HEADLINE

Perizinan Galian C Terkesan Tidak Jelas

Ihwal perizinan tambang di Kabupaten Lampung Barat (Lambar), dalam hal ini bahan galian golongan C, seolah berdiri di tanah tak bertuan. Pengelolanya ternyata masih ada yang tak taat hukum, mengabaikan masalah perizinan. Bukan hanya itu, niat baik mengurus perizinan dimaksud, yang semestinya adalah utama, justru dinomorsekiankan. Sehingga tidak mengherankan jika puluhan spot atau titik lokasi tambang yang ada tak mengantongi izin.

Ada juga yang izinnya tidak diperpanjang hingga bertahun-tahun. Ini tentu bukan lagi suatu keteledoran atau kekhilafan, tapi kesengajaan. Dengan demikian, sebetulnya data lokasi pertambangan ini cenderung dinamis setiap tahun, selalu berubah-ubah dan bertambah. Tapi sayangnya, pihak terkait tak memiliki data pasti soal ini. Selalu saja data terdahulu sekitar 3-4 tahun yang disodorkan, dimana termasuk juga lokasi tambang yang tidak aktif (izinnya habis) tapi masih berproduksi.

Disayangkan memang, ketika fenomena tersebut tak hanya sebatas anggapan, di satu sisi pihak-pihak yang terlibat lamban menyikapinya. Sehingga hal itu mengesankan calon pengelola lokasi tambang diberi ruang untuk beraktivitas melangsungkan usahanya secara illegal. Pemerintah sendiri mungkian tak pernah berpikiran jika sikap pembiaran seperti itu bakal menimbulkan dampak ikutan lain, seperti keengganan mengurusi masalah perizinan, dampak lingkungan yang tak terkendali, dan juga potensi kriminal yang sangat mungkin terjadi.

Pasalnya, ketika menemukan, mencermati, dan mengkonfirmasikannya ke pihak pengelola atas lokasi tambang tanpa izin sebagaimana dimaksud, kehadiran praktisi pers maupun penggiat lembaga non-pemerintah yang nyata-nyata selaku control sosial diposisikan sebagai pengganggu. Tidak hanya itu, oknum pengelola lokasi tak berizin itu juga cenderung berbuat melanggar hukum, mengancam bahkan bertindak anarkhis secara fisik. Belum lagi produk haram yang dihasilkan itu menjadi ‘halal’ manakala masuk dan disuplai ke proyek-proyek program pemerintah.

Mirisnya lagi, meski sudah nyata-nyata salah lantaran tak mengantongi izin, pelaku-pelaku yang terlibat jusru orang-orang yang ditokohkan, orang-orang yang mengerti masalah hukum, termasuk oknum peratin. Masalahnya, meski nyata proses perizinannya tak dilengkapi, tapi tambang-tambang illegal itu tetap beroperasi. Pertanyaannya, kenapa sampai sejauh ini belum ada tindakan tegas dari pemerintah dalam hal ini pihak terkait menertibkan ihwal perizinan tambang tersebut.

Padahal masalah tambang ini menyangkut banyak aspek, baik lingkugan, sosial, keamanan dan ketertiban, dan juga pendapatan (ke kas daerah). Artinya, jika masalah ini tak diperlakukan secara profesional, selama itu pula kabupaten konservasi ini takkan ada pemasukan bersumber pertambangan ke kas daerah.
Ini sekaligus upaya penataan tertib administrasi, utamanya di bidang pertambangan, antisipasi masalah kerusakan lingkungan, dan antisipasi masalah sosial kependudukan ke depan.Bagi pihak terkait belumlah terlambat melakukan pendataan dan penataan sistem perizinan ini.

Sehingga nanti aturan yang diterapkan betul-betul berwibawa dan di lapangan juga tak menimbulkan masalah. Semua berjalan bagaimana seharusnya serta mampu mensejahterakan masyarakat. Hal lain yang tak kalah pentingnya adalah sistem pengawasan melekat (waskat) yang mesti dijalankan secara ketat dan kontinyu. Semua aturan harus dilakukan pengawasan dan evaluasi, termasuk masalah perizinan ini. Dengan demikian ketika nanti dalam evaluasi tahunan lokasi tambang yang habis masa berlaku izinnya, harus ditutup setelah
beberapa bulan sebelumnya pengelolanya diingatkan untuk memperpanjang izinnya. Dan bagi calon pengelola tambang baru, tak sekalipun diperbolehkan melakukan aktivitas sebelum masalah perizinannya itu dilengkapi. (*)

Rabu, 12 Oktober 2011
*)

Tidak ada komentar