HEADLINE

MUI Rekomendasikan Pemkab Bekukan YNA

Drs. H. Dimyati Amin (Ketua MUI Kabupaten Lampung Barat)

Kamis, 22 September 2011

Balikbukit, WL - Rapat koordinasi yang digagas Komisi Fatwa Majelis Ulama Indonesia (MUI)  Kabupaten Lampung Barat (Lambar) melibatkan instansi terkait bertempat di Ruang Rapat Wakil Bupati, Senin (12/9), menarik benang merah yang tegas atas keberadaan ajaran Yayasan Nurul Amal (YNA) karena diindikasikan telah jauh menyimpang dari ajaran Al Qur’an dan Sunnah Nabi. “Karena itu, segala aktivitas yayasan tersebut dilarang di Lampung Barat,” ujar Ketua MUI Drs. H. Dimyati Amin melalui keterangan pers yang dikirim ke markas SKH Warta Lambar, Rabu (21/9).

Lebih jauh dijelaskan YNA dengan pucuk pimpinannya R. Hamdani yang ditengarai telah memiliki pengikut di beberapa kabupaten/kota di Lampung tersebut, membolehkan pengikutnya tidak berpuasa pada bulan romadlon. Dosa yang ditimbulkan pengikutnya ditanggung sang guru besar R. Hamdani. Ajaran YNA juga memerintahkan pengikutnya melakukan mabid di Bukit Sembilan di Lampung Selatan selama 40 hari dan di Bukit Seluyak Muaradua OKU Selatan Sumsel 100 hari.

Selain itu, besaran zakat, infaq dan sodaqoh ditentukan guru besar R.Hamdani sebagai upaya penggalangan dana dengan cara dipaksa. Jamaah yang melanggar ketentuan disiksa dengan cara dicambuk. Aliran sesat dan
menyesatkan itu juga menghalalkan istri pengikutnya dicabuli sang guru besar R. Hamdani.

Dijelaskan, jamaah YNA di Kebuntebu telah mendirikan sebuah masjid. Dimana, bentuk, tempat serta bangunan  yang melingkupinya sulit diterima akal sehat. Misalnya, bentuk masjid menyerupai pagoda, ada ruang khusus guru besar yang tidak boleh dimasuki siapapun, dan lokasi bangunan masjid jauh dari permukiman penduduk.

Karena itu, YNA telah membuat masyarakat sekitar yang agamis terusik. Karenanya masyarakat merasa keberatan dan menolak keberadaan masjid tersebut. Itu sebagai akibat dari kemisteriusan masjid dan sistem penjagaan yang berlebihan, adanya tamu-tamu misterius yang selalu datang pada malam hari. Masyarakat setempat juga tak pernah melihat masjid itu dipergunakan sebgaimaa lazimnya.

MUI Lambar akhirnya berpendapat jamaah YNA telah mengabaikan hal-hal pokok sebagai warga negara karena yayasan tersebut tak terdaftar di Kantor Kesbangpol, tidak mengantongi rekomendasi dari  Kankemenag, bangunannya tidak memiliki IMB, serta sebelum mendirikan masjid tidak ada pemberitahuan
terlebih dahulu terhadap masyarakat sekitar dan aparat setempat.

“Berpijak pada penjelasan terdahulu, Komsisi Fatwa Majelis MUI Lambar menyimpulkan menolak keradaan YNA dengan  prinsip sebagaimana kaidah ushuliyyah, daf’ul mafashid muqoddam ‘ala jalbil masholikh  (menolak kerusakan yang lebih luas harus dikedepankan daripada memenangkan kebaikan yang jauh lebih sempit,” jelas Dimyati.

Karena itu, MUI menyarankan pemkab dengan segala kewenangannya melarang keberadaan YNA dengan segala bentuk kegiatan dan aktivitasnya, serta membekukan segala aset milik yayasan tersebut. Sekadar diketahui personel Komisi Fatwa terdiri atas Drs. H. Dimyati Amin, Kyai. A. Yasin, K.H. Harun Alrasyid, Ustadz Jalaluddin, Ustadz Sa’roni, K.H. Nurhadi M.S., K.H. Abu Na’im, dan Drs. Saripan Halim. (aga)

Tidak ada komentar