HEADLINE

Semarak Puisi Malam Minggu (edisi-25)


SEMARAK PUISI MALAM MINGGU (Edisi ke-25)

PERJALANAN
Karya Lasmi

Laut sepi tanpa nada ombak
tanpa air tumbuhan seakan
tak bernyawa
sang surya hampa
bila berbias sinar meredup.

Bilik hati terdalam tak
berwarna
saat hilang hadirmu
andai kudapat memutar
perjalanan
waktu,
ingin tentukan takdirku
sendiri.

Lengkong wetan ciater1, Tangerang Selatan, 12 agustus 2016



MAWAR BERDURI
Karya Rohim c.

Pesona yang indah, hiasi warnamu.

Harum menggugah imaji
menyentuh penciuman
bertengger di ranting
duri tajam pada batang
lindungi aroma.

Ingin kuraih setangkai kuncup
dengan sepenuh hati.

Tetapinya dayaku
bertumpu pada jarak
sebatas impian
kau kupeluk.

Tiga Jaya 10 Agustus 2016



MENTARI SENJA
Karya: Rohim c

Kupandang dari kejauhan.
Lembayung mulai berganti sinar jingga, mentari merapat keperaduan.

Beri isarat siang bergganti malam.

Kau tinggalkan jejak gelap dalam pandangan.
Waktu demi waktu bergulir meniti kehidupan dalam gelap, jiwa yang letih mulai memudar.

Hati yang sepi dalam pilu merindu, mentari bersenar.

Tigajaya 11 Agustus 2016



GUGUR SERIBU
Karya Rohim c

Hujan angin menerpa jiwaku.

Berayun-ambing, ranting dahan yang patah tak mungkin kembali menyatu.
Daun berguguran terhapar di hamparan tanah.
Jiwa yang lemah tak berdaya teringat dosa, rintih perih menyiksa jiwa.

Tigajaya 11 Agustus 2016



REMBULAN DALAM KELAM
Karya Rohim c

Rembulan yang merajuk dingin.

Basah di selimuti awan, titian nelangsa di ranjang sukma.
Keinginan yang terhalang kelamnya waktu.
Rembulan hilang dalam pelukan awan, bintang menghiasi malam kian merindu sinarnya.
Terpaut wajah dalam lamunan, pilu dalam kesendirian.
Sejuk angin membelai wajah dalam lamunan.

Tigajaya 12 Agustus 2016
Lampung barat.



BENARKAH SUDAH MERDEKA
Karya  Titin ulpianti

Seruan kegembiraan masih menggema
tak terhapus oleh masa dimana cucuran darah  masih berserakah
demi tanah air korbankan segala rasa.

Tujuh puluh satu tahun
Merdeka
Apakah kini benar telah Merdeka?

Merdeka dari pindidikan,
terbebas dari perbudakan terbebas mengekspresikan diri.

Aku rasa tidak!
Hidup tetap saja masih dicekal.

Dan terkadang uang lebih bebas berkuasa
lenyapkan nurani demi reputasi dan ambisi
kekuasaan jadi modal hakiki
sebagai harga mati.

Sukau,12 agustus 2016



EUROBIC
Karya   Titin ulpianti

Panas bakar isi tubuh
bak aliran listrik penuh tegangan
sulut semangat dalam diri
kalahkan malas yang bersarang.

Panasnya mentari tak menyurut langkah
Hujan, tak urungkan tujuan
demi terkikis lemak di selaput daging.

Kejengkelan para Hawa
cibiran mata kelinci.

Sukau,12 agustus 2016



KALIMAT 
Karya: Anik Susanti

Seseorang hanya seperti lumut di pinggiran kali
Menggelayut hanyut hidup
Semakin hijau membiru redup
Jangan kau sepelekan
Dia berperan besar menghidupi ikan-ikan

Di pesona air terjun elok rupa
Penuh dayang panorama
Kadang seseorang seperti air
Perannya mengindahi dan menyejukkan
Bersama batu yang diam tetap ramah sapa

Peran segala manusia sama
Seindah apapun seburuk kelihatan
Adalah seni keputusan terindah Sang Rahman

Sahaja lega rela
Jangan sia-sia pada sesama pemeran
Kita hanya selembar kisah wayang
Bisa bergerak karena izin Dalang Kehidupan

Ginungkidul, 9 Agustus 2016



PENGAIS SAMPAH
Karya Aan Hidayat

Di bawah terik sang surya
telapak kaki pecah menapaki jejak perih.

Demi kantung nasi tetiba lapar, anak-anak berkulit gelap menggali sampah.

Penuh harap...
Para tuan membuang sisa-sisa bungkusan usang, hasil kantor kemarin lusa.

Namun sang waktu kian membakar kerongkongan kering secawan haus.

Gn sugih liwa, 11 agustus 2016, KOMSAS SIMALABA



MENGENANG SANG PEJUANG
Karya Aan hidayat

Megahnya pesta, hura-hura jadi kebanggaan.
Sedang hari yang diperingati, dari cucuran darah dan nyawa-nyawa yang meregang.

Dan juga kau bubuhkan debu,  atas perih sayatan peluru yang menembus dada Sang Pahlawan.

Inikah yang kau sebut mengingat jasa?

Para pejuang hati bertaruh nyawa, berbekal lapar berselimut takut yang mencekam.

Haruskah anak bangsa ini terkubur amnesia,
melupa segala jasa
disaat jaya telah bersama.

Gn sugih liwa, 11 agustus 2016



SEKUNTUM DOA UNTUK NEGERI 
Karya Aan hidayat

Gemuruh letupan meriam, di sela jerit kesakitan dan jasad-jasad berserakan.

Darah-darah berbau sorga tumpah ruah berkalang bumi.

Namun gelora kian membara, sesaat ingat akan anak dan cucu di Nusantara.

Harum tetesan darah, yang kini kami hirup berbaur nama-nama pengorbananmu.

Hanya Doa berselimut haru, bagi leluhur Pahlawan hati, dari kami anak negeri.

Karna jasamu tak lekang di jiwa kami,
pengorbanan yang tak mungkin terbalas kecuali surga dari ilahi.

Penulis Aan hidayat
Gn sugih liwa, 11 agustus 2016, KOMSAS SIMALABA



DI BAWAH NAUNGAN SANG SAKA
Karya Suyono

Tanpa kibarmu
gelap gulita negeri ini.

Hentakan niat seputih kapas
tak membias mentari di bumi pertiwi.

Jiwa-jiwa menembus baja.
Semangat meredam
murkanya meriam.

Runcing bambu pusaka pelindung
segumpal darah
tak mudah terkikis
oleh derasnya peluru.

Hingga, tepakan dada
menggoyahkan
hitam nyali penjajah negeri.

Kau jaga kedaulatan.

Demi  sangsaka tegak berkibar
finis dalam naungan
kemerdekaan.

Tiga jaya, Sekincau,  09 Agustus 2016



SETANGKAI MAWAR MERAH
Karya Suyono

Terkekang ruang di batas impian.
Indahmu merangkai kagum, setangkai  mawar merah sejuk, kala mata memandang.
Kubalut rasa candaku, terurai sapa ilusi megah tak berdawai.
Hingga, bayang-bayang hasrat rindu hadir menyapa keanggunan dalam diam.
Adakah pelangi seteleh tetes sang hujan?

Entahlah...!
Teradang lukisan, hanya hadir setelah senja dan rembulan yang malu, temani sang malam.

Tiga jaya, Sekincau, 01 agustus 2016 



MEMANGKU RATAPAN
karya ahmad Rifai

Meratap, merasakan derita
berkecamuk tiada henti
lelah
duka kian bertambah
layaknya hujan nan terbit
sore kemarin.

Ragapun lusuh
debu-debu menebal.

Mampukah embun
menyapu
biasan itu.

Terpaku di antara rasa
dilema tak kunjung reda
berbaur
penuhi relung hati
jadikan diri tiada arti.

Bahway 13 agustus 2016



BADAI SETELAH HUJAN
Karya M Sarjuli

Biru jadi putih lalu kehitam-hitaman
rintik hujan memainkan melodi tak teratur
pepohon mendesir dan bergoyang tenang
lalu kutulis puisi bernada mendayu,

seketika langit menangis maka hijaulah sawah, ladang
serta sayuran,
tidakkah kau lihat burung pipit berterbangan?
Mengepakkan sayap untuk berteduh serta memantau padi dari kejauhan.

Lihat tuan!
Padimu dicuri sebelum tiba masa panen
apa yang tuan lakukan setelah hujan?
Sudahlah tuan tak usah dipikirkan
bukankah masih ada pengganti padi sebelum menjadi beras di sakumu
nikmati saja hingga terlena
sebelum badai menderu
lalu tikus-tikus menghampiri padi
dan tuan hanya melihat.

Simpang Tiga, Air Hitam, Lampung Barat, 06 Agustus 2016



MURAI DAN AYAM
Karya  M Sarjuli

Bukankah burung murai yang indah dengan kicaunya dari telur?
Lihatlah ayam yang mengais nafkah pagi ini
harus memilah demi mengisi temboloknya.

Dan kau hanya melihat sembari memandikan menambah makanan dan vitamin.

Lihatlah ayam kampung tak berfaksin itu
kering tampa asupan nutrisi.

Sekali lagi,
lihatlah!
maka matamu tak akan tertipu muslihat.
Bukankah ayam itu dari cangkang telur juga,
dan kelak ayam itu akan memikul bedan yang makin syarat.

Simpang Tiga, Air hitam, Lampung Barat,12 Agustus 2016



GUNDAH
karya Ayu Purwaningsih

Ku tapaki jalur yang penuh peluh
tak mampu musnahkan mata ini tetap menerobos kisah pilu terus ku ikuti
ku ingin berpaling
tetap asa ini mengikuti hatiku yang merajai kalbu

Karang Agung, 13 Agustus 2016



MENTARI PAGI
Karya Ririn Kurniawan

Terik mentari pagi menyambut hangat saat terbukanya mata,
Kicaoan burung-burung yang mengiringinya.
Tatap kantuk masih menyelimuti mata,
Namun secangkir kopi hangat menghapus kantuk yang membelenggu jiwa.
Seakan kagum akan ciptaan yang maha kuasa.
Hanya ungkapan rasa sukur yang tiada terhingga,
Untuk menggambarkan betapa indah ciptaanya.

Salamrejo liwa lambar, 11-08-2016



JERIT MALAM
Karya Ahmad Kusnadi

Seragam adalah kekompakan bagi kami, setetes air akan menjadi obat dahagah meski tak sebandingkan derasnya keringat yang mengalir.

Mata yang tertutup rindangnya dedaunan akan menjadi cahaya dalam kegelapan ketika kami lewati bersama.

Biarlah mereka berkata apa namuan merah putih akan membangkitkan semangat kami untuk menjadi pejuang muda negara ini.

Waytenong LAMBAR 11 AGUSTUS 2016



PENGORBANAN PARA PAHLAWAN
Karya Rahmat C

Tubuh-tubuh kaku terbujur sepi
terpancang tonggak-tonggak takbernama
tanah merah tanpa bertabur bunga
tapi rela Pahlawan terbaring di pusara.

Ketika kejam, peperangan merobak damai nya sepi
melawan penindas dan parapenjajah
demi bumi pertiwi
kau rela mengrobankan jiwa dan milikmu
tanpa meminta balasan.

Oh pahlawanku.

Meski di tubuhmu bertaburan luka-luka
dan keringat darah, yang bercucuran
kau tetap ayunkan langkah kakimu
terus maju tanpa sedikinpun rasa ragu.

Selagi tangan masih mampu mencengkram
jantuh berdetak hati berdebar
bersama wajah merah keganasan
kau pekikan satu tekad.

Merdeka!

Lombok Seminung 09 Agustus 2016



KARENA AKU PEREMPUAN
Karya Anisa Putri

Hanya
mungkin
menidurkan
rasa
takut,

Dan
menemukanmu
dalam
sudut
perempuanku,

Lalu
pergi
dimusnahkan
lelakimu

Bogor 2016



CATATAN MAUT
Karya Q Alsungkawa

Memukul sesak hulu dada
ketika selembar catatan
memvonis darahmu di penghujung maut.

Letih, merapihkan senyuman
dalam kegetiran
berdamai saat keikhlasan
nyaris berlalu.

Derita, yang kau kemas
adalah alasan
sebab perpisahan.

Dan senyumanmu
melumat maut yang menguntit.

Ciptamulya 10 Agustus 2016



TANGGUL KEKUNANG
Karya: Q Alsungkawa.

Embun di dedaunan
tergelincir menapaki
mata air
beranjak ke hilir
mengajak anak-anak sungai
melintasi ladang-ladang
sawah-sawah
hingga tersendat arus
pada sebuah tanggul raksasa.

Tangan-tangan besi
menyulap air menjadi api
dikemas menjelma cahaya.

Sungguh mengagumkan.

Tetapi kerut kening wajah pribumi
menatap kekunang terbang
menjauh, dari sungai kau menetas
lalu pergi meninggalkan
gelap.

Sumberjaya 8 Agustus 2016



SISA KABUT BELERANG
Karya Q Alsungkawa.

Nyaris letih
bibir berkomat-kamit melafal mantera-mantera
rintihan hati
menarasikan keindahan
Empang-empang
yang bertaman padang ilalang, diselimuti kepulan asap belerang.

Mereka tau di sini ada Energi terang.

Dan tuan penyandang laba
menancap tiang-tiang membentang tali.

Seberkas cahaya mengalir
entah kemana?

Ketika para pemukim
berselimut kegelapan
bermimpi menanti purnama.

Suoh 6 Agustus 2016



KADO TANGISAN
Karya Q Alsungkawa

Aku menyebutnya pekat.

Tak mengenali warna ataupun rupa
setiap langkah-langkah
berpandu tongkat.

Setibanya Malaikat tanpa sayap
mengantarkan biji pandang
mengendap di kelopak.

Warna asing
juga wujud tabu
jelmaan apa dunia?

Pandangan yang selama ini mati.

Terkejut
menatap bentuk.

Ada linangan
di mata
kado tercinta
pertama
aku menangis.

Ciptamulya 11 Agustus 2016



PURNAMA MENUA
Karya Q Alsungkawa

Purnama.
Di bubungan
meneteskan butiran hari
ketika ketetapan
terabaikan.

Akar pohon
penopang, kokoh batang
kerukunan
gugur daun
tersadai di bawah kemboja
meringankan beban
yang tak kunjung usai.

Tersisih sapaan pagi
larut di kubangan dosa. Dan
cerewet sang nenek
terngiang
di batas kerinduan.

Ciptamulya 11 agustus 2016

Tidak ada komentar