HEADLINE

Roda Berputar Dunia Bergulir

Oleh Miswandi Hasan *)JUDUL tulisan ini sengaja diambil penulis dari Prof. Herman Soewardi (HS), gurubesar filsafat saat studi di Unpad Bandung, tak lain ingin mengenang, mengabdi, berbakti, dan mendoakan bersangkutan agar manfaat tulisan menjadi persembahan dari kejauhan alam dunia yang tak bertepi di Bumi Beguai Jejama Sai Betik Lampung Barat.
Kuliah dengan Prof. HS yang sudah sepuh saat itu merupakan kebahagiaan tersendiri, kebanggaan mendapatkan suatu pencerahan yang luar biasa dan mendapatkan keyakinan bahwa Ilmu buatan manusia itu banyak salahnya: hanya ilmu Allah seru sekalian alamlah yang paling benar.
“Tatkala ia sedang dalam keadaan tidur dalam goa itu, ketika itulah datang malaikat membawa sehelai lembaran seraya berkata kepadanya, ”Bacalah!” Lalu, dengan terkejut Muhammad menjawab, “Saya tidak dapat membaca.” Ia merasa seolah malaikat itu mencekiknya, kemudian dilepaskan lagi seraya berkata lagi. ”Bacalah!” Masih dalam ketakutan akan dicekik lagi  Muhammad menjawab, “Apa yang akan saya baca.”
Seterusnya malaikat itu bertakata, “Bacalah! Dengan nama Tuhanmu yang menciptakan. Menciptakan manusia dari segumpal darah. Bacalah, dan Tuhanmulah Yang Maha Pemurah. Yang mengajarkan manusia dengan perantaraan  kalam (pena). Dia mengajarkan kepada manusia yang tidak diketahuinya...” 
Lalu ia mengucapkan bacaan itu dan malaikatpun pergi setelah kata-kata itu terpateri dalam kalbunya. (Haekal, 1992;79), (HS, RDRB 2004;1). Kita cukup sering mendengar cerita ini, cerita turunnya wahyu pertama kepada Nabi Muhammad SAW bertempat di Goa Hira pada bulan Romadlon 610 M, dikenal dengan peristiwa Nuzulul Qur’an. Apakah pernah kita bertanya, sejauhmana kita mengerti tentang makna peristiwa ini. Selain itu merupakan turunnya wahyu pertama?
Jelas bahwa peristiwa tersebut merupakan mulainya Islam diturunkan dan sekaligus merupakan pelantikan/wisuda Nabi Muhammad SAW dalam ke-rasulan-nya dan merupakan peristiwa yang sangat luar biasa dalam sejarah manusia. Peristiwa turunnya undang-undang dari Alloh SWT.
Reformasi dalam Islam
Reformasi agama yang terkenal ialah reformasi dalam agama Kristen, yaitu timbulnya Kristen Protestan yang dipelopori Martin Luther (1518), kemudian disusul Jhon Calvin (1535) yang sebenarnya reformasi paling terkenal karena berdampak pada perekonomian Eropa. Tentang ini diuraikan Max Weber dalam bukunya The Protestant Ethic and The Spirit of Capitalism, dimana Calvin menyodorkan konsep Predestinasi, yaitu paham tentang pengumpulan harta menunjukkan keterpilihan yang akhirnya menjadi “...orgy of materialism.”
Di dalam agama Islam terjadi pula reformasi keagamaan sejak abad XVIII M. Namun sangat berbeda dengan reformasi  Calvinism yang menimbulkan “etika Protestant” itu. Dalam Agama Islam lebih merupakan pemurnian peribadatan dalam langkah petama dan utama yang pada akhirnya menjelma menjadi upaya modernisasi, ialah modernisasi dalam segala bidang kehidupan.
Reformasi dalam agama Islam ini ternyata tidaklan mudah  dipahami. Dalam implementasinya, Harun Nasution dan Azyumardi Azra, keduanya menulis menguraikan dasar-dasar modernisasi dalam Islam dengan masalah utamanya berupa pertentangan antara orang-orang agama dan orang-orang ilmu pengetahuan dan tekhnologi (iptek), bukan pertentangan antara agama in sich dengan ilmu pengetahuan. Islam bukanlah suatu agama yang menentang iptek, tapi menjadi pelopor timbulnya iptek, yang kemudian masuk ke dunia barat dan dibesarkan atau dirampas di sana. Orang telah melupakan kenyataan sejarah itu dan setelah dunia islam terjerumus dalam keterbelakangan, kebodohan, kemiskinan, kini menjadi terbalik, seluruh dunia Islam tidak terlepas dari masalah-masalah pelik keagamaan yang ditimbulkan perubahan-perubahan mendasar yang dibawa iptek modern. Sehingga timbullah masalah, “Apakah tidak bisa diwujudkan keserasian dan kerjasama yang erat antara agama Islam dan iptek, tegasnya antara orang-orang agama di satu pihak dan orang-orang ilmiah dan pemerintah pada pihak lain. Sehingga hal-hal yang bersifat modern dari kalangan orang-orang agama dikatakan bid’ah harus ditolak? Penjelasan ini akan memakan waktu yang panjang dan mengakibatkan keruncingan-keruncingan atas berbagai tafsir, baik penafsiran modern dan penafsiran tradisional. Pada dasarnya Alquran mengandung ajaran-ajaran dan prinsip-prinsip yang senantiasa bisa disesuaikan penafsiran dan cara pelaksanaannya dengan perkembangan zaman (Prof. HS, RBDB,2004:11). Undang-undang dari Tuhan (Alquran) merupakan pembimbing manusia sejak dalam sejarahnya, menginjak fase dinamik ditandai perubahan-perubahan serbacepat dan keanekaragaman (pruralism). Inilah keadaan yang dalam terminologi sekarang disebut modern. Banyak yang salah sangka bahwa keadaan modern itu dimulai oleh orang-orang barat. Benar, orang-orang barat itu modern, namun modern mereka adalah “khas barat”. Modern ala barat bersifat westernisasi, suatu modern yang khas. Namun modern tidak usah selalu berbentuk westernisasi. Dulu pernah terjadi modernisasi dari abad VII-XIII. Dalam kurun waktu itu disebut Islamisasi yang kita kenal dengan kejayaan Islam dan kemudian diambil alih westernisasi, juga selama tujuh abad (abad XIV-XX),Prof. HS memaknai dengan 7 Abad Benar dan 7 Abad Salah.
Kebangkitan Islam di Indonesia
Membicarakan kebangkitan Islam di Indonesia, menurut Prof. HS, ada enam periode: 1. Masuknya Islam; 2. Penyebaran Islam di Indonesia; 3. Kemunduran Islam; 4. Eksploitasi (perenggutan) oleh Penjajah; 5. Merebut Kemerdekaan; 6. Mengisi Kemerdekaan, dan satu periode ketujuh menghadapi globalisasi abad XXI. Membahas ketujuh periode ini tidaklah cukup dalam satu buku bahkan akan memakan waktu dan ruang yang panjang. Dengan keterbatasan waktu dan ruang tentunya kita mempunyai persepsi masing-masing selaku peminat dan penyambut abad XXI globalisasi dewasa ini.
Membaca salah satu surat kabar harian terbitan Lampung edisi Senin, 20 Februari 2012, pada Rubrik Opini tulisan Tom Saptaatmaja, ”Beragama Oke, Korupsi Oke”, kita disuguhi informasi yang terus menerus baik di media cetak, elektronik dan lain-lain. Awal abad XXI ini dengan satu titik yang mungkin itu merupakan tujuan akhir dari kehidupan mereka, apa itu korupsi?. Ada suatu kegelisahan manakala mencermati hasil survei  di beberapa Negara yang mayoritas penduduknya tidak perduli adanya Tuhan/Atheis, malah tingkat korupsinya sedikit bahkan hampir tidak ada. Misalnya Denmark. Negeri dengan 70% penduduknya atheis itu malah bersih dari korupsi. Cina yang 80% atheis-komunis juga relatif sedikit korupsinya. Sedangkan 99% penduduk Indonesia yang mengaku beragama, malah korupsinya semakin marak membudaya. Tragisnya lagi, manakala mencermati para koruptor, kita melihat mereka berbaju dan berbahasa relegius. Seolah hidupnya bersih, ya mungkin agama bagi mereka sekadar kedok untuk menutupi kebusukan hati. Tragisnya lagi, titel haji sebagai tambahan gelar di belakang mereka adalah “pertanda” termasuk orang yang antikorupsi. Na’uzubillah... Malah mungkin ada koruptor yang coba menipu Tuhan dan menipu dirinya seakan dosanya bisa diampuni dengan kegiatan amal, membangun masjid, melakukan umroh dan haji berkali-kali. Hayo..., apakah ada di antara kita?
Pangkal permasalahan terjadinya korupsi adalah karena adanya plesetan Pancasila pada sila pertama, “Ketuhanan Yang Maha Esa” menjadi “Keuangan Yang Maha Kuasa.”
Sesungguhnya posisi agama saat ini telah dipinggirkan oleh “agama baru”, yaitu agama uang (relegius of money) dan boleh jadi agama yang dianut para koruptor adalah “agama uang.”
Abad XXI globalisasi dewasa ini bagi kita yang mau membaca “Iqra” fenomena-fenomena, yang telah terjadi yang sedang terjadi saat ini, dan yang akan terjadi nanti. ini menandakan bahwa dunia ini semakin tua dan tentunya kiamat itu pasti akan terjadi. Bisa hari ini, besok, atau lusa, tapi yang jelas kiamat politik mulai terjadi di Lampung Barat (Lambar) menyongsong Pemilukada 27 September 2012.
Krui Bangkit
Menjelang Pemilukada Lambar 27 September mendatang, sadar atau tidak kiamat politik mulai terjadi. Mesin partai sudah memanas bahkan tanpa warming-up, meluncur deras ibarat mobil bensin, ya semoga tidak nabrak! Masing-masing nakhoda sudah handal dan berpengalaman menguasai medan perang wilayah terjal perbukitan (atas) dan wilayah berlubang pesisir Krui (bawah). Kandidat calon bupati muncul hanya beberapa saja tapi calon wakil bupati lumayan banyak khususnya dari wilayah bawah yang hampir semuanya berusaha agar dapat merebut hati  petahana (incumbent), ”Saya ini ibarat muli helau...” Sampai tulisan ini dimuat muli helau tersebut belum memastikan mau jatuh hati dengan siapa.
Membaca fenomena yang terjadi menjelang pemilukada nanti, saya mencoba menafsirkan dan sedikit menganalisa secara awam bahkan mungkin menjurus angan-angan belaka tapi bukan bermimpi. Dan mencoba menjawab pendapat beberapa teman baik secara diskusi di warung kopi maupun membaca dari beberapa media harian, bahwa kandidat yang bermunculan dari wilayah pesisir Krui menunjukkan sumberdaya manusia di wilayah itu baik kualitas maupun kuantitas memang patut diperhitungkan. Sehingga teman tersebut mulai memperhitungkan siapa-siapa yang layak dan pantas untuk maju sebagai balon. Ada hipotesis yang dicoba untuk memprediksi kemungkinan-kemungkinan. Misalnya apabila balon-balon yang ada di pesisir cukup mengusung hanya satu calon saja dengan perhitungan akan mendapatkan dukungan dengan kemungkinan akan terpilih/pemenang, hipotesis ini patut dipertimbangkan karena logika matematika sangat mungkin didengungkan, Tapi, apa bisa itu terjadi? Faktanya semua balon yang ada sudah melakukan sosialiasi, pencitraan, bahkan itu tadi sudah melakukan manuver-manuver agar petahana dapat “jatuh hati”. Adu strategi masing-masing balon pasti dilakukan bahkan ada yang sangat berlebihan, ada juga yang malu-malu kucing dan kalau tidak salah memaknai ada memang balon yang diciptakan “sengaja dipasang” oleh karena tantangan dan peluang menjadi pemenang memang sudah di depan mata? Berbicara tentang pesisir Krui, tentunya akan sangat menarik dan tidak akan pernah tuntas. Terlebih kalau kita memahami secara kultural filosofisnya, bahwa  pesisir itu identik dengan pasir, akan menjawab hipotesa teman kita tadi sebagai antitesa, yakin atau tidak yakin. Coba Anda genggam pasir kering yang ada di tepi pantai Krui, pasti ada yang tercecer, lalu tangan siapa yang mau menggenggamnya. Tak usah jauh-jauh membawanya niscaya akan tabur bahkan tercecer. Filosofis lainnya, konon sukukata Krui/Kroe, asal katanya Kroekam, sejenis pohon berduri dengan batang cukup besar sesuai dengan tingkat kesuburannya mempunyai duri keras dan tegas tidak lentur. Pohon ini tumbuh di semua jenis tanah di sepanjang pesisir Krui. Kalau membaca cerita Wiro Sableng potongan kayu kroekam tersebut dijadikannya senjata ampuh untuk menaklukkan musuh-musuhnya, selain senjata kampak sucinya. Lalu apa filosofisnya pohon kroekam itu sendiri? Bagi saya yang awam tentunya tidak sembarangan kalau ingin menebang pohon tersebut, bahkan sampai sekarang batang kroekam dengan potongan satu hasta masih banyak di gantungkan di atas pintu masuk plafon di berbagai rumah asli Lampung, tentunya ada mitologis mistis yang terkandung di balik filosofis kayu kroekam itu. Percaya atau tidak silahkan Anda buktikan, atau paling tidak Anda pegang kayu tersebut secara sembrono, tentunya tangan Anda akan tertusuk. Lalu apa hubungannya dengan Pemilukada Lambar? Untuk menjawab hipotesa teman tadi sebagai antitesa saya (sebagai hipotesis), bahwa munculnya balon-balon yang ada khususnya dari daerah pesisir Krui adalah suatu fase Kebangkitan Krui secara keseluruhan dan rahmatulloh-(alamin) bagi Kabupaten Lambar yang kita cintai, Tanoh Lampung Pesisir Beguai Jejama Sai Betik. Mari kita jawab hipotesa saya ini. Sebagai usul dan saran (bukan teori) bahwa Krui Bangkit sudah di depan mata. Kita lihat dan baca, hampir di semua sudut Lambar ini tidak luput dari poster, spanduk, banner dan lain-lain balon yang hampir dipastikan para balon yang muncul mempunyai  formulasi atas bawah/bawah atas, ini fenomeno yang hakikinya tidaklah orang perorang para balon menghendakinya. Insya Alloh tulisan tentang formulasi pasangan politikus dan birokrat akan penulis segerakan untuk dipublikasikan. Amin ya robbal ‘alamain. ”Fabiayyi aala-i rabbikumaa tukadzdzibaa.n” Maka nikmat Tuhan manakah yang kamu dustakan. “Tabaarakasmu rabika dzil jalaali wal ikram” Maha agung Tuhanmu yang mempunyai kebesaran dan karunia.
*) Kepala Bidang Informasi dan Litbang Badan Pelaksana Penyuluh Pertanian Perikanan dan Kehutanan Kabupaten Barat.

Tidak ada komentar