Puisi Karya Radhitya Alam
SEMARAK PUISI MALAM MINGGU (edisi ke-49)
DARI REDAKSI
Kirimkan puisimu minimal 5 judul dilengkapi dengan biodata diri dan foto bebas ke e-mail: riduanhamsyah@gmail.com. Puisi, biodata, foto bebas dalam satu file. Tidak boleh terpisah. Pada subjek e-mail ditulis SEMARAK PUISI MALAM MINGGU_edisi ke-50 (malam minggu selanjutnya). Naskah yg dimuat akan dishare oleh redaksi ke group fb Silaturahmi Masyarakat Lampung Barat (SIMALABA), SASTRA BUMI NUSANTARA, SASTRA KORAN MAJALAH.
PUISI PUISI AHMAD RADHITYA ALAM
SECANGKIR KOPI MALAM INI
secangkir kopi
yang kuteguk malam ini
melukiskan rona-rona kehidupan
manis keberhasilan dalam gengaman
becampur dengan pahit elegi yang menyayat hati
mengunci ingatan
pada doa-doa harapan
telah berapa lama usaha dan penantian
akankah tercapai segala asa di tahun depan
tak sedikit ombak badai menghampiri
ribuan goda dan coba telah kujumpa
namun usaha tidaklah ada usainya
kan kugantungkan mimpi tinggi
untuk bangkit dan percaya
Ruang Imaji, 2016
MELANKOLIA
Melankolia di huluan matamu yang sunyi
Menyetubuhi malam sambil meminang temaram
Dan badai belum lagi selesai memeram dendam
Serupa requim terakhir yang menjelma nyanyian sepi
Nikmatilah saja kesepian ini
pada kegundahan hati yang tak pernah usai
Rona-rona sunyi mengenang jiwa yang mati
untuk mendayung kelesuan hingga lelah hati
Tarian dendalion melukisakan pikiran
merenda mimpi di pematang harapan
dan asa bukan lagi remah-remah angan
yang memungut mimpi, sambil menggali
paradoks penghancuran
Blitar, 1 Desember 2016
DENDANG PURNAMA
Langit malam ini merenda nyala
bintang-bintang bertaburan cahya
membiarkan rasa-rasa bersemi
sambil membisikkan kata imaji
Malam ini tak lagi padam
sebab purnama mendendangkan binarnya
dan bara unggun merengkuhkan cahaya
seperti lentera yang menyibak gelap temaram
Pendar sinar purnama melukiskan mimpi
pada gemintang yang menggantunkan asa
dan kita memunguti kunang-kunang imaji
yang terbang dengan melangitkan doa
Ruang Imaji, 2016
BAYANG IMAJI SEMU
Pupus sudah harapan semu
Raga rapuh mengeropos waktu
Nyala suara telah padam
Karam pada bara dalam sekam
Telah berapa jiwa ku jumpa
Memberi bayang warna yang sama
Kelabu semu tak indah di mata
Hanya menabur kilauan sephia, rona nista
Semu membaur di keheningan malam
Mengusik jiwa yang tenang
Lorong emosi terpendam
luapkan imaji rasa dendam
Sepi menyelimuti jiwa sunyi
luruh menjadi katalis perih hati
Blitar, 5 November 2016
MUNAFIK
Menutupi tabir gelap yang kau pilih
Sikapmu hilang redam dalam sekam
menyimpan rahasia nan mendalam
Mata, hati, telinga
masihkah mereka bekerja
sedangkan hati,
sudah lama mati
lama sudah mati
Aku hilang kepecayaan
hilang sudah kepercayaan
Janji-janji telah kau ingkari
dan aku pun selalu kau bohongi
kepercayaan yang kuberikan
sudah jelas kau sia-siakan
kini, aku pun tak lagi bias mengerti
jiwaku menyanyikan orkes sakit hati
Kata-katamu menusuk berkecamuk
menembus tembus palung hati terdalam
mengoyak kepercayaan dengan guratan nestapa
rona derita menyulubungi tubuh redam yang muram
Blitar, 26 Mei 2016
SEBELAH MATA
sebelah mata yang kau puja
telah berdusta dengan
penantian yang sia-sia
tak pernahkah kau pandang
warna-warna mempesona
tersirat dari sebelah mata
yang gelap kau sumpal
dengan harapan bual
Ruang Imaji, 2016
Tentang Penulis: Ahmad Radhitya Alam, lahir di Blitar, pada tanggal 2 Maret 2001. Siswa SMAN 1 Talun dan santri di PP Mambaul Hisan Kaweron. Penulis bergiat di Teater Bara SMANTA. Karyanya termaktub dalam beberapa antologi puisi dan dimuat di Majalah MPA, Buletin Jejak, Radar Surabaya, Flores Sastra, RiauRealita.com, Radar Mojokerto, Harian Amanah, Read Zone, dan Malang Post.
Tidak ada komentar