HEADLINE

Indikasi PNS Tidak Netral di Pemilukada

INDIKASI ketidaknetralan Pegawai Negeri Sipil (PNS), mulai staf hingga pejabat pada pemilukada di Lambar 27 September dalam rangka memilih bupati-wakil bupati periode 2012-2017 mendatang, kini mulai dibaca pihak Panwaslukada setempat. Sejauh ini meski indikasi ke arah itu mulai menyeruak, namun masih dalam batas toleransi, walau sebetulnya aturan dibuat dan ditegakkan bukan untuk ditolerir. Artinya, sebenarnya ada hal-hal kecil yang dilakukan oknum PNS mengarah pada upaya dukungan terhadap balon tertentu.

Berbicara netralitas menjelang perhelatan pesta demokrasi pemilukada, tentu tak ditujukan semata pada pejabat yang berencana mencalon kembali atau istilah kerennya incumbent atau petahana. Tapi suatu hal yang perlu dipahami semua pihak, adalah bagaimana seorang PNS menempatkan diri sebagai abdi negara dan pelayan masyarakat, bukan melayani kepentingan pribadi orang per orang dan atau balon tertentu.

Dan ketika berbicara balon, adalah status seseorang sebelum mendapatkan hak dan kewajibannya sebagai calon sebagaimana ditetapkan Komisi Pemilihan Umum Daerah (KPUD). Predikat calon hanya akan berlaku manakala seorang balon dan atau pasangan balon yang mendaftar telah resmi ditetapkan KPUD sebagai calon guna mengikuti tahapan pemilukada selanjutnya. Jadi, saat ini, semua balon masih memiliki porsi yang sama untuk disebut sebagai balon.

Persoalannya, jika berbicara masalah kecenderungan atau netralitas itu tadi, tidak semata-mata dialamatkan pada incumbent semata, tapi terhadap semua balon. Sebab seorang PNS digaji dan bekerja untuk negara. Pentingnya menjaga netralitas semestinya dijadikan sebagai suatu paham yang harus dijunjung tinggi agar misi yang bersangkutan sebagai pelayan masyarakat tak terkontaminasi dengan kepentingan yang fragmatis.

Ini tentu harus dipahami dan betul-betul dijaga oleh semua PNS agar tidak membuat sikap dan perilaku blunder. Sebagai seorang staf yang secara hierakhi tentu ada atasannya, selagi hal tersebut masih dalam koridor dan konteks kedinasan, tentu harus diikuti. Tapi ketika mulai mengarah ke masalah pribadi, dalam hal ini seputar pemilukada, hukumnya adalah wajib untuk tidak diikuti. Bahkan, ketika seorang PNS yang dirinya merasa dipaksa mengikuti suatu petunjuk atasan di luar garis kedinasan wajib menolak. Sebab, menjaga netralitas selaku abdi negara, haruslah bisa dan mampu menembus semua sektor.

Dia tidak terkooptasi dengan kelompok, suku, agama, ras, organisasi, paguyuban, dan atau arahan tertentu di luar konteks kedinasan. Harusnya yang menjadi standar minimal upaya menjaga netralitas PNS ini tetap bekerja, pergi dan pulang sesuai jam kerja (kecuali diminta lembur untuk kepentingan dinas) serta mengerjakan semua hal yang menyangkut pekerjaan kedinaasan. Jika kemudian terdapat item pekerjaan di luar itu, harus ditolak demi menjaga netralitas itu tadi. (*)

Tidak ada komentar