HEADLINE

Semarak Puisi Malam Minggu (Edisi Ke-60)


SEMARAK PUISI MALAM MINGGU (edisi ke-60)

DARI REDAKSI
Kirimkan puisimu minimal 5 judul dilengkapi dengan biodata diri dan foto bebas dalam satu file ke e-mail: riduanhamsyah@gmail.com. Pada subjek e-mail ditulis SEMARAK PUISI MALAM MINGGU_edisi ke-61  (malam minggu selanjutnya). Redaksi akan memberi konfirmasi pd penulis yg karyanya dimuat. Bila dalam 1 bulan puisimu tidak dimuat maka puisi dinyatakan belum layak. (Mohon maaf sebelumnya laman ini belum dapat memberikan honorium). Salam segenab redaksi.


KARYA BERSAMA


PUISI PUISI BUNDA SWANTI


SENYUM PATAH

Ketika seraut wajah manis sunggingkan senyum, bukan hanya getarkan ranting jiwa.

Ingin lelap dalam senyum, menghisap sampai sepah.

Tapi, kemarin senyum itu patah, hilang pesona berganti luka.

Duhai betapa ingin mengulumnya kembali
Seperti dahulu.

Mungkinkah senyum elok akan kembali?
Sedang tinta hitam telah terkanvas di setiap lekuk parasmu.

Rokan Hilir, 11 April 2017.


CANGKOK

Semilir angin merayu dua kelopak mata, menggoda agar lena.

Jalani lembar takdir, setiap alinea tak terlewat

Semangkuk darah tertimbun dipompa jantung dalam degub teratur.

Semasa lelah menghampiri, ingin berhenti.

Akankah sisakan perih haruskah tetap bersarang?

Dan sisakan kisah sendu bersamamu yang belum tentu sekuat itu?

Rokan Hilir, 10 April 2017.


PENYAIR BERDARAH

Tebar pesona lewat aksara, terangkai begitu indah.

Sayap sayap cantik menggoda, lihai bertutur.

Merak, merpati, jatuh berdarah
duka lebam sayap pun patah.

Tangis mengiris sakiti nadi
begitu durjana, lukai hati. 

Rokan Hilir, 9 April 2017


PERI KECIL

Terbang berputar kitari lembah, mencari  satu tercecer.

Di tiap lempeng undakan, bolak-balik tak jua sua.

Lelah merambas sayap mungil, namun asa tak jua surut.

Kemana nawala pergi?
Gulana penuhi benak, terpacak ambigu kian mengabu.

Terbang rendah, telak berdiri di kelopak bunga.
Netra tertumbuk pada kisah di balik jendela.

Wajah senja penuh guratan, masih sisakan manis di lengkung bibir
Manis
bagai biji mutiara
Terpana peri akan pesona.

Rokan Hilir, 8 April 2017.


PELANGIKU

Sisa gerimis malam tadi, menggantung manja rembulan pada pendar cahaya pelangi.

Hantarkan elok tiada terperih
Lembut tatapmu, sejuk mengalir pada sungai hati.

Kita mainkan dinginnya bayu, kisahkan rona senja memerah saga.

Meski pelangi lupa pulang, tetap indahmu jadi santapan.

Nikmat terbuhul jadi satu hakikat, cinta semakin lekat.

Rokan Hilir, 13 April 2017.

Tentang Penulis: Bunda Swanti adalah Seorang ibu rumah tangga yang Hobi membaca puisi. Tinggal di desa Bangko Lestari Kecamatan Bangko Pusako Kabupaten Rokan Hilir, Riau. Karya karyanya dipublikasinya di media online www.wartalambar.com



PUISI PUISI NURIMAN N. BAYAN

SAJAK KESAKSIAN

Kau terlihat linglung di saat kata membentur nadimu
seperti ada luka tergores di sana
bahkan darah darah membeku di tubuhmu
hingga riakmu tak tertahan.

Sementara di balik kesaksian ini
aku menoleh ke selatan dan ke utara
namun tak kudapati sebias kasih sayang
selain seribu rintik rintik tajam menusuk ke tubuhmu.

Tetapi aku tak bisa berbuat apa apa
selain bergegas mencari
tempat bersinggahan
sekedar mengusir kunang-kunang di belalak mata
sebab ingatan masih begitu ranum.

Ternate, 09 April 2017.


RIWAYAT MALAM

Ketika bintang bintang sedang mencakar papan langit
dan engkau duduk di kaki bukit
sambil menjahit luka kenangan
yang tak legam dari tanah ingatan.
Kisah apa yang ingin kau riwayatkan pada kitab malam?

Sementara musim terus berganti 
tetapi cuaca di kota seperti dahulu
dan angin pun mulai berdatangan
kemudian 
menempel ke pohon waktu
memberontak ke taman taman
dengan warna yang itu itu saja.

Tentunya, engkau sedikit ngilu
sebab mimpi mimpi kemarin
belum bisa ditebak, ke mana perginya?

Tetapi kita tak mesti terpengarah
jika pada akhirnya merana
karena benar benar, kita hidup di negeri angin
banyak gemuruh 
tapi wujudnya mesti ditunggu.

Maka kusarankan kepadamu
untuk malam ini
tak perlu
engkau riwayatkan apa apa
selain sepenggal ingatan 
perlu kau tulis
di catatan harianmu
sebagai bekal di esok nanti
agar kelak, dapat kita tebak asa muasal angin angin itu.

Ternate, 13 April 2017.


PELARIAN SUNYI

Sekencang pelarianmu aku berlari
ke jalan jalan sunyi
hingga api mati dari tungkunya.

Ya-

seperti petir menjilat tubuh gunung
lalu berlahan gerimis tumpah
menghapus jejak ini
dari tanah ingatanmu.

Ternate, 10 April 2017.


PEREMPUAN HALMAHERA

Engkau yang rimbun dan teduh itu
yang tak putus putus meringkas jejak 
di atas hamparan pasir putih berterik
bahkan gunung gunung menjulang engkau patahkan berulang ulang
hingga gerimis mengguyur tubuhmu.

Tetapi keluh-- tak kudengar bernyanyi di sana
selain senyum, terukir manis di tiap tiap perjalanmu
juga nyala doa berhamburan
di antara tiang waktu.

Sungguh, engkaulah perempuanku
yang namamu, ingin kurapalkan ke papan langit
agar kelak, aku bisa berdamai dengan manusiaku.

Ternate, 10 April 2017.


TENTANG GARIS NASIB

Aku tahu, engkau pernah terkulai
bahkan terjatuh, dengan harapan berserakan di antara malam.

Tetapi-- percayalah
garis nasib bahagia, tidak datang secara tiba tiba
melainkan atas tekad 
dan doa doa yang enggan lepas dari tangan langit
sebab mendung, tak selalu menandakan hujan.

Dan Tuhan-- 

telah menyederhanakan berjumlah nikmat
tetapi kembali kepada manusiamu dan manusiaku
bagaimana meringkas rencana rencana kecil itu
menjadi ombak ombak besar
yang tak putus putus bertamasya
ke tanjung dan teluk
dengan seribu jejak api
yang tak takut diteriaki angin lalang.

Ternate, 07 April 2017.


AYAT AYAT PUISI

Kita yang menanam biji biji puisi
pada hamparan nusantara
dan meminjam raut semesta sebagai bingkisan
bahkan berjumlah ilham kita tuangkan
di antara lembar lembar sejarah
dan dinding yang kita sebut mesin waktu
sungguh--
bukan satu dari seribu komedi
melainkan ruh ruh waktu yang kita hidupkan.

Namun kita diperhadapkan
dengan cambuk cambuk pedas
semestinya kita tawar
atas dasar proses
agar kelak, sejarah tidak mencatat nama kita
dengan seribu perdebatan.

Ya-

seperti kini, kata kata saling menghantam
bahkan tulang-belulang pun tak menutup kemungkinan untuk diusik.

Entah apa?
Barangkali dunia terlampau cerdas
hingga tercabik dalam merasa.

Maka mari!
kita menyelam
ke dalam laut kata kata
untuk menghisap, ayat ayat puisi terdahulu.

Ternate, 09 April 2017.


RINTIK RINTIK TAJAM

Pada mataku yang langit
engkau pasti menemukan hujan menggunung
sambil merobek robek lembar ingatan
bahkan menghela hela segerobak luka.

Tetapi engkau tak mungkin menyaksikan
kabur hitam menari di sana
sebab rintik rintik tajam itu
sudah kuhamburkan ke dalam puisi
sebagai pembungkus sejuta sesak
di langit langit kota ini.

Ya--

maka pergilah ke ujung jalan itu
kemudian--

berdamailah dengan manusiamu
meski berjumlah risalah harus kita rebus 
di atas tungku masing masing.

Ternate, 09 April 2017.


SEGENGGAM RISALAH KABUT

Bagaimana bahagiamu? 
Ketika engkau duduk di tepi kamar 
dan menyeruput segelas teh manis
sambil meraba raba kosakata 
lalu pelan pelan engkau jamahkan ke dalam puisi.

Barangkali, aku meminjam umur bahagiamu malam ini
sedekar membinasakan kabut keyakinan
dan merawat rencana rencana kecil dahulu
meski hasilnya tak serimbun pohon-pohon di Halmahera
atau janji janji dari negeri seribu sunyi.

Ya-

dan barangkali kelak, menjadi segenggam sejarah
untuk anak cucu
tentang cara meringkas rasa ganjen
dan menyederhanakan berjuta dilema
yang terlanjur menggulma menambah sesak.

Ternate, 09 April 2017.


SEBAB ENGKAU TERLAMPAU MENGGULUNG

Ketika sampan-sampan tetap kandas dihantam ombak dari pantaimu
dan para nelayan pulang hanya membawa segumpal letih.

Maka akan kubunuh riak dari tiap tiap debur
dan menguburnya ke dalam laut puisi
biar bebatuan dan butiran pasir mengajarinya
tentang arti kalimat sunyi.

Tetapi-

jika puisi tak sanggup membendung ombak dari pantaimu
maka biar kutulis mantra dengan selimut dari langit
sebab engkau terlampau menggulung
dan senang menyumbat anak anak sungai.

Ternate, 08 April 2017.


KEPADA MANUSIAMU

Boleh kubuka bajumu?
Celanamu juga
kupaikan kepada anak anak
telanjang di sepanjang jalan.

Barangkali kau tak mengiakan.

Boleh kubuka pintu lemarimu?
Kuminta beberapa uang logam tabunganmu
kuberi makan kepada cacing 
yang berteriak lapar 
di perut anak anak jalanan.

Barangkali kau juga tak mengiakan.

Boleh kuminta sepotong hatimu?
Kuadukan ke dalam hatiku
sebagai perasa, jerit hati anak anak yang lapar.

Barangkali kau juga tak mengiakan.

Lalu apalah arti dari sebuah pakaian?

Kekayaan?
Jika hubungan sesama manusia 
kita putuskan seperti memotong seutas tali.

Ternate, 29 November 2016.

Pentang Penulis: Nuriman N. Bayan (Abi N. Bayan) tinggal di Supu, Kec. Loloda Utara, Kab. Halmahera Utara, Provinsi Maluku Utara. Abi N. Bayan, Penggiat seni tulis, Pembina Komunitas Parlamen Jalanan Maluku Utara (KPJ MALUT), dan tergabung di Gerakan Mahasiswa Pemerhati Sosial (GAMHAS-MU). mempublikasikan puisinya puisinya di media online www.Wartalambar.com. Sejumlah puisinya juga tergabung dalam buku antologi puisi bersama EMBUN EMBUN PUISI (Perahu Litera 2017)



PUISI PUISI NENI YULIANTI

DOA SEORANG PEREMPUAN

Tuhanku,
di sepertiga aku mengadu
membawa kegelisahan di atas sajadah
sempoyong sendi terasa rapuh.

Pada dinginnya malam menusuk pori
terbentuk bayang lembaran bertinta hitam
jatuh bulir air mata
menghitung biji dosa.

Apa yang kubawa nanti 
saat napas tersengal di tenggorokan?
Dan detak jantung tak lagi berdenyut.

Tuhanku
perkenankan tanganku mengurat nadi
tegakkan punggung pada matahari panas membakar
melihat rona bahagia
pada mereka permata hati yang kujaga.

Cirebon, 13 Maret 2017.


HUJAN

Hujan.
Ya, aku masih di sini
melihat titik-titik yang berjatuhan, di bangku kosong 
melepas kerinduan.

Aku mendengar dentingnya di helai-helai daun cemara dan di atap-atap rumah kelabu, berselimut kabut, berbisik dari sudut sunyi.

Tak perlu risau dengan beberapa pikiran yang terjebak dalam desah angin atau sendiri mengejar bayang
di bawah payung hitam.

Sebab-

aroma tanah basah sisa yang lembab
menyejukkan pandangan
hidup di denyut nadi.

Ya-

tak perlu tergesa-gesa
menunggu tetesan reda
nikmatilah anugerah Tuhan.

Kembali menyulam sajak di tepi, menunggu pelangi meruncing.

Cirebon, 12 April 2017.

Tentang Penulis : Neni Yulianti, bertempat tinggal di kota Cirebon, kegiatan bekerja di perusahaan swasta, menekuni dunia menulis puisi. Dan Rutin karya karyanya dipublikasikan di media online wartalambar.com


Tidak ada komentar