HEADLINE

Disoal, Peruntukan Sumbangan Siswa RSBI

Balikbukit, WL - Peruntukan dana sumbangan yang diterapkan SMAN 1 Liwa Kecamatan Balikbukit Kabupaten Lampung Barat (Lambar) yang berlabel Rintisan Sekolah Bertaraf Internasional (RSBI) secara keseluruhan mencapai Rp260 juta, disoal penggiat Lembaga Swadaya Masyarakat (LSM) Lembaga Investigasi Tindak Pidana Korupsi-Aparatur Negara (LITPK-AN) RI Cabang Lambar, Suhartato. Pasalnya, menurut Tato—sapaan akrab Suhartato—diketahui setiap tahun sekolah tersebut menerima bantuan khusus RSBI mencapai Rp400 juta. Sementara Kepsek Drs. Bakat Sampurno mengaku semua telah sesuai petunjuk dari pusat.

Tato, saat bertandang ke markas Warta Lambar di bilangan Sukamenanti Pasar Liwa, Senin (31/10), mengatakan peruntukan dana sumbangan yang dilakukan sekolah bersifat variatif, mulai Rp1 juta-Rp5 juta itu hingga kini belum jelas. Nilai sumbangan yang diterima sekolah dari masing-masing siswa tidak sama alias bervariasi. Meski begitu, dalam kalkulasi penggiat lembaga non-pemerintah yang berpusat di Jakarta itu jumlah dana yang diterima pihak sekolah mencapai Rp260 jutaan.

Lanjut Tato, sekolah berstatus RSBI tersebut dalam satu tahun dana hibah atau block grant yang diterima mencapai Rp400 juta, meliputi biaya pembinaan dan biaya peralatan dan sebagainya yang dicairkan per semester atau Rp200 juta per enam bulan. Itu artinya dalam satu tahun sekolah itu menerima dana mencapai Rp660 jutaan, bersumber penerimaan sumbangan siswa plus bantuan pusat.

“Jadi wajar kalau beberapa kalangan mempertanyakan peruntukan dana yang diterima pihak SMAN 1 Liwa dari setiap siswanya. Bahkan hasil investigasi kami, beberapa orang atau mantan guru yang saat ini dipindah ke sekolah lain mengaku tidak tahu kegunaan dana sumbangan yang diterima itu,” beber Tato.

Sementara setiap siswa diharuskan untuk membeli komputer jinjing atau laptop sendiri. Di samping itu, sambung Tato, fasilitas yang ada saat ini belum menunjukkan kemajuan yang signifikan. “Dalam satu meja terdapat dua siswa dan belum tampak ada komputer di hadapan masing-masing siswa. Itu jika bantuan tersebut dibelikan komputer,” terang Tato lagi.

Selain itu, sumbangan yang tidak merata itu memantik kecemburuan sosial antarorangtua siswa. Dan itu tanpa disadari telah membentuk kastanisasi dan atau hierarkhi disebabkan jumlah sumbangan yang tidak sama.
“Awalnya sekolah tersebut menggunakan angket, setiap orangtua siswa awalnya dipanggil kemudian ditanya berapa penghasilan per bulan. Kemudian setiap orangtua dalam angket tersebut diminta menulis berapa yang akan disumbangkan. Nilai yang ditulis itulah yang harus diberikan ke sekolah,” tandas Tato.

Dikonfirmasi per ponsel, Bakat Sampurno, membenarkan pihaknya menerima sumbangan sebagaiman dimaksud. Meski begitu Bakat tidak menjelaskan secara rinci kegunaan dana itu karena menurut dia ada penanggungjawabnya masing-masing.

Sementara keberadaan dana hibah Rp400 juta dari pusat itu dibantah Bakat. Menurut Bakat, pihaknya hanya menerima Rp200 juta per tahun dan bukan Rp400 juta. Dana tersebut menurutnya bukan diperuntukkan membeli komputer namun untuk pelatihan tenaga pengajar. “Semua telah diaplikasikan sesuai petunjuk pusat. Silahkan datang ke sekolah untuk mendapatkan penjelasan dari bagian-bagiannya,” pungkas Bakat.

Tato sendiri berketetapan menjelaskan informasi dana Rp400 juta dari pusat itu diperoleh dia dari sumbernya yang meminta jatidirinya tidak disebutkan. Sebagai gambaran, tandas Tato, yang bersangkutan mengetahui persis dana dimaksud. “Sumber saya jelas dan tahu seluk beluk sumber pendanaan di sekolah itu. Saya juga menghormati dan menghargai apa yang dijelaskan pak Bakat selaku kepala sekolah, itu hak dia. Tapi saya juga ada dasarnya mempertanyakan hal itu,” pungkas Tato. (esa)

Selasa, 01 Nopember 2011

Tidak ada komentar