HEADLINE

Puisi-Puisi Ferry Fansuri

DARI REDAKSI
Kirimkan puisimu minimal 5 judul dilengkapi dengan biodata diri dan foto bebas ke e-mail: riduanhamsyah@gmail.com. Puisi, biodata, foto bebas dalam satu file. Tidak boleh terpisah. Pada subjek e-mail ditulis SEMARAK PUISI MALAM MINGGU_edisi ke-48 (malam minggu selanjutnya)


Terhitung mulai Bulan Januari 2017 setiap puisi yang dimuat Warta Lambar akan kami rangkum dan kami terbitkan menjadi buku antologi puisi bersama dalam setiap triwulan, maka dalam setahun kami akan menerbitkan 4 buku. Selanjutnya buku-buku ini berhak dimiliki oleh setiap penulis dan pembaca Warta Lambar di manapun berada sebagai bukti dokumentasi karya serta penghargaan kami yang sangat tinggi kepada para penulis agar karya-karyanya terkemas dengan baik. (Salam kreatife)


PUISI-PUISI Ferry Fansuri

Ulurkan Tanganmu

Mengapa tidak abadi seketika
Segala rasa cinta
Kesejukan yang menyertai cerita kita

Mengapa tidak abadi seketika
Hati tempat berlabuh
Tali yang mengikat janji-janji

Jangan pernah usai kita inginkan
Namun pil pahit yang harus kita telan
Inilah puisi jalan kita kasih
Segala prahara mendera
Segenap dusta menyerta

Tiba saatnya prahara membiru warnanya
Namun kita harus tetap waspada

Ulurkan tanganmu kasih, tetaplah ulurkan
Agar kita senantiasa dapat bergandangen
Berjalan bersama menuju satu tujuan
Sebuah jalan terang


Jalan di Tengah Samudera

Cakrawala yang kita tuju
Nyatanya masih jauh
Namun percayalah kepada angin
Yang senantiasa menuntun

Maka jagalah perahu ini
Jangan sampai pecah di tengah samudera
Dan tegakkan tonggak layar

Mengapa harus berkecil hati?
Sedangkan rembulan dan mentari
Masih tetap setia mengirimkan cahaya
Meskipun harus melewati jalan yang tak mudah
Di sela-sela mendung dan mega

Mestinya kita selalu terjaga
Menahan ombak dengan kekuatan jiwa raya
Mengingat kita harus bertahan
Maka jangan terhenti di tengah cerita
Jika disini masih ada jalan
Untuk menuju keabadian


Yang Terindah

Yang terindah kuberikan untukmu
Terlahir dalam dekapan jiwaku 

Yang mencari….

Tertatihku coba berdiri
Terhempas ku disana menantimu
Mendambakan kau yang terindah
Persembahan dariku tercipta dalam

Alunan langkahku yang terhenti
Menatap jejakku sendiri
Tertinggal ku disana menantimu

Mendambakan dirimu
Semua yang tersisa 
Hanya persembahanku yang terakhir

Kau yang terindah
Jangan biarkan diriku
Terhempas keraguan


Cinta

Cinta serupa dengan laut
Selalu ia terikat pada arus
Setiap kali ombaknya bertarung
Seperti tutur kata dalam hatimu

Sebelum mendapat bibir yang mengucapkannya
Angin datang dari jiwa
Air berpusar dan gelombang naik
Memukul hati kita yang telanjang

Dan menyelimutinya dengan kegelapan
Sebab keinginan begitu kuat
Untuk menangkap cahaya

Maka kesunyian pun pecah
Dan yang tersembunyi menjelma
Kau disampingku
Aku disampingmu
Kata-kata adalah jembatan
Waktu adalah jembatan
Tapi yang mempertemukan
Adalah kalbu yang saling memandang


Tak lekang oleh waktu

Telah lama kutunggu
Hadirmu disini
Namun hanya ruang semu
Yang nampak padaku
Meski sulit haarus kudapatkan

Sambutlah tangan ini terima janjiku
Rasakan cinta yang tulus
Lewat aliran darahmu
Menyatu seiring dalam kasih

Mari kita jaga sebentuk cinta putih yang telah terbina
Sepenuhnya terimalah pengertian adanya dua beda menyatu
Masilah panjang, jalan hidup merki ditempuh
Semoga tak lekang oleh waktu
Surabaya, Desember 2016
Yang tersisa dari yang terkasih

Tentang Penulis: Ferry Fansuri kelahiran Surabaya 23 Maret 1980. Ia adalah seorang  fotografer dan entreprenur lulusan Fakultas Sastra jurusan Ilmu Sejarah Universitas Airlangga (UNAIR) Surabaya. Pernah bergabung dalam teater Gapus-Unair dan ikut dalam pendirian majalah kampus Situs dan cerpen pertamanya "Roman Picisan" (2000) termuat. Ferry Fansuri pernah menjadi redaktur tabloid Ototrend (2001-2013) Jawa Pos Group. Sekarang menulis freelance dan tulisannya tersebar di berbagai media Nasional. Tinggal di Simogunung Barat Tol 3 no.1B Surabaya 60181

Tidak ada komentar