-mail ditulis SEMARAK PUISI MALAM MINGGU_edisi ke-53  (malam minggu selanjutnya). Naskah yg dimuat akan dishare oleh redaksi ke group fb Silaturahmi Masyarakat Lampung Barat (SIMALABA), SASTRA KORAN MAJALAH. Redaksi juga akan memberi konfirmasi pd penulis yg karyanya dimuat. Bila dalam 1 bulan puisimu tidak dimuat maka puisi dinyatakan ditolak. Salam kru redaksi.

LEMBAR KARYA BERSAMA


PUISI-PUISI BUNDA SWANTI

BUMIKU MENANGIS

Hamparan savana
hijau yang sejukkan rasa
bersama air bening yang mengalir.

Isak bumi terdengar lirih
nanar mata pandangi ruang
setiap lekuk adalah nafas.

Mencoba memeluk perih tetapi sia-sia
tercabik semua.

Hancur poranda sudah
serupa bentuk abstrak
tiada warna.

Oh bumiku
nestapa dikulum sebisanya
merangkai bingkai remuk
diarsir perlahan
harapkan kembali utuh.

Rokan Hilir, 10 Januari 2017.


PARANG

Tumpul pada kedua sisi
terus diasa pandai besi
dan dibakar hingga meleleh.

Sabar memipih, melumasi hati hingga tajam
lantas menusuk merambas penghalang.

Sungguh kejam situmpul
sebab ia telah tajam
terhunus.

Rohil, 11 Februari 2017.


CERITA SENJA

Sepasang dada kiri mereka telah menyatu di lorong senja saling memberi dan menerima kasih tidak pun muda.

Raga terhuyung, namun jiwa membara, menyala cinta pada biduk tanpa nahkoda.

Saling mengulum rindu, lupa pada siapa dilabuhkan cinta.
Tak peduli akan jarak dan waktu yang menghadang.

Cinta terlanjur bertakhta di dermaga, merajuk manja pada jendela jendela rindu. Ingin segera menyatu, selalu bersama harungi samudra biru betapa ingin tetap memeluk suka cita dalam balutan cinta senja.

Rokan Hilir, 16 Januari 2017.


PUISI RINDU

Rentang hari begulir,
lembar demi lembar
ada lukisan trirasa.

Satu rindu yang bergejolak, dua marah yang tersimpan
akhirnya tiga benci yang menyiksa.

Ketiganya saling merayu bergumul di ranjang hati
mengunyah sampai sepah.

Tiada mau mengalah, akhirnya hati poranda, koyak di setiap tepinya.

Satu jadi jawara, rindu memenangkan pesta.

Rokan Hilir, 16 Januari 2017.


RASAKU

Tiga rasa terjalin mesra
terkait tiada sengketa.

Mengalun bagai simponi
terlena mengulum sepi.

Pendar cahaya mentari selalu hangatkan jiwa
sesekali gigilpun datang.

Abaikan rasa menuai gulana, mengalir sampailah hilir.

Hancur tercabik puing hati
merintih, mengadu pada sang bayu
geletar bibir berucap sendu.

Adakah aku di hatimu?

Rokan Hilir, 15 Januari 2017.

Tentang Penulis: SWANTI, Spd. AUD adalah Kepala Sekolah TK MARDHOTILLAH JLN PELITA KM 22 BANGKO LESTARI Kecamatan Bangko Pusako, Kabupaten  Rokan Hilir Riau



PUISI PUISI NANANG R

PUISI PAGI

Pagi ini masih mencoba memahimimu
puisi.

Sejenak aku berfikir
bayangmu semakin menghantui
bahkan menjelama serupa mimpi.

Liwa, Lampung Barat 06 Februari 2017.


KETIKA MIMPI MENJELMA PAGI

Semalam serasa kantuk ini
tertinggal di layar handphon
menatap hurup-hurup rumit.

Terlelap,
tanpa memberiku ijin lagi
hingga mimpi menjelma pagi.

Liwa, Lampung Barat 06 Februari 2017.


MEREKA PULANG DENGAN JARI YANG MEMAR

Di bubuhi rasa arogan
senyum-senyum menyimpan
keritik dalam hati,
seoalah ramah.

Entah apa yang mereka denggam hingga geram
bahkan setelah itu yang ada hanya muka-muka masam.

Sebenarnya hanya sebuah lipatan yang kau sendiri tak tahu.

Di baliknya janji kau usung
mereka menjadi penguasa
hingga memar jarimu.

Liwa, Lampung Barat 15 Februari 2017.

Tentang penulis: Nanang romadi tinggal di Desa Pagar Dewa Lampung Barat. Nanang R bergabung aktif dalam sekolah sastra ( KOMSAS SIMALABA)



PUISI PUISI ANIK SUSANTI

RUMAH SETENGAH TIANG

Tentang para penghuni, di sebuah tubir fatamorgana. Rumah-rumah mereka setengah tiang, bahkan tiada penyangga. Merasa baik-baik saja dikepayangkan dunia. Dikesenangan maya.

Seorang manusia bukan keseumpamaan belaka, ia sungguh berladang. Tuhan tak sedang mengajak berjenaka. Tapi berjuang!

Sedangkan waktu sejejak perjalanan yang belantara, jiwa jangan menemukan kebutaan. Arah semua seolah melambai mencari teman. Laman sepi teramat ini menguasai. Bagaimana cara membedakannya, pada arah yang kucintai.

Lalu, Sang Khaliq mewahyukan rambu-rambu hidup, pada jejak-jejak lintasan yang baik. Sajak kehambaan yang benar. Maujud agama.

Gunungkidul, 17 Februari 2017


LUKISAN PUISI

Warna-warna langit dengan seluruh sabda
cerita angan pun lokus intuisi
pada, kekata bahasa retorika indah rasa
lembah nuansa itu menyimpan enigma bumi.

Yang dari langit ke sini
menebar tanya jawab, antusias makna
bertukar paradigma
membuka jalin, menjalin asmara.
Asmara dalam rancang Murba Wisesa.

Segala arti dan ungkapan
menyelinapkan pesan-pesan senada angin lembut
lebih indah dari kesejukan-
tersejuk adalah sujud menyebut
kata-kata yang tak punya henti bersyukur
gambar-gambar penuh tafakur.
Lukisan puisi.

Gunungkidul, 17 Februari 2017

Tentang penulis: Anik Susanti dari Gunungkidul, Yogyakarta. Sebagai karyawati yang hobby menulis ini,  memiliki beberapa karya dalam antologi bersama. Belajar sastra di KOMSAS SIMALABA. Aktif mengirimkan karya di www.wartalambar.com.



PUISI-PUISI RIRI ANGREINI

LANGKAH MALAM

Pijakkannya ringan seperti angin, suaranya merdu mengalun lena.
Belainya lembut, menyentuh sejagat.
Membuat semangat tunduk dalam bimbingan.

Berdampingan penuh kedamaian, tanpa mencela pelita yang bersinar.

Malah sebaliknya-

mengajak melangkah beriringan!

Bekasi, 15 Februari 2017.


LIPATAN TULUS

Kucuci bersih rasa yang ternoda, kukeringkan di jemuran keikhlasan.

Selanjutnya-

kusetrika serapi mungkin, hingga membuat lipatan unik.

Kusimpan apik dalam lemari hati, berkotakkan ukiran maaf.

Bekasi, 15 Februari 2017.


RINDU

Rasa ini begitu menggigit, hadir secara senyap.
Menguliti dedaun cinta
hingga munculah isinya rindu.

Menggebu mengoyakkan jantung kasih, sakit.

Harap dalam butir dedoa, temukan penawarnya.

Yaitu; hadirmu di sisi jiwa.

Bekasi, 15 Februari 2017.


PARAS NEGERIKU

Kusam, tercabik noda. Janji belati penguasa menyayat halus setip tunas ketulusan.

Napas kehidupan mereka di cincang halus, sedemikian rupa.
Hingga tidak berbentuk lagi.

Samar, mana hitam.
Mana putih.

Begitulah cara mereka mengelabui, rakyat jelata yang tulus berkarya.

Bekasi, 15 Februari 2017.


SI KECIL

Hadirmu bak kemilau mutiara
memukau, silaukan mata dunia.

Engkau, tunas bangsa, dalam melestarikan budaya sastra.

Mungilmu, telah mengukir cerita, dalam berdirinya KOMSAS SIMALABA.

Bekasi, 16 Februari 2017.

Tentang penulis : Riri Angerini, lahir di Padang Panjang, Kambang, Sumbar. Menyukai karya Almarhum Chairil Anwar. Saat ini bertempat tinggal di Bintara Jaya, Bekasi, Jawa Barat. Tulisan diterbitkan di media on line www.Wartalambar.com



PUISI PUISI Q ALSUNGKAWA

PUPUS  CATATAN DEALOVA

Ia: Humairah---

yang terdalam, yang mengusung catatan, setiap membujuk mata, ke dalam malam-malamnya Dealova.

Aku tau, engkau setia pada air mata, dalam dentangan yang terus menghujatmu, tetapi bertahan di kias-kias bingkai senyum.

Dan---

aku tau, cermin dari lukamu belumlah pupus, sebab bayangannya selalu menatapmu. Luka itu, akan terus memercikan darah, selama kau biarkan.

Kembali pada rencana-rencana awal, di mana muasal meretas benang-benang kerinduan
dan jika benang itu rapuh, ada produk terbaru dalam mutu yang menyajikan kualitas, meskipun sederhana. Tetapi itu menyambung tujuan.

Dan, jalan yang kita timbang, untuk satu tujuan, adalah bahagia, sekaligus memupus catatan dealova.

Lampung barat, 15 Februari 2017.


SECARIK YANG KULIPAT

Jangan bilang tentang sepi, sebab aku yang terluka.

Selalu dan selalu menunda tanggalnya.
Sampai kapan waktu tersisa?

Buang saja kekatamu ke lantai!
Jangan membungkus dengan janji
selama lima tahun kemarin
itu juga kalimat yang dihamburkan.

Akankah, kembali mengoleksi binasanya harapan?
Seperti kemarin
Ia hanya menari, dalam tembang yang syahdu. Tetapinya di lipatan manusiaku, terluka, sebab polos dan keluguan yang semula dijengkali.

Ya,
coba lagi semalaman ini, membujuk keikhlasan, senantiasa secarik kecil bertuliskan warna angan. Mudah-mudahan bernasib Amin.

Lampung Barat, 14 Februari 2017.


CATATAN HUJAN

Apa kabar pagi?
Hujan di sini, ya di sini, di saung ladang, tempatku menyemai biji-biji puisi, yang sekiranya jadi penopang tunas-tunas sajak berseragam merahputih.

Masih dalam hujan, di sini.
Di mana tubuh ini dihujam angin belukar, tetapi ada sebuah pandangan, yang mampir ke ujung langit, yang banyak menyimpan segala kemungkinan bagi sang pianak.

Ya, tentunya catatan hujan ini, akan kusimpan
untuk
sekedar gambaran
dari kalimat pengantar jejak-jejak mungil di suatu hari nanti.

Agar tentunya, secarik yang bertuliskan lelah, bukti dari sebuah pelunasan hutang janji, yang amanah.

Lampung Barat, 12 Februari 2017.


IA JUDULNYA

Perlahan, tapi pasti, kuharus terbiasa menelan pil kerinduan, yang sebenarnya masih abu abu.
Sebab ia, menutup pintu.

Tetapi menguliti arti, bukanlah harus membenci catatan hidup. Coba merayu kembali warna yang suram, meretas, supaya lebih terang.

Sungguh pun, hanya membiasakan diri untuk tidak menangis.
Mata ini telah terluka, sebab tatapan itu mengasingkan diri.

Kembali pada rencana semula dan membujuk segala hasrat yang berontak, agar aku tak membunuh segala yang kupandang.

Tidak akan singgah kebosanan, untuk menulis dan menyajakkan sesunggin merah yang menggantung di bibirmu.

Dan aku mulai berdiskusi, agar sepakat dan menepi dari kekata yang melukai perasaan. Tentang kita, untuk meminang anugrah bahagia.
Sebabnya, waktu itu, tak berkesempatan untuk menunggu. Tentunya tak pernah kembali ke catatan yang kutinggalkan.

Lampung Barat, 13 Februari 2017.


CATATAN SEBARIS GERIMIS

Mendung pagi ini, menggiring rasa kembali kepada sekian tahun yang telah kita tinggalkan.

Ada beberapa keinginan yang pernah kita lukai, tetapinya kita
masih menyimpan beberapa catatan tentang rindu, di lipatan hati.

Apakah kita harus membinasakan sebaris kehidupan yang pernah kita banggakan?

Sementara terus bertumpuk detikan waktu, yang menyajikan serba-neka hal baru yang musti dipahami.

Kembali menoleh senyuman pagi.
Di sini, di balik daun jendela
sajak-sajak malam menjumpai pagi.

Lampung Barat, 10 Februari 2017.


Tentang Penulis:
Q Alsungkawa, bergiat di komunitas sastra di Lampung Barat (KOMSAS SIMALABA), ia mempulikasikan puisi-puisinya di media online www.wartalambar.com, Saibumi.com dan Lampungmediaonline.com


PUISI PUISI SUYATRI

LIUK ILALANG

Semburat senja nan indah
Setia menanti lembayung
Tiada terhapus di rongga dada
Senyum menawan pada jingga

Bayu menghempas liuk ilalang
Berpijak di tanah berbatu
Akar mencengkeram erat ke bumi
Tiada takut puting beliung menerpa

Ilalang sebagai gulma
Pengobat luka hati patah
Tak pernah mati racun menerpa
Gigih menikmati dera hidup

Terusik belajar berbisik dan bernyanyi
Senandungkan gerak hembusan angin
Kokoh akar takkan mati
Subur menari walau terinjak diri

Ujungbatu, 16 Februari 2017


GETAR LURUH

Asonansi gelombang frekuensi
Getar luruh di langit ucap
Melodi senandungkan rindu
Mendekap ilusi maya

Sembunyikan sukma balik perigi
Melumpur pekat retorika malam
Nantikan fajar tetes embun kerinduan
Sunyi merapal butiran bening

Suara tercekat bayang
Raga menuai rasa menguap jiwa
esotik berhias rindu
Semu berpadu maya di antara jelaga

Ujungbatu-Riau,  16 Februari 2017


BENCANA
Karya : Suyatri Yatri SP

Butiran pasir di tepi sungai
Tergerus arus tak tertahan
Delta bertimbun sejuta kenangan
Cinta tak bermuara kasih

Berpeluh salah berkeringat dosa
Banjir bandang dalam kesalahan
Gempa mengguncang jiwa
erosi hati abrasi diri

Hujan badai hempaskan tegar
Longsor rindu benamkan cinta
Terduduk lemas dalam bencana
Prahara musibah mendera

Kebakaran hati bangkitkan emosi
Merambat hanguskan raga
Angin topan meluluh lantahkan cinta
Tsunami tenggelamkan rumah matahari terbit

Ujungbatu-Riau, 16 Februari 2017


ILALANG RESAH

Aku hanya ilalang berduka
Rusak terinjak tiada daya
Kumpulan tajam membuat luka
Terhempas rasa dalam jelaga

Ilalang gulma pengganggu
Mampu berbisik dan melagu
Berisik mengusik diammu
Alunan tiada guna merayumu

Ilalang mengering di tanah tandus.
Terbiarkan tiada manfaat mendengus
Belatiku telah terhunus
Tanpa sengaja hatimu tergores

Biarkan ilalang bergoyang resah
Kubenamkan diri dalam gelisah
Bayanganmu terus berkisah
Hatiku rindu senyummu nan pasrah

Ujungbatu, 16 Februari 2017


ZIARAH

Ziarah hati di pemakaman jiwa
Nisan terukir  satu nama
Teduh terbungkus kafan tertata
Arakan keranda kisah bercerita

Tangisan jenguk  terbujur lara
Kaku dalam gigilan dingin mayapada
Maut berkata  kala terjaga
Sesal rasa salah dan dosa

Sia -.sia tulisan terhapuskan
Tinta permanen tak terkilahkan
Dalil terdakwa tak terelakkan
Azab diri pasrah direlakan

Ujungbatu-Riau, 16 Februari 2017

Tentang Penulis: SUYATRI YATRI SP lahir di Padang Siminyak, 24 Agustus 1979 Guru SMP dan aktif di PKBM.


PUISI-PUISI ABI N. BAYAN

DI UJUNG PERTIKAIAN

Masihkah, engkau ingat kawan
pertikaian kita kemarin
yang membikin kita saling menanduk, di tanah sendiri.

Pada hakikatnya, bukan apa-apa
hanya sebuah prasangka
tanpa ilmu dan iman
juga frekuensi pikiran, kita salah mengarahkannya.

Dan-

setelah aku berpikir, lebih baik kita berdamai
dan merapikan kebersamaan
di antara kita, yang terlampau tanpa memberi alasan.

Ternate, 15 Februari 2017


ADALAH KALIMATNYA

Sejak pagi, aku terdiam
dan tak bisa memberi kaki
pada kalimat kalimat yang patah
cuma karena menunggumu, yang diam-diam menyembunyikan senyum.

Apakah engkau tak ingin tahu?
Bahwa kehadiranmu adalah sebuah anugerah
yang membawa kiat-kiat sungai
penyangga puisi-puisiku.

Ya, terima kasih, kata terindah untuk menyapa hadirmu
yang telah meniupkan napas-napas segar sore ini.

Baiklah-

mari kita menyusun rencana
dan membuka pintu-pintu pikiran yang tersumbat
sebab hujan telah tumpah dari semalam
maka bantulah aku, meluruskan aliran-aliran ini
demi laut, yang kita sebut filter pengetahuan terakhir.

Ternate, 15 Februari 2017


CATATAN HATI I

Aku tak lihai, menghitung
berapa rindu yang telah tumpah
di antara kita
tetapi aku selalu belajar, menghafal, detik-detik yang membuat kita bersama.

Sebab, diam-diam, kita sudah saling mencuri
dan membisikan pada Tuhan
tentang rasa, yang tumbuh pelan-pelan.

Ternate, 15 Februari 2017


JENDELA PAGI

Terima kasih udara, telah menemaniku
di saat embun ingin menutup jendela pagi.

Aku berharap, kesetiaan ini tetap abadi
walau kadang-kadang aku lupa jalan pulang.

Ternate, 11 Februari 2017


JENDELA MALAM

Setelah sore berpulang, engkau pun datang
membawa senyum yang lama tertinggal.

Tapi maaf, aku hanya bisa mengintipmu
dari jendela malam yang terbuang.

Ternate, 10 Februari 2017.


CATATAN MALAM II

Sabtu malam, telah mengajariku
untuk bertahan di setiap cuaca
walau kesendirian ini
laksana nelayan, bersikeras menjinakan ombak
sebab tatapan cemas di bibir pantai
terus melepas perhatian.

Sebabnya lagi, ada rahasia tersembunyi
di setiap larut malam.

Ternate, 11 Februari 2017


MENUJU BAKAL KENANGAN


Sewaktu-waktu kita mesti pulang
dan bertanya kepada kenangan
sejak kapan laut bosan memeluk sungai
dan sejak kapan tanjung takut dihantam ombak?

Barangkali itu lebih baik
dari pada menjadi sepucuk daun
menunggu angin-angin datang memetik.

Kita juga mesti pulang kepada tanah
dan bertanya
sejak kapan matahari lelah mengintip bumi
dan sejak kapan gerimis jatuh tanpa suara?

Barangkali itu lebih baik
dari pada berharap janji datang
tanpa diminta.

Ternate, 13 Januari 2017


SORE DI PELABUHAN SUNYI

Dari pagi kita mengapung di tengah laut
menghitung sengatan matahari
juga pecahan ombak
hingga kita lelah berdayung
menuju perkampungan itu
sebab rasa ngilu yang tak melepas
dari pelabuhan ini.

Sesekali aku bertanya
hanya sebuah senyum yang terbuang.
Sesekali lagi aku bertanya
tetapi diammu membuat aku bertambah ngilu.

Tak terasa, sore pun tiba-tiba datang
tetapi engkau tetap peka dengan diammu.

Ada apa?
Tanyaku terlempar
tetapi jawabanmu sedikitpun tak berbisik.

Sesekali lagi aku bertanya
ya, malam terlanjur memberi salam.

Ternate, 12 Februari 201


TARIAN SEPASANG SUNGAI

Berjumlah air, telah mengalir
dari hulu ini
sementara sungaimu, tetap hening, di larut malam ini.

Oh, lupakah kita
laut sedang menanti
apakah engkau tak ingin mengikuti jejakku?
Sedangkan engkau hidup di atas jerami
dan langit, telah mendung
bertanda hujan akan turun.

Lantas bagaimana dengan engkau?

Ternate, 13 Februari 2017


KALIMAT TANPA KAKI

Ketika perut bumi, mulai berdesak-desak menghapus air mata
dan mencari senyum, yang lama terbuang.

Kata apa yang engkau bisikan pada Tuhan
dan kalimat yang mana lagi
yang engkau ingin patahkan kakinya?
Jika berjumlah yang terucap
masih tertatih-tatih mencari maknanya.

Ternate, 14 Februari 2017.

Tentang Penulis: Abi N. Bayan tinggal di Supu, Kec. Loloda Utara, Kab. Halmahera Utara, ProvinsiMaluku Utara. Abi N. Bayan, Penggiat seni tulis, Pembina Komunitas Parlamen Jalanan Maluku Utara (KPJ MALUT), dan tergabung di Gerakan Mahasiswa Pemerhati Sosial (GAMHAS-MU). mempublikasikan puisinya puisinya di media online www.Wartalambar.com.

Tidak ada komentar