Semarak Puisi Malam Minggu (edisi ke-26)
SEMARAK PUISI MALAM MINGGU EDISI KE-26
SELAMAT PAGI DUNIA
oleh Ayu Purwaningsih
Kubuka kaca jendela kamarku
tersipu malu saat kurasa pipi ini tersentuh manis oleh embun pagi
Kulihat bunga itu menari
mengalun syahdu menyambut pagi untuk dunia
pohon pun seakan mengadu padaku untuk tetap mengasuhnya
agar dunia tetap elok
burung burung berkicau mengintari jendela seakan berbincang untuk tersenyum pada dunia
Terenyuh hatiku
untuk melestarikan dunia
agar ku dapat menengok kembali
kisah pagi bersama penghuni dunia
Karang Agung, 19 Agustus 2016
DIRGAHAYU REPUBLIK INDONESIA KE 71
oleh Ayu Purwaningsih
Hidup Indonesia
Tanah airku tercinta
Merdeka Indonesia
nyawa para pahlawan yang terenggut demi kebebasan ini
kesengsaraan rakyat yang terus tertindas sebelum kemerdekaan ini
semua itu terus terngiang di benak bangsa ini
Merdeka Indonesia
nyiur di pantai pun melambai lambai
menengok semua rakyat yang digeluti rasa bahagia
Tetap Bangkit Indonesia
kami siap mengisi kemerdekaan dengan hal yang tidak mengecewakan para pahlawan
Dirgahayu Indonesiaku yang ke 71
Karang Agung, 19 Agustus 2016
MERAMBA MAKNA SAJAK
Karya Lasmi
Penaku berayun mengukir aksara.
Entah terbaca apa?
Hanya baris hampa
biarlah sukma yang meramba.
Bahwa yangku ukir
adalah kepingan rasa
yang merenda di relung jiwa.
Lagi kutorehkan
coretan pada dinding maya
mengoreskan bait-bait ngawur.
Kutumpahkan tinta
ke alam pemikiran
olahan kata yang
tercipta
meski tak bermakna.
Lengkong wetan ciater 1, 18 agustus 2016
YANG RAPUH
Karya Lasmi
Rasa letih kaki ini untuk berlari
untuk mengejar asa di atas dunia ini
terasa kering lidah
untuk mengecap pilu.
Setiap hari kemana lagi
kaki ini ingin melangkah dengan pasti,
mata mulai samar melihat cahaya mentari.
Pandangan mulai memudar tak berseri
aku bagaikan kapas yang
tersiram air hujan di sore hari.
Lengkong wetan ciater 1, 18 agustus 2016
SEMBURAT MERAH
Karya Anik Susanti
Merona merekah mawar
Lesap di senyum tanpa pudar
Mengunci merumputi kecewa atma
Pada serdadu rindu penyayat luka
Dan angan gadis manja
Tetap berjalan sunyi dengan bahagia
Kenakan kebaya brukat merah muda
Dengan payetan manik-manik warna emas
Mengemas puing menata paras
Layar ramah santun
Kultur pembawaannya menyejuk embun
Hanya matahari yang hangati matahati
Masa lalu ia sapu dengan cahaya
Bangkitnya sungguh memesona
Satu perbedaan yang menampik ia
Seribu warna kehidupan menyambut merangkul cinta
Gadis Desa citra itu bersuara
Melagukan tembang asmarandana
Tak pedulikan masam wajah sebuah sudut pandang
Gunungkidul, 19 Agustus 2016
PENGEMUDI API
Karya Anik Susanti
Menyemburkan luka-luka
Sang Pengemudi Api
Penuh pencitraan semata
Memantik benci mengumbar dendam
Bahagianya meraja jika pepura berlanggam
Lalu bagaimana jika ia juga benalu
Pamer daun-daun kesombongan
Tak berakar rasa malu
Mengganggu sudut-sudut kehidupan
Biarkan saja lebih baik
Menawan belajar sabar
Dalam ikhlas tulus mozaik lirik,
bahasa santun kamu, api pun padam sendiri
Perjamuan hidup kadang sebegitu
Berkecamuk juga berselisih
Tapi perjamuan baik setelah itu
Setelah kau mampu menghadapi pengendara api
Gunungkidul, 19 Agustus 2016
Biodata Penulis:
Seorang karyawati beralamat di: Semin, Gunungkidul, Yogyakarta. Bekerja di Jogja. Mencintai sastra dan belajar sastra di Komsas Simalaba masih anggota baru. Beberapa karya sudah dibukukan dalam antologi bersama.
DI BAWAH SINAR BULAN
Karya Aan hidayat
Keatas langit takjub pandanganku, akan indahnya karunia jagat raya.
Benderang cahaya purnama, berbagi bahagia serumpun anak desa, seolah tuli akan seruan iklan di televisi,
Namun itu saat usiaku kecil dulu.
Malam ini tatapku masih mengagumi indah purnama, namun taklagi kudengar gemuruh sorak anak-anak desa di pelataran.
Oh. Ternyata iklan televisi dan gemuruh dunia maya kini merampas ceria itu, senyum lugu yang sering singgah di depan rumah
kini berganti knalpot yang tak ramah akan tetangga.
Di sini.
Di bawah sinar bulan, kucoba ingat kembali jalan pulang, karena langkah kian menjauh, mengejar bayangan intan.
Rasa itu hempaskan raga di persimpangan, semakin kuingat peta jalan pulang, semakin linglung arah kakiku.
Tuhan.
Maafkan jika syukurku
tergilas kertas-kertas usang yang belum sempat waktuku membasuhnya.
Gunung sugih liwa, 18 agustus 2016
DI BAWAH SINAR BULAN
Karya Aan hidayat
Keatas langit takjub pandanganku, akan indahnya karunia jagat raya.
Benderang cahaya purnama, berbagi bahagia serumpun anak desa, seolah tuli akan seruan iklan di televisi,
Namun itu saat usiaku kecil dulu.
Malam ini tatapku masih mengagumi indah purnama, namun taklagi kudengar gemuruh sorak anak-anak desa di pelataran.
Oh. Ternyata iklan televisi dan gemuruh dunia maya kini merampas ceria itu, senyum lugu yang sering singgah di depan rumah
kini berganti knalpot yang tak ramah akan tetangga.
Di sini...
Di bawah sinar bulan, kucoba ingat kembali jalan pulang, karena langkah kian menjauh, mengejar bayangan intan.
Rasa itu hempaskan raga di persimpangan, semakin kuingat peta jalan pulang, semakin linglung arah kakiku.
Tuhan.
Maafkan jika syukurku
tergilas kertas-kertas usang yang belum sempat waktuku membasuhnya.
Gunung sugih liwa, Agustus 2016
BUNGA HARAPAN
Karya Suyono
Belum usai petik butiran merah
namun, rona putih itu telah nampak
bunga harapanku.
Terimakasih Tuhan.
Lukisan indah nuansa alam
Kauciptakan sekarang.
Semayamkan butiran tetes kesabaran
lekatkan di sanubari manusia kumuh ini
agar debu-debu hitam jalanan
hilang dihakimi kebenaran.
Tuntunlah selalu hambaMu
untuk senantiasa berpijak
menyandingkan rezeki
dengan RidhoMu.
TERBELENGGU
Karya Suyono
Angan yang kauciptakan
terapung oleh rintik kesunyian
membawa arus berkubang,
hingga cadas tak beraturan
memberi lebam saat benturan tak terelakan.
Padahal hujan!
Namun sayang,
takmampu sirnakan jejak
yang tak pantas di kenang
hasilkan kekeruhan.
Hem!
Setiap alur yang ku ciptakan
Pasti tenggelam.
Tentang penulis: suyono
Alamat: Tiga jaya
Kecamatan: Sekincau lampung barat
Telah bergabung dalam sekolah Sastra SIMALABA
SEMANGAT CIRI JUANGMU
Karya Yulyani Farida
Tepuk tangan dengan gegap gempita
teriakan bersorak soray,
sambut sekelompok tubuh mungil berbadan tegap
yang melangkah dengan sigap.
Para prajurit cilik berantraksi depan podium,
semangat 45 berkobar di dada.
Merdeka, merdeka!
teriakmu lantang dengan berapi api.
Menyentuh kalbu yang merintih menangis.
Semangatmu nak,
kalahkan mereka yang berpura pura berjuang
sedang pada terik ia memelas.
Way Mengaku, 16 Agustus 2016
Penulis : Yulyani
Alamat : Jln. Raden Intan Way Mengaku Liwa Lampung Barat
Seorang wiraswasta dan anggota KOMSAS SIMALABA
SALAM MERDEKA UNTUKMU PEJUANG
Karya Yulyani Farida
Salam merdeka, pejuangku!
Sudahkah kau makan sarapanmu?
Sudahkah kau ganti sandangmu?
Atau sudah layakkah papanmu?
Salam merdeka, pejuangku!
Ku lihat engkau duduk di bahu jalan,
dengan bangga engkau kenakan veteran saksi juangmu,
namun, mereka yang berdasi tak pernah hiraukan
melenggang dengan angkuh di depanmu.
Hati merintih menangis pejuangku, mengingat semangat gerilyamu.
Maafkan kami pejuangku!
Maafkan anak anak bangsa
yang tak pandai berterima kasih padamu,
anak anak negeri yang kini menyia- nyiakan hidupmu.
Salam merdeka, pejuangku!
Terima kasih atas tetes keringat,dan atas darah yang telah engkau persembahkan,
bahkan atas nyawa yang kau pertaruhkan.
Tanpamu tiada kata merdeka di negeri ini pejuangku.
Salam merdeka, pejuangku!
merahputih dan Garuda akan
selalu berkibar dan mengembang di dada.
Way Mengaku, 16 Agustus 2016
Penulis : Yulyani
Alamat : Jln. Raden Intan Way Mengaku Liwa Lampung Barat
Seorang Wiraswasta dan anggota KOMSAS SIMALABA
Tidak ada komentar