HEADLINE

Puisi Karya Q Alsungkawa


SEMARAK PUISI MALAM MINGGU (edisi ke-62)

DARI REDAKSI
Kirimkan puisimu minimal 5 judul dilengkapi dengan biodata diri dan foto bebas dalam satu file ke e-mail: riduanhamsyah@gmail.com. Pada subjek e-mail ditulis SEMARAK PUISI MALAM MINGGU_edisi ke-63  (malam minggu selanjutnya). Redaksi akan memberi konfirmasi pd penulis yg karyanya dimuat. Bila dalam 1 bulan puisimu tidak dimuat maka puisi dinyatakan belum layak. (Mohon maaf sebelumnya laman ini belum dapat memberikan honorium). Salam segenab redaksi.


PUISI PUISI Q ALSUNGKAWA


MENGHAPUS SAJAKNYA

Tak kusangkakan bila Ia begitu tandus.
Sungguh!
Aku malu menyebutnya kekasih dan menyesal telah menghabisi beberapa malam
bahkan berjanji pada hujan.

Tak kusebut lagi Ia lalat atau belatung
sebab seseorang telah mengutuknya menjadi hina
juga mengutuknya menjadi manusia lagi.

Tetapinya benar yang dikata
hasrat ini telah dingin bahkan sunyi
ketika Ia melintas lagi
mungkin agar disebut tegar
atau kehilangan pemukiman.

Jangan sesekali menanyakan lagi bangku kosong
sejatinya tiket yang engkau robek
adalah perih yang meneteskan nanah
dan bahtera ini takkan menunggu lagi, penumpang yang berlagak nahkoda
sebab gulungan ombak bertaut badai
tak cukup nyalimu untuk menantangnya.

Kembalilah kepada Ibumu, mengecap lagi asi
dan memohon restu
sebab aku telah mengubur alamatmu.

Lampung Barat, 14 April 2017


ZIKIR LANGIT MALAM

Langitku mendung malam tadi
kelehahan mencari bintang, kadang menusukan jarinya ke sebelah warna, tentang nyeri yang terungkit.

Padahal masih silam, hanya di balik kulit mulus
darah juga nanah masih menetes
dari luka yang tak pernah kau lupakan.

Langit ini masih mendung
sisa sisa malam tadi.
Aku, kau. Kita pernah menghentikan sejenak kemesraan
saling menggoda dari jauh
dengan isyarat bahasa yang sunyi
dengan kerinduan yang ditenggelamkan
seperti layaknya, ketika usia belasan.

Adakah yang dipungkiri selain menangis?
Menerjemahkan lagi sepele, sebab tiada lagi alasan bermanja
yang selalu menuntut mata untuk terbelalak.

Hai, engkau yang menatap langit tanpa bintang
sengaja tak kusebut namamu di ujung lisan
sebab jauh di dalam lipatan hati
berzikir atas namamu.

Lampung Barat, 15 April 2017


KERTAS PESAWAT TEMPUR

Selamat malam.
Selipat kertas, yang kuterbangkan serupa pesawat tempur, bertuliskan kalimat runcing
menuju angkasa untuk mengaitkan mimpi kecil.

Lalu aku memandangnya dari kejauhan
pesawat tempurku yang sedikit ragu untuk menantang awan
mungkin karena sayapmu yang belum dewasa.

Baiklah, selepas malam ini
aku bermimpi lagi
tetapi yang lebih sederhana, tentang kebahagiaan yang sama sama kecil
tentang sajak anak lelaki
yang menaruh punggungnya pada matahari.

Tetapinya lagi, aku masih menunggu malam
merapikan sepasang kursi
agar kita sanggup bicara
tentang warna yang berbeda
menemukan celah
dan landasan pesawat tempur
yang kita lipat bersama.

Lampung Barat, 15 April 2017


EMBUN PAGI MENGUKIR BINTANG

Sungguh aku sederhanakan kalimat itu
ketika butiran embun menggelinding di ruang tamu, ditingkahi ketidaktahuan.

Tetapinya, tidak menyurutkan sepakat dari wajah wajah kusam bergantian
sekedar menunda warna di meja kecil ini
seperti ia yang kehilangan gairahnya.

Tetapinya birahi seni yang mengamuk
yang bersetubuh dan bertulang kata kata
kegetiran yang limbung, kemudian hinggap di ranting
lalu menghitung rumput rumput liar.

Maka-

tujuh baris puisi menentukan garis bintang
dalam ruang beratap langit, dalam tempo sesingkat belati
mengoyak papan-papan reklame.

Lampung Barat, 17 April 2017


KUSEBUT LAGI KARTINI

Sudah tak bergelung seperti dulu.
Engkau sembunyikan di balik hijab, tetapi tetap kusebut lagi, Kartini.

Ya, seperti halnya Ia, enkau sebatang rindang
teduh tunas-tunas puisi, hingga matahari mengendurkan sengatnya.

Lalu-

aku, dengan kesungguhan upaya
mencuci lagi luka silam
membubuhkan penawar, agar aliran dari batang rasa itu menemukan lagi fungsinya.

Adalah yang menggelungkan kehormatan
dalam untaian syar'i
dan terik yang selalu liar, harus menyembunyikan belalaknya
dan kalimat SUBHANNALLAH, yang tergumam.

Air Hitam-Lampung Barat, 21 April 2017


Tentang Penulis: Q Alsungkawa, bergiat di komunitas sastra di Lampung Barat (KOMSAS SIMALABA), ia mempulikasikan puisi-puisinya di media online www.wartalambar.com, Saibumi.com dan Lampungmediaonline.com. Puisi puisinya juga tergabung dalam buku antolog EMBUN EMBUN PUISI, EMBUN PAGI LERENG PESAGI, dll.

Tidak ada komentar