HEADLINE

Semarak Puisi Malam Minggu (Edisi Ke-56)


SEMARAK PUISI MALAM MINGGU (edisi ke-56)

DARI REDAKSI
Kirimkan puisimu minimal 5 judul dilengkapi dengan biodata diri dan foto bebas dalam satu file ke e-mail: riduanhamsyah@gmail.com. Pada subjek e-mail ditulis SEMARAK PUISI MALAM MINGGU_edisi ke-57  (malam minggu selanjutnya). Redaksi akan memberi konfirmasi pd penulis yg karyanya dimuat. Bila dalam 1 bulan puisimu tidak dimuat maka puisi dinyatakan belum layak. (Mohon maaf sebelumnya laman ini belum dapat memberikan honorium). Salam segenab redaksi.

KARYA BERSAMA


PUISI PUISI ENDANG A

LENGSER

Dia lahir dari pucuk kemarau, berkisah pada bumi, dahulu rantingnya mampu menembus hutan fana ibukota, dengan bangga memakai baju kebesaran idamannya. 

Namun, masa menghunus pedang dari belakang, hancurkan singgasana mahkota Raja. Habisi keponggahan zaman, usia menguburnya dalam ketiadaan rupa. 

kini, sosoknya dirindukan sebagian, kepiawaiannya terlihat jelas, penjelejahan waktu menanam pohon kedamaian, hingga punggung jelata tak merasakan pedihnya mencari. 

Sedang aku hanya menikmati tetes kopi, semakin nikmat penjabaran biji, tertuang dalam secangkir wedang, penuhi hasrat mencicipi roda hidup berkali-kali. 

Jakarta, 16 Maret 2017.


DERMAGA BISU

Di emperan dak itu, terakhir ...
menjemput malang dalam serpihan
desahnya mengecil
paru-paru menyekat.

Nada sumbang mengikuti fajar
arahnya bergerak, membelok
sisa kepenatan merajang
kuasai jalan pikir.

Lantas-

gunakah sebuah asa?
jika tangis kau sobek
mama sambutlah tangan kecil
sebab aku terpaku dalam dermaga bisu.

Jakarta, 27 Februari 2017.


SAJAK UNTUKMU

Konflik terbuat, luka masih basah, kutuntaskan harapku, pergi menjauh, kemudian bayangmu, menguliti jejak langkah, gontai, suram, wajah alam membinggungkan cerita.

Seduhan kopi tak lagi semanis kala itu ....
hingga petani murka, ladangnya terjamah
panen gagal tahun ini, duka panjang menyelimuti.

Lereng bukit mengisahkan nada, ketukan tempo patah patah, birama kacau balau, ruwet
benang kusut tercampur dalam semangkuk puisi.

Sedang aku menghampiri malam
berceloteh hingga penat kepala
membenamkan arti dirimu pada hembusan angin, bersama sujudku penuh air mata. 

Jakarta 17 Maret 2017


MALAM TERAKHIR

kami, membaca jejak, pada kisah buram. Sedikit rasa menguliti hati, pada binar wajah di atas sajak. Itupun masih serupa lembaran. 

Sedang lampu-lampu jalan berdisko
bersama laron-laron kota, penuh nafsu. 
Takjub, ada lipatan tersembunyi di sana
cahayanya terang menyejukkan
seperti cristal, sangat Indah. 

Dan urat nadi, mengutamakan deburan ombak
kepadanya berkeluh hidup, mengharap selesai gerimis ini. 

Serta sujud, curahan terakhir, tersebut terbata-bata, ponggah hilang si telan asa kesia-siaan. 
Berdesis pada malam adakah rasa terurai menjadi awal bukan akhir. Kuncup daun diam mengatup. 

Jakarta, 7 Maret 2017.


DI RUANG NAPASMU

Sempit, penuh konflik, dalam ruangmu
termiliki, bagian jiwa, separuh napas, jantungku
sesak, celoteh bergema, siang, malam, pagi, sore. 

Entah, adakah dikau sadar, batas hati, tersentuh
ceritanya patah patah, wujudnya samar samar
lucunya, kisah lalu mengabu, tersebab tak terbaca. 

Lantas diam, bagai tak kenal, putus silaturahmi
sedang anak-anak kepompong, mengikuti deras air dalam samudra, dengan terseok. 

Dan aku hanya melipat rasa, walau menyiksa
di sini, hulu dadaku mengering
kemarau kemarin, masih melekat dalam ingatan malam. 

Jakarta, 17 Maret 2017.


Tentang Penulis : Endang A tinggal di jl dukuh 4 kramat Jati Jakarta Timur. Ia mempublikasikan puisi puisinya pada media online www.wartalambar.com



PUISI PUISI RIRI ANGREINI


CINTA MULIA

Seperti pagi yang tak lelah
siang penuh semangat
sore tersenyum ramah
senja penuh nasehat
dan malam tulus berbagi kasih sayang

Begitulah naskah hidup yang kunikmati
saat bersama napasmu yang menuntun

Hingga-
waktu melipat usia, lelah pun tak pernah singgah,
hanya bahagia yang kusimpan di penghujung kisah ini.

Bekasi, 09 Maret 2017.


SEPASANG CAHAYA

Mata mata telanjang
telah berbenah
menutup rapat
gerbang halaman

Sementara-
sepasang cahaya
masih anggun berdansa
di remang temaram

Entah kapan,
tarian akan berhenti?
Sedangkan irama semakin menjadi
melantunkan tembang syahdu
tentang rindu yang meng-aduh!

Bekasi, 14 Maret 2017.


HUMAIRAH
(ADEKKU)

Rona pipi indah pesona
senyum menawan bak delima
laku halus umpama sutra
buat senang siapa saja

Jika malam hadir menyapa
kilaumulah jadi lentera
penerang lorong jiwa semesta
hingga pagi datang menyapa

Wajar saja bila dikau lelah
istirahat sejenak tenangkan mata
dalam mimpi surgawi-Nya
hingga semangat kembali sudah

Sungguh engkau insan pilihan-Nya
harum namamu melegenda
sampai penghuni surga mengetahuinya
akan indah rupa dan akhlak yang dikau punya

Bekasi, 14 Maret 2017.


PADUKA CAHAYA

Pijar lentera hati di balik tirai malam
membayang menghalusinasi sukma
entah apa yang tersembunyi di balik niat
yang tersimpan di lipatan tujuan

Wahai engkau paduka cahaya
tolong jangan buat gelap makin legam
dengan mengendapkan sinar indah
di dasar semu

Sungguh!
Itu akan membuat jalan terang jadi redup
baik bebaskan saja
ianya menyorot hingga menerangi lorong qalbu

Di sana rasa akan bertemu
memadukan cinta yang telah lama menunggu
hingga jemu merayu
ia pun tetap bertahan untukmu

Bekasi, 15 Maret 2017.


SAKIT
(PATIDUSA)

Gores kisah menanam luka
subur dalam jiwa
mengakar hati
rasa

Desir bayu mengikis cinta
perih meraja kuasa
tinggal luka
berdarah!

Bekasi, 16 Maret 2017.


Tentang Penulis : Riri Angreini. Lahir Padang Panjang (Kambang)-Sumbar. Saat ini merantau  dan tinggal di Bintara Jaya, Bekasi. Jawa Barat. Tulisan di terbitkan www.wartalambar.com



PUISI PUISI BUNDA SWANTI

PADAMU

Hangat bisikmu mentari, sinari jiwa nan bestari
Diiringi kicau pipit menggoda jiwa
Hanyutkan raga sampai ke muara

Muara tiada ujung
Luas pandang hanya pesona
Tiada jemu memeluk, untaian kasih kian subur
padamu belahan jiwa.

Rokan Hilir, 11 Maret  2017


KABUT DI TANGKAI HATI

Bila masa berbicara pada dunia, kabarkan tentang curiga

Akhirnya pintu dan jendela  tertutup rapat, hingga gelap kian pekat
  
Meringkuk di tepi beranda,
berharap terbuka sedikit cela

Kelu hati pandangi pualam,
bisu dan semakin hening
Pilu terhantar dalam buaian syahdu
Membusung dada penuh curiga, apa mengapa tiada tanya

Cuka terhisap ke setiap irama, nadi tergetar terasa getir

Rona wajah kelam menghitam menembus jantung, habiskan asa tak satu pun sisa

Senyap ini menguliti lapisan kulit, setiap sayatan mengalirkan duka 
Lezatnya rasa yang tersaji nyaris pupuskan imaji

Rokan Hilir, 12 Maret 2017


LAFAL  MANTRA


Kepercayaan yang kutanam pada tonggak ini, terasa sudah penuh
Curiga terkikis bagai titik embun terkena sinar sang surya

Sakit terpompa dari atma ke jiwa, seolah dalam mimpi
Mengapa tega engkau sayat lembaran yakinku padamu, tiada ampun cuka pun kau bubuhkan

Mengapa tanyaku pilu, tertunduk lesu menghitung jemari seolah tiada habis

Sakit berkali-kali, sudah kulafal mantra penghalau duka
Dan tetaplah sama resah rajanya

Rokan Hilir, 13 Maret 2017


KENANGAN

Masa berganti dari biji biji hari, sengaja menghitung mundur dari lembaran silam

Sebaris kisah dua sejoli, ceria dalam satu asrama
Makanmu, minumku, dukamu sukaku jua

Tampak kau teramat kaku, tak pernah peduli dengan getar hatiku
Sedang aku kakak kelasmu

Sayang kian subur tumbuh bersemi dalam diam yang tak terucap, dalam debar hingga terbawa sampai sekarang
Lama memang dua puluh sembilan Tahun, kita sama pendam rindu ini
Kita peram sampai ajal menjemput

Rokan Hilir, 14 Maret 2017


LUKISAN JIWA

Senyum hiasi dinding hati
Terkanvas dalam hamparan aksara

Tersaji manis, semanis kuncup melati

Jemarimu bagai titah raja
Membius sang hamba untuk memuja

Susunan pujian terangkai dalam bingkai kekata
Lukisan cinta menawan jiwa

Nafasmu terus hantarkan puisi
Pun sejak kehilangan merpati, sajakmu mengalir sesejuk air
Menetes bagai embun digigil malam

Rokan Hilir, 16   Maret  2017

Tentang Penulis: Bunda Swanti di Jln Pelota Km 22, Desa  Bangko Lestari, Kec. Bangko Pusako, Kab. Rokan  Hilir-RIAU



PUISI PUISI MALA FEBRIYANI

TENTANG KALIAN 

Di perbatasan ini, kubawa 
segenggam kasih tulus untuk
kalian yang mengukir indah
dermaga ini.

Laut dan awan menjadi saksi,
bisu kebahagian yang terlukis 
di wajah gadis sudut sepi yang
bahagia bisa melihat indah,
tentang sebuah kisah.

Melangkahlah, sejauh manapun
kalian ingin, asal tetap genggam 
erat kesetian.

Brebes, Jawa tengah 13 Maret 2017.


PELANGI DI KISAHMU

Hai paman, lihatlah sepasang
kekasih itu sedang merajut indah
tentang cinta.

Ingin sekali rasanya paman, bisa
seperti mereka yang berpelukan
dalam bahagia tumbuh bunga
cinta.

Namun-

hanya luka yang kurasa, akan 
tetapi, tak mengapa sebab aku
bahagia melihat indah, kisah
mereka yang merajut cinta.

Cintakan, membawa kalian
arti bahagia dalam hidup.

Brebes, Jawa tengah 13 Maret 2017.


DIA DAN KAMU 

Karya Mala Febriyani 

Tentang sajak itu, yang begitu
membinaskan arti aksara-aksara
yang begitu rumit.

Inilah, sajak malam yang
terukir indah di langit senja.

Bahagia, diantara dia dan kamu
yang bersama selamanya.

Brebes, Jawa tengah 13 Maret 2017.


KUTUNGGU PERSANDINGAN

Di batas sepi ini, dengan setia
kunyanyikan lagu indah tentang
kalian bersama bait-bait tulisanku
yang tertanam di malam Maret.

Bait demi bait indah, tak luput
dari ingatanku saat kumenunggu
hari persandingan kalian.

Janji bukan hanya sekedar, janji
melainkan arti yang begitu sangat
berarti dalam hidup.

Bisikkanlah kata, maukah
kau menjadi ibu dan anak-anak
kita kelak?

Brebes, Jawa tengah 13 Maret 2017.


SELAMAT DATANG BREBES 

Sudah sampai nona, cepatlah
kau kemasi barang-barangmu,
baiklah pak, terima kasih

Tuk ... satu pijakan yang mampu
mengetuk senyum pada wajah ku
tak pernah terpikir akan berpijak
di tanah ini kembali

Selamat datang Brebes, aku 
pulang setelah sekian lama meninggalkan berjuta, kenangan
di kota ini

Aku pernah meninggalkan 
aksara yang ku,ukir di Langit
Brebes, kini aku kembali menulis
bait bait indah tentang kotaku

Letih--

berjuang di kota orang 
membuatku tenggalam rindu
kota bawang merah ini

Brebes, Jawa tengah 13 Maret 2017.


GADIS ITU

Gadis itu, yang membawa 
setumpuk baju dan harapan 
agar bisa merajut sebuah 
perjuangan mencari rezeki.

Inilah hidup nak, kadang di atas
kadang di bawah, jalani semua itu
dengan niat dan ikhlas nak.

Nasihat Ibu pun tak pernah lupa
menjadikan sebuah mantra untuk
semangat di perjalanan kota.

Dik, kakak janji kelak engkau
tak seperti kakak, biarpun kakak
makan nasi dan garam, semoga 
engkau makan nasi dan ayam.

Layang layang semangat di bibir
tak pernah lepas di wajah penatku
akan desak-desakkan dengan 
mereka yang berjuang.

Brebes, Jawa tengah 13 Maret 2017.


AKU RINDU IBU 

Ibu, ingin sekali aku mengeluh padamu 
Ibu, ingin sekali aku bersandar
Ibu, ingin sekali kudekap raut senja yang hangat.

Kata kata habis ibu oleh 
rindu yang begitu memuncak.

Sebab--

anakmu hanyalah insan biasa
yang masih membutuhkan asi 
kasih sayangmu Ibu.

Lelah bu , kumengadu nasib
di kota orang dengan nasib pas-pas,an.

Bukan aku tak bersyukur Ibu, 
hanya saja biarkan aku istirahat sejenak bu dalam dekapmu.

Brebes, Jawa tengah 13 Maret 2017.


KATA KATA KU PUPUS

Habis sudah, untain kata
demi kata di telan lautan ombak
penuh luka yang tersaji dalam
buaian nada luka.

Pupus sudah, asa yang kita rajut
dengan benang benang cinta 
tulus, yang tersusun rapi
dalam satu almari cinta.

Hanya bisa berharap, ia 
menengok rumah yang kusebut
kisah kita.

Brebes, Jawa tengah 13 Maret 2017.


SELINGKUH

Hei nona! 

Di mana kekasihmu, kenapa 
malam minggu engkau sendirian?

Dia selingkuh paman, jadi hanya
bisa meratapi nasib sendirian paman,
memangnya tidak ada yang menyukai
nona cantik paman?

Biarlah-

sendiri tidak akan membuatku
tenggelam kedasar jurang atau,
tenggelam di lautan air mata.

Sebab--

aku hanya bisa ikhlas,
akan takdir hidup yang Tuhan tulis
untukku.

Brebes, Jawa tengah 13 Maret 2017.

Tentang Penulis : MALA FEBRIYANI tinggal di Pasar bawang klampok. Banjaratma Rt.04 . Rw.09. Gg.batara 2, Kec. Brebes, Bula Kamba-Jawa Tengah.
Mempublikasikan puisi puisi di media hhtps:/www.Facebook.com/MalaFebriyani dan www. Wattpad.com. maniezmala.
No hp : 0838 7492 4165. 
Email : maniezmala86


PUISI PUISI NENI YULIANTI

SECANGKIR KOPI

Baik pak, secangkir cinta sudah terseduh dalam gelas berwarna merah muda.

Biji kopi yang pahit dicecap, tercampur manisnya senyum Peri Dahulu. 

Masih sebuah kemungkinan, ritual kopi tersaji kemarin, menemani hari dengan rasa manis dua insan dalam bahtera.

Cirebon, 16 Maret 2017.


TANGKAI KENANG

Adalah sepotong rasa, melekat di persinggahan hati
mengukir tangkai puisi.

Sementara--

waktu pada sebuah poros kehidupan, menggigil jiwa terpanggil dalam desah hujan.

Ya--

rawatlah ia dengan simpul di bibir, kenang yang berbisik dari arah kemarin, laun-laun hinggap pada ilalang.

Kemudian langkah, mesti berayun
tentu berbalut doa
ya!
Hanya doa, hidup berselimut.

Cirebon, 16 Maret 2017.


BABAD RUMYANG

Membaca raut wajah pesisir di tanah keraton, kaya budaya dari puyang, menguas pelangi di hati.

Dan--

gemulai lembut selendang panji, jenaka langkah samba, molek hijau rumyang, serta gagah merah kelana, harumkan Cirebon dengan darah seni yang masih mengucur.

Ya--

aroma pesisir di tanah keraton, terjaga sejak dalam petuah wali songo yang mengurat nadi.

Dan, kembali menguraikan benang benang kerinduan selendang mayang pada babad Cirebon.

Cirebon, 13 Maret 2017.


BEBAN

Langkahku tertatih, menapaki bumi
kekata lelah menumpuk di punggung
berapa beban yang terus ditimbang?
saat mata mengering, napas menyesak di hulu dada.

Sementara--

pandangan terlempar di sudut sunyi, mengemasi sajak yang patah pada dedaun yang berguguran, diterpa angin lalu.

Ya--

kubertanya tapi ... mengumpul di meja puisi.

Kembali mengurai benang nalar yang kusut, terjebak kolam ilusi.

Cirebon, 12 Maret 2017.

Tentang Penulis : Neni Yulianti, bertempat tinggal di kota Cirebon, kegiatan bekerja di perusahaan swasta, hobi menulis puisi. Rutin karya karyanya dipublikasikan di media online Warta Lambar.com



PUISI PUISI AAN HIDAYAT

SEKELUMIT HARAP

Sore ini langit cerah, namun entah mengapa? 
tiba-tiba rinai hujan menyapa langkah meniti hari. 

Ada denyar tenggelam dalam rintiknya, lalu terhanyut larung bersama gundukan resah. 

Dan---

secercah harap terlipat dalam sanubari, semoga sang bayu hanyutkan debu-debu yang mengendap, sisa mimpi kemarin lusa. 

Lampung Barat, 16 Maret 2017.


DOA UNTUKMU ADIK

Dentang waktu terus bergulir, mengisyaratkan angka-angka yang terkadang ganjil dalam hidupmu. 

Berjuta rintangan telah kau taklukkan dengan senyum. 
Dengan segala anggun, kau lalui jalan yang dulu setapak, dan kini menjadi alamat pulang. 

Bagai Sang Ratu, duduk di atas singgasana sakral dan berpakaian dedoa dengan segala ritual mantra-mantra untuk hari bersejarah dalam hidupmu. 

Semoga bebiji kalender yang kau tinggalkan menjadi catatan indah pada laluan yang segera kau tapaki.

Wahai adik...

selamat menempuh kehidupan yang mungkin penuh ujian, beribu doa serta mantra ini, mengiring langkahmu. 

Lampung Barat, 17 Maret 2017.


Tentang penulis : Aan Hidayat adalah seorang wiraswasta mebel di Pekon Gunung Sugih, Kecamatan Balik Bukit Liwa Lampung Barat, dia juga intens mencurahkan kegelisahan hatinya melalui puisi, karya-karyanya diterbitkan di www.wartalambar.com

Tidak ada komentar