HEADLINE

Puisi Karya Anik Susanti


SEMARAK PUISI MALAM MINGGU (edisi ke-57)


DARI REDAKSI
Kirimkan puisimu minimal 5 judul dilengkapi dengan biodata diri dan foto bebas dalam satu file ke e-mail: riduanhamsyah@gmail.com. Pada subjek e-mail ditulis SEMARAK PUISI MALAM MINGGU_edisi ke-58  (malam minggu selanjutnya). Redaksi akan memberi konfirmasi pd penulis yg karyanya dimuat. Bila dalam 1 bulan puisimu tidak dimuat maka puisi dinyatakan belum layak. (Mohon maaf sebelumnya laman ini belum dapat memberikan honorium). Salam segenab redaksi.


PUISI PUISI ANIK SUSANTI


KEKAR YANG PENGALAH

Ada sebuah hari di mana matahari libur
kami buta dan gelap ditinggal sebentar
saat kau: Bapak, memutuskan bekerja jauh di luar
anakmu serupa kapas yang kesiur.

Rumah ini tak menemukan suluh cahaya
dan jiwa ibuku berwarna layu
engkau yang kekar tapi pengalah, mana tega
setidaknya, pulang segera sambangi kalbu.

Sesekali berbisik, bahwa
warisan hanya kitab-kitab tanggung jawab
bukan ruah harta seperti tetangga
bapak kami benar dalam sekejap.

Figur kehidupan senantiasa mengalir
darah itu bertabiat ilmu perilaku
catatan sifatmu tempat menimba pikir
seumpama air, hulu adalah dari bimbingan ayahku.

Gunungkidul, 23 Maret 2017


TEMBANG CINTA KEKAL

Melagukan debar tapi tunduk ikhlas
warta cahaya kasih membias
jiwa mencintai dengan tak sengaja
terlanjur saja.

Seperti susu setibanya berwarna putih
di malam renjana yang bertasbih
tiba-tiba hilang; kurang dan benci
ruh damai sendiri, meski di rimbun api.

Gejolak menembangkan cinta kekal
kidung hati yang dikenal
jatuh deras, air sayang
entah dari mana datang.

Bukan hujan
tapi sejuk di ubun-ubun kehidupan.
Saling melengkapi
di malam dan pagi.

Gunungkidul, 23 Maret 2017


RUMAH KARDUS

Tak berjendela, berdinding ketabahan
mencecap empedu; hidangan hidup
cahaya bukan lampu, tapi kesyukuran
semaikan senyum sepenuh degup.

Anak-anak masih tertawa.
Ibu mereka bersemarak dada
meski terhimpit, cipta bahagia sejati
berasa bermilik langit--bumi.

Di pembuangan sampah, menjulang gunung
matahari pun bisa sembunyi di balik punggungnya
bukit sampah adalah kehidupan
untuk rumah kardus, saling berteduhan.

Tiada gelap lebih menakutkan atma
selain kelam sesat putus asa
zaman, bukan rintang 'tuk bertahan
kampung pinggiran, laman paradise Tuhan.

Gunungkidul, 23 Maret 2017


MEMUTUS AMBIGU

Aku sudah bersitatap asa
juga tentang penghulu waktu
dalam akad kehidupan raya
benang jalinan masih ambigu.

Tempat ini, lekat mimpi sebelum pagi
di malam pikiran yang berdebu matahari
ya, raga di bawah terik ratap
dan sambutan kepada jiwa rupa gelap.

Hari, mengguncang tubuh tidurku
ingatkan tentang gegas persiapan
bisik memekik usik kesadaran
seorang harus berjalan memutus ragu.

Kembali buka lembar peta
memilih di antara majemuk jalan-jalan
temukan arah hidup.

Gunugkidul, 24 Maret 2017


RASA

Aku pesisir, menunggu kepulangan nahkoda
harap warta camar, pada pertemuan laut dan senja
berdada debur ombak, hingar.

Perjamuan malam semakin mengiris
dan-
elegi langit mata mulai gerimis
kekosongan, luka-luka, bernyanyi melankolis
gelombang rindu tiada tertepis.

Wahai angkasa nan mengenang
dulu bahtera cinta mendermaga tenang
di sini tempatnya; di kaki pasir 
kini berseberangan menapak rimba--belantara takdir.

Angin membuka diary
menerbangkan eforia jejak kita
menari-nari di kepala sunyi
asuh rasa.

Gunungkidul, 4 Maret 2017



Tentang penulis: Anik Susanti, seorang karyawati yang hobby menulis ini tinggal di Gunungkidul, Yogyakarta. Beberapa karya dimuat dalam antologi bersama. Ia belajar sastra di KOMSAS SIMALABA. Aktif mengirimkan karya di www.wartalambar.com.

Tidak ada komentar