HEADLINE

Puisi Karya Kadri Usman


SEMARAK PUISI MALAM MINGGU (edisi ke-62)

DARI REDAKSI
Kirimkan puisimu minimal 5 judul dilengkapi dengan biodata diri dan foto bebas dalam satu file ke e-mail: riduanhamsyah@gmail.com. Pada subjek e-mail ditulis SEMARAK PUISI MALAM MINGGU_edisi ke-63  (malam minggu selanjutnya). Redaksi akan memberi konfirmasi pd penulis yg karyanya dimuat. Bila dalam 1 bulan puisimu tidak dimuat maka puisi dinyatakan belum layak. (Mohon maaf sebelumnya laman ini belum dapat memberikan honorium). Salam segenab redaksi.


PUISI PUISI KADRI USMAN


-MAMI

Sekumpulan kebo di tiap pojokan, bintang gemintang perisai malam, mami-mami selayaknya gadis perawan di perawankan sang lelaki berhidung belang

Jeritan demi jeritan keluar bah asap di dapur rumah tetangga, sedang perut semakin keroncongan menunggu jatah makan malam, sepenggal kain pula sekotak lipstik menjelma harga diri

Sedang papi-papi kami sibuk memerah susu sapi kesepian, menggaruk-garuk tanah berbatu, menitihkan keringat berdarah, mengalirkan aliran sungai berpengharapan sepanjang malam

Mami-mami semakin giat berkabung malam kerap meniti dahaga-dahaga yang semakin hari semakin mengapi

Halmahera, April 2017


MAK CI

Saban tempo aku selalu melihat setumpukan lelah di dahimu, sebelum hari memanggang dagingmu sekian kali, kau sandarkan penatmu di bawah rimbunnya suara-suara jeritan, lalu kau tumpahkan semuanya di aliran sungai ini

Kau selalu begitu setiap harinya, berkelana di sudut-sudut kehidupan tak bertepi, menanak nasib di cangkang-cangkang sudi setiap orang-orang yang makin hari makin tak peduli padamu Mak Ci

Setelah pagi ini mengasoh, siangnya mengadu dan sorenya menyusu, itu bayi yang kau selipkan di antara kain tua dan lengan ketabahanmu seperti pengharapan yang tak pernah surut di terpa gelombang laut kesedihan

Air susu yang  mengering di payudaramu tak mampu menghidupkan bebayi dan beberapa harapan kecilmu

Nampaknya lautan kehidupan adalah samudera tak bertepi untuk sekadar memberi jeda engkau menepi  dari takdir

Di bawah kota berpenghuni ini kau satu-satunya yang paling sulit di mengerti, entah apa lagi yang patut di sesalkan sebagai kado kebahagiaan awal kehidupan ini

Halmahera, April 2017


AKU INGIN SEKALI KE ROTERDAM

Entah kenapa aku ingin sekali pergi ke roterdam, katanya; ada lampu-lampu balon sepanjang malam

Aku membayangkan di roterdam, duduk sepanjang sisian dengan gadis eropa itu sambil menengadah, menikmati titisan-titisan cahaya lampu balon yang mengindahkan wajahku

Aku ingin sekali pergi ke sana, sambil berdansa, menanti pagi memberi kabar dingin, tentang mimpi yang ku rajut sepanjang malam ini

Halmahera, April 2017


SEPOTONG CINTA

Malam-malam itu bersayap, bertengger di beranda lalu meninggalkan buih-buih sepi, dan aku menerka-nerka di balik jendela kaca

Kain gorden melekat mesra di antara lipatan waktu, secarcik kertas tepat di wajahku yang semakin kaku, suntuk di bawah ayunan simponi

Sepotong cintaku sudah terlanjur ku seduhkan pada secangkir kopiku dan perihal-peihal patah hati telah ku hela penuh nikmat bersama asap rokokku

Biarkan cinta begitu-begitu saja, larut bersama manis pahitnya kopi malam ini

Halmahera, April 2017


MATA

Aku ingin sekali memilikimu sebagai mata, tinggal di kepalaku sekian abadi, baik dalam sadar ataupun tidak

Aku ingin sekali mencintaimu sebagai mata, yang mengerti kata-kata tanpa suara, hanya perlu isyarat

Iya mata

Sebab manakala engkau sebagai mata, engkau begitu baik padaku, engkau memberi tahu padaku mana bunga mana luka, mana kamu dan mana dukamu

Aku ingin sekali mencintaimu sebagai mata

Halmahera, April 2017


BISINGNYA JAKARTA

Aku mendengar kebisingan luar biasa, suara-suara yang mengudara tanpa ampun megilas, mengila ke liang telinga

Di eropa para pekeja gila membuat roda-roda perkasa, roket-roket yang pecah di angkasa meriukkan lampu-lampu api yang jatuh tepat di kepala kita

Di asia perang saudara, sebuah tanah di perebutkan orang gila, lalu suara-suara kematian pecah, tak lenyap tertimbun reruntuhan

Dan disini, disini malah ramai pasar tak bernama, bisingnya jakarta tak ber-irama, suara-suara kendaraan yang kelaparan, suara-suara pabrik yang  kesakitan, lalu hadir musim hujan berpolitik kicauan di mana-mana, di mall, di TV, di perkumuhan sampai kolong jembatan

Oh jakarta, kota metropolitan yang benar-benar kasar dan sakral, suara sejuta rasa pecah di angkasa, tergenang kebisingan setelah huajan jatuh di aspal-aspal kesedihan

Halmahera, April 2017



Tentang Penulis:
Kadri Usman, lahir di Wasileo 3 maret 1993, anak Halmahera yang begitu menggilai sastra, terutama puisi. Pernah menerbitkan buku antologi cerpen, dan antologi puisi sementara dalam proses penyelesaian. Dia juga aktif menulis puisi dan cerpen di halaman malut post

Tidak ada komentar