HEADLINE

Semarak Puisi Malam Minggu (Edisi ke 72) Puisi Karya Puput Amiranti



SEMARAK PUISI MALAM MINGGU (EDISI KE 72)

DARI REDAKSI
Kirimkan Puisimu minimal 5 judul, dilengkapi dengan biodata diri dan foto bebas dalam satu file ke e-mail: riduanhamsyah@gmail.com. Redaksi akan memberi konfirmasi pd penulis yg karyanya dimuat. Bila dalam 1 bulan  puisimu tidak dimuat maka dinyatakan belum layak. (Mohon maaf sebelumnya laman ini belum dapat memberikan honorium). Salam segenab redaksi.


PUISI PUISI PUPUT AMIRANTI

DIANTARA ILALANG 1

Adakah sajak yang hening
yang lebih kucuri dari
kedalaman matamu


DIANTARA ILALANG 2

Awal tahun mendekapmu dekat sini,
kau bagai bara melekat pada
buluh burung, menukik
terbang rendah—seperti mencaricari 
di kedalamanku,
pergi 


KELESAK ILALANG 1

Ilalang lesat
semakin jauhjauh aku
melupakanmu
semakin aku menggenggam
ketiadaan— kita berjumpa di 
hujung pintupintu


KELESAK ILALANG 2

Pangeran kecilku, tidakkah kau tertidur 
oleh mimpi gaib
malam ini adalah lamunan, tidakkah kau terbuai 
olehku
yang mengibar mengubur arah cahaya matahari
tua-- kehidupan ini kerap absurd

Pangeran kecilku, tidakkah kau
memanjat, melupakan aku dengan menjauh
dalam segenap peradapan mimpimu…

Agustus pilu, aku menjumpaimu
dengan bercadar perempuan di bawah payung hitam
gerimis kuberharap, siapa tak pudar di matamu
; lagu naïf jalanan laut, perempuan bisu
perempuan tua, retorika-retorika palsu
muslihat ilalang dan gelombang perompak
masihkah usiamu tertutup bulan
maka keniscayaan selalu sigap bicarakan
gedung bundar

tuhan tahu, kadang dengan penuh jejalan
nasib sumpahan membual, berharap aku 
menangkan urutan ini—harihari dalam lesak
kerkas, ilalang yang berhamburan
kadang aku menangkap bahasamu: “kau lebih pecemburu dari
waktu”

lakilaki kecilku, datang memapah pagar
hendak ia berujud, 
dengan rentang kakinya kupikir ia pemalu
dengan simpulan simpul pipinya tatap yang lucu
bicara ia tentang: “memerdekakan nasib”
tapi tak untuk geming sejarahku mengenai
ingatan dalam sedikit kapal 
lenting suaranya, 
aku tak mengenal dia

bicara aku—ia mengenai keyakinankeyakinan
orangorang pilu, yang dicinta, yang tengah sejarah
gambarkan lanun orang-orang tolol melintas
pada tubuh
akar pikiranku—lesat, “oh, lelaki muda 
betapa kau
dungu, tak kasat mata
sedikit cibirmu tak melakukanku”

dalam gelagak riang suaramu, seperti larut kemudian
ada yang kau pinta
sedikit saja— bunyi naif, 
kau lentingkan masa laluku
dengan segenap penghormatanmu tak tulus
aku mengerti kau miliki mata—
dunia mulai berkacakaca terhadapmu

lelaki kecilku, kerap bicara
seandainya suarasuara itu kau pinta
kerbau lebih lemah dari bahasamu, lebih lembut dari
sapaan angin 
lebih pecah dalam peradapanmu, maka kau pun mengerti, 
aku pun kelak akan menyangkal dan mengerti


LAGU UNTUK ILALANGKU

Ada yang tak lebih kalah dari peradaban ini
saat jiwa tak menggenang
saat telapak melebarkan daundaun
tubuh
kau, yang kerap tumbuh
dalam mataku
akan pergi


ILALANGKU

adakah yang kau pancarkan dekatdekat sini

                                    (dalamdalam dan dekat sini)
tentang siulansiulan musim atau ceritacerita berkala

adakah yang kaugenggam lewat hijau 
belukar
membuih dan bara angin—
buluhbuluh burung bertukar, prenjak, kesiap
              singgah 

cerita lewat, kutubkutub terbang 
sejauhjauh aku langut
melayani apa yang ada dalam kedalaman matamu

kau hanya ombak yang tersapu


ILALANG SENJA

memang beginilah usia, acap bicara
mungkin bersua, kudakuda tebar masa lalu
kau bagaikan malaikat lewat, seruni dan anggrek
  dewa nyasar malam ini seperti peluru
luruh dalam keriap kerjab yang kerap kaucuri
di awal nada— seperti nahkoda, maut melaut menghamburkanmu
laik anak kecil, laik gurauan
                    bertali, berekor akar rambut

musim kemudian bicara 
sintuh ia masa yang jauh
lampaui bahasa tumbuh, aku lupa
aku sakit, lalu seperti ingin memukul—
 memelukmu
dengan ketiadaaan tanpa batas


GERHANA I

yang 
mendenyarkan kesunyian
suarasuaramu hinggap
maya kupukupu—
kubunuh malam ini


GERHANA II

bulan terjal
yang bersidekap dalam mimpi
ziarah wajahmu
merindap pikiran
seperti ngilu
menjangkau kealpaan

seperti jauh
kuberdiam
ingkari
perih ini


GERHANA DI PELUPUKMU
: aruvian

adakah bulan yang hinggap
di matamu, di kuntumkuntum
bisu, langit serupa mawar
menebar hitam dan
dingin menggelap malam ini
sebagai luka



Puput Amiranti, dengan nama lengkap Puput Amiranti Nugrahaningrum. Lahir di Jember, 24 April1982. Lebih banyak menghabiskan waktunya di pedalaman Kabupaten Blitar dengan menjadi guru dan pembina teater di sebuah sekolah di sana.

Alumnus Sastra Inggris Unair ini, karya-karya puisinya sempat dimuat di pelbagai media cetak, online, dan radio, yakni: Surabaya News, Surabaya Post, Surya, Jawa Pos, Media Indonesia, Aksara, Lampung Post, Pikiran Rakyat, Jurnal Perempuan, Majalah Bende (Taman Budaya Jawa Timur), Kidung, Jurnal Sajak Edisi 3 juga menulis geguritan (puisi berbahasa Jawa) dan termuat di majalah Jayabaya dan termuat di antologi Pasewakan (Konggres Sastra Jawa III, 2011). Media online Indonesia-Australia, AIAA News dan dibacakan di radio Indonesia-Jerman, Deutsche-Welle (Januari, 2004). 


Karya-karya puisinya yang lain juga termuat di pelbagai antologi puisi, seperti: Permohonan Hijau (FSS 2003), Antologi Penyair Jawa Timur (FSS 2004), Dian Sastro For President #2 Reloaded (On Off, 2004), Pesona Gemilang Musim (Himpunan Perempuan Seni Budaya Pekanbaru, 2004), Impian Bunuh Diri (stensilan, 2004), Malsasa (2005), Khianat Waktu (Dewan Kesenian Lamongan, 2006), 142 Penyair Menuju Bulan (Kelompok Studi Sastra Banjarmasin Kalsel, 2006), Surabaya 714-Malsasa (2007), dan Kepada Mereka yang Katanya Dekat dengan Tuhan-Antologi Penyair Mutakhir Jawa Timur (Lanskap Indonesia, 2007), Pelayaran Bunga (TBJT 2007), Malsasa (2009), Tadarus Puisi (2010), Festival Bulan Purnama Majapahit (2010), Rakyat dan Tuhan-Antologi 4 Penyair Blitar (Elmatera Jogja, 2011), RA Kartini-Antologi Penyair Perempuan se-Indonesia (2012), Cinta Gugat (Sastra Reboan, 2012), Puisi Menolak Korupsi (Forum Sastra Surakarta, 2013), Buku Memo Untuk Presiden (Forum Sastra Surakarta, 2014), Senandung Tulang Rusuk (Dewan Kesenian Mojokerto, 2016), Sebumi#3: Teruskan Jalan Itu, Teruskan Pikiranmu (Lestra, 2017), Festival Bangkalan 2 (Himpunan Masyarakat Lumpur Bangkalan, 2017)




Saat menjadi mahasiswa puisinya yang berjudul "Lantai I Mutaqien" memenangkan Juara I dan “La Vie En Rose” juara III di PEKSIMINAL  (Pekan Seni Mahasiswa Regional) se Jatim 2006. 

Juga seorang pekerja teater, menulis serta mengadaptasi naskah drama. Naskah “Sebuah Musim” ditulis dan disutradarainya serta memenangkan penampilan terbaik II pada FESTAMASIO (Festival Teater Mahasiswa se-Nasional) II di Makassar (2003). Juga menyutradarai naskah “Daerah Perbatasan” pada PSN XIII (Pertemuan Sastra Nusantara) di Taman Budaya Jatim (2004) dan Temu Teater se-Jatim V di Lamongan (2005). Menyutradarai sekuel pementasan lanjutan yakni, “Kerontjong Revolusi Daerah Perbatasan”, pada FESTAMASIO III di Jogjakarta (2006). 

Naskah adaptasinya dari karya Yukio Mishima yang berjudul ”Kantan” lolos dalam festival teater kampus sedunia, The 17th Istropolitana Project di kota Bratislava, Slovakia (2008). 

Karyanya berupa esai sastra dan budaya termuat di majalah Kidung, Radar Surabaya, dll. 

Sebagai wakil Jawa Timur, menghadiri 7th Triennal Conference of Women Playwrights International (Pertemuan Penulis Naskah Perempuan Sedunia) 2006 dan menjadi Pembicara dan workshop penulisan puisi di berbagai tempat, antara lain Temu Sastra Jawa Timur (2011), Ponpes Darul Falah-Mojokerto (2012), Pusdok HB Jassin Jakarta (2012), dll. 

Kumpulan buku puisinya yang sudah terbit berjudul ”No Prayer For The Dying” (Elmatera Jogja, 2011), dan ”Kaki Dewa Sura” (Ganding Pustaka, 2016)

Mendirikan UKM Teater Mata Angin Universitas Airlangga Surabaya (2005), dan Teater Lagung SMKN 1 Nglegok (2009). Menjadi penata musik, penulis naskah, sutradara, pimpinan produksi dan direktur artistik di pelbagai pementasan di pelbagai kota: Taman Budaya Solo (2002), UNHAS Makassar (2003), Militaire Societet Jogja (2005), Lamongan (2007), CCCL-Surabaya (2007), Museum Mpu Tantular-Surabaya (2007), Amphiteater Perpustakaan Bung Karno (2009), Gelanggang Remaja-Planet Senen Jakarta (2012), Taman Ismail Marzuki Jakarta(2012), Istana Gebang-Rumah Bung Karno Blitar (2013 dan 2016), Expo Hardiknas tingkat Kabupaten dan Propinsi (2011-2013), Pemilihan Duta Anti Narkoba-Jatim (2013), Gerakan Masyarakat Anti Narkoba (2013), dll, Apresiasi Ruang Terbuka-Diorama Penataran (2013), FKKS di Blitar (2013), Festival Panji Blitar(2014-2015), Bersih Desa di Krisik, Gandusari Wlingi (2014), Purnama Seruling Penataran di pelataran Candi Penataran (2015), Kelurahan dan Kecamatan Nglegok (2015), IKIP PGRI SEmarang (2015), Perkebunan Kopi Karanganyar Modagan-Nglegok (2016), Teater Besar ISI Solo (2016)

Bekerja sebagai guru bidang studi Bahasa Inggris di SMKN 1 Nglegok, dan di tempat yang sama, tetap konsisten sebagai pembina, pelatih teater diriannya, Teater Lagung dan sanggar seni dan sastra_Padepokan Seni Lagung (PASELA), mulai melahirkan sutradara-sutradara muda arahannya. Bersama anak-anak teater, suka melakukan penjelajahan di berbagai daerah pedalaman di sekitar Kabupaten Blitar, dan melakukan pementasan Grass Road, yang menjadi salah satu ide proses penulisannya.















Tidak ada komentar