HEADLINE

Semarak Puisi Malam Minggu (Edisi ke-69) "Puisi Karya Saraswati"


SEMARAK PUISI MALAM MINGGU (edisi ke-69)

DARI REDAKSI
Kirimkan puisimu minimal 5 judul dilengkapi dengan biodata diri dan foto bebas dalam satu file ke e-mail: riduanhamsyah@gmail.com. Pada subjek e-mail ditulis SEMARAK PUISI MALAM MINGGU_edisi ke-70 (malam minggu selanjutnya). Redaksi akan memberi konfirmasi pd penulis yg karyanya dimuat. Bila dalam 1 bulan puisimu tidak dimuat maka puisi dinyatakan belum layak. (Mohon maaf sebelumnya laman ini belum dapat memberikan honorium). Salam segenab redaksi.


PUISI PUISI SARASWATI

SEBULIR PASIR

Tenangnya lautan bukan suatu sebab,
pecahnya ombak bukan karena akibat.
Sejauh apa gelombang menggulung harap.
Rengkuhnya tanpa terpelihara.

Tak ada kesepakatan saat ombak di bibir pantai.
Atau ketika angin mengelus wajah karang.

Hanya saja,
Tak dapat kudustai hari tanpa persinggahan.
Entah 'kan bersandar atau kembali berlayar.
Bukan atas angin
atau purnama malam ini, tapi keyakinan atas dirimu meski hanya sebulir pasir.

Karawang, 21 Juni 2017


MANTRA RINDU

Aku menikmatimu melalui jarak,
di tepian hati.
Menjelajahi bibirmu di antara angin
meraba setiap nafas yang kau
hembuskan di udara.
Tak pernah sedetikpun kau terperangkap dalam kornea mataku.

Apalah artinya, jika kau telah merajai hati.
Kubuat simpul-simpul dari airmata
sampai kau mengerti arti batas ini.

Aku menangkap matamu di setiap nafasku, hingga ku sesak bahkan hampir mati.
Harus kemana lagi, kugembalakan kepiluan ini?

Rasanya, aku tak tahan lagi
hingga kuputuskan menghadirkan sajak-sajak rindu untuk memantrai kedatanganmu.

Karawang, 08 April 2017.


MALAM MALAM PARAU

Di tepian malam yang pecah
asap-asap bercerita
akan dinginnya amis ikan-ikan
akan wanginya sebuah penantianku tentang lapangnya hari ini
tanpa semangkok kehangatan, sepanjang sumpit dalam genggaman.

Ah, ingin rasanya sampai berdarah-darah pun berpeluh di antara ayam yang bercinta dengan riuhnya kaldu dalam kunyahan.

Aku hanya sepasang mata berbisik
di kepulan asap gerobak mie yang berlalu dan menepi.

Oh, lorong pasar yang masih saja berliur kapitalis
tumpah bercampur lumpur kesenjangan.

Apalagi jika hujan tiba,
amisnya telapak kaki yang kadang ingin tetap kering meski basah dalam kubangan,
jelas itu kewajiban.

Dengarlah, wahai tuan yg meludahi setiap rupiah yang kami jilati
Punggung dan peluh ini memecahkan malam-malam parau
di lorong-lorong pasar yang kan tetap berliur kapitalis dan berlumpur kesenjangan.

Karawang, 05 Juni 2017


MENGEJAR JINGGA

Masih saja.
Jingga,
Parasmu menemani setiap langkah pagiku.
Kau paparkan senyuman hangat
hingga menggelitik syair puitis sang pujangga
Tak pernah jemu menjelma di setiap syukur.

Tetaplah genggam tanganku
meski kau tetap saja tersipu malu.
Menutup parasmu di punggung bukit
berlari di setiap bayang pepohonan, dedaunan,
lalu terjerembab ke riak sungai.

Aku tetap mengejarmu
hingga bayanganku di telan malam
kemudian tergulung cahaya lampu.

Oh, perjalanan tiada berarti
jika aku masih gamang
tentang ruku nya hari
Sujudnya bumi
dan takbirnya jingga yang berotasi.

Karawang, 07 Juni 2017


MALAM YANG MENADAH RINDU

Saat hatimu menadah rindu.
Aku bertanya ?
Atas cuaca apa
hujan membasahi ruang rindu.

Tentu.
Cuaca atas sesuatu
di punggung bulan.
Yang menelan bulat-bulat airmatamu.
Yang setiap tahun
kau jejaki puisinya melalui ranting cahaya.

Wahai malam seribu bulan.
Engkau hunuskan ujungnya langit.
Memburaikan berjuta keinginan.

Lantas mengecup mata,
berlinang cahaya.

Karawang, Juni 2017.

Tentang penulis :
Saraswati tinggal di Sukaharja, kecamatan Teluk jambe kabupaten Karawang.Ia mempublikasikan puisi - puisinya di komunitas sastra gunung karang Pandeglang dan Semesta literasi.

Tidak ada komentar