Puisi Karua Apin Suryadhi
PUISI PUISI KARYA APIN SURYADHI
DALAM PRASASTI
(Kepada anak yatim piatu)
Tercatat sudah
hanya anak-anak yang tidak berbapak dan ibu
diurai kitab suci tentang kasih sayangmu
tentang hartamu dan keutamaan pelukmu
Sebab itu,
aku tanamkan makna
di sini. Dalam prasasti hidupku.
***
(Pandeglang 10/9/2014)
DI KUBURAN
Pesan alam telah kau sampaikan
agar segenap isinya merunduk pada kekinian
Hidup yang tidak lagi berbaju, sering kau perebutkan
pada setiap insan
Akan datang masanya pulang
sebelum digores luka yang maha dalam
Kau mesti berbenah diri
untuk menjemput sebuah penantian
Sebab hidup ini hanya menunggu giliran
(semoga engkau damai disana)
***
( Pandeglang, 2014)
DI PESANTREN ALAM SEMESTA
Bacalah
dan aku membaca
alam semesta
yang tak terbaca oleh mata
Berzikirlah
menuntaskan pikir yang sempit
cara pandang berbeda rupa
aku berkhalwat dalam solawat
dan semua mengikutinya.
Amin.
( Pandeglang, 24/1/2016)
DIAM BATU
(Kepada Pemimpin Lelaki yang dikalahkan)
Mengapa diam batu di onggok pikiran
lalu menghitung angka perdebatan
Mengapa diam batu melebihi angka permusuhan
menghilangkan persaudaran
Sejumlah alasan di terbangkan angin
dan dihirup oleh bibir - bibir bergincu
Kampanye sudah berakhir
diam batu itu
sukses di genggaman.
Tetapi memiskinkan adalah sebuah kenyataan
Kami dibiarkan terpana dalam pandangan
dan kutukan
sebab pemimpin baru dihidangkan
dengan wajah - wajah yang kekanakkan
Bermimpilah wahai kaumku
agar kau hidup layak di negeri ini
***
(Pandeglang, 21/12/2015)
DOA ANAK DI ATAS KUBURAN
Tanah merah masih basah
dalam gerimis kecil si mungil memanggigil nama Ibu
yang terbujur kaku di balik bambu
Seorang anak kecil
suaranya tersengal memanggil nama ibu
yang sudah tertidur panjang
Ia terisak saat menatap tanah yang diruntuhkan pada pagar bambu.
Ingin tangannya menahan runtuhan tanah yang menghimpit tubuh Ibu.
Sesekali dalam isaknya meratapi dan memanggil nama Ibu
Bibirnya bergetar setiap kali memanggil dan menatap tanah yang sudah menggunung dan dengan pahatan batu nisan yang tertera nama Ibu disitu.
Lalu dia berdoa untuk menyatukan tanah para leluhur itu
Agar Tuhan mengampuni segala amal ibadah ibu disaat melahirkan dan membesarkannya lalu pergi meninggalkannya sendiri disini. Seperti ibu.
Si mungil harus faham. setiap yang datang pada masanya akan pulang.
(semoga engkau damai disana ibu)
(2014)
(Puisi ini menghantarkan Ibu kami wafat pada Kamis,13 Okt 2016)
Tentang Penulis: Apin Suryadhi, tinggal di Kampung Cigintung, Kota Pandeglang-Banten. Sehari hari berprofesi sebagai wartawan dan menulis puisi serta novel.
Dari Redaksi:
Kami memberikan ruang kepada siapapun untuk berkarya. Bagi kami, kesusastraan nasional itu sesungguhnya adalah sebuah keberagaman; mulai dari sastra kaum pemula, sastra kaum tepi, hingga sastra kaum yg telah memiliki label nasional alangkah indahnya bila kita sepakat untuk dilihat secara bersama sama dan miliki tempat serta ruang yang sama pula untuk dihargai sebagai bagian dari corak warna dalam keberagaman. Sebab kita semua memiliki hak untuk hidup serta menemukan bentuk. Silahkan kirim karya anda ke email: riduanhamsyah@gmail.com atau inbox akun fb Riduan Hamsyah.
Tidak ada komentar