HEADLINE

Semarak Puisi Malam Minggu (Edisi ke-51)


SEMARAK PUISI MALAM MINGGU (edisi ke-51)

DARI REDAKSI
Kirimkan puisimu minimal 5 judul dilengkapi dengan biodata diri dan foto bebas ke e-mail: riduanhamsyah@gmail.com. Puisi, biodata, foto bebas dalam satu file. Tidak boleh terpisah. Pada subjek e-mail ditulis SEMARAK PUISI MALAM MINGGU_edisi ke-52 (malam minggu selanjutnya). Naskah yg dimuat akan dishare oleh redaksi ke group fb Silaturahmi Masyarakat Lampung Barat (SIMALABA), SASTRA KORAN MAJALAH. Redaksi juga akan memberi konfirmasi pd penulis yg karyanya dimuat. Bila dalam 1 bulan puisimu tidak dimuat maka puisi dinyatakan ditolak. Salam kru redaksi.

LEMBAR KARYA BERSAMA


PUISI PUISI BUNDA SWANTI

SAHABAT

Tutur santun lewat aksara
Termangu netra pahami makna

Sahabat ...
Jangan sekali lukai jiwa
Sejati kan dicari

Sahabat ...
Ilmu padi merunduk penuh ilmu
Bukan sarjana pijakan utama
Miskin papa lebih mulia
Bila hati penuh cahaya

Sahabat ...
Jadilah pribadi suci
Petuah para kyai
Jangan pandang siapa tapi rangkul semua
Damailah persada

Sahabat ...
Hadirmu bagai berkah
Hadiah terindah sang pencipta
Abadi kupinta.

Rokan Hilir, 8 Februari 2017


MENTARI

Hadirmu selalu dinanti
Sapa lembut lewat sepoi angin
Hantarkan hangat segenap pori pori
Bumi yang semakin kemayu

Bila kau berselimut awan, lalu diam
Bumi setia menanti hadirmu
Dalam rindunya tetap memuja

Bumi dengan pohon dan sungai
Gunung juga samudra
Tetap belum lengkap baginya
Sebelum senyum indah
Terurai dari balik jeruji fajar

Mentari ...
Kesetiaan ini
Abadi

Rokan Hilir, 8 Februari 2017


KECEWA

Serumpun terbuang
Begitu kejam ditinggal
Mengarsir cakrawala sendiri

Sering tangis iringi langkah
Berusaha tersenyum sekalipun patah

Membina anak bangsa
Jangan di kotak kotak
Bukankah semua putra pertiwi
Berhak maju dan nikmati rezki negeri

Cucuran didikan dan kasih tulus
Tumbuhkan pribadi mulia

Wahai penguasa
Lihat kami anak negri
Terasing dalam keramaian
Diabaikan

Rokan Hilir, 8 Februari 2017


HARAP

Berbanding lurus
Doa dan asa
Beringsut setapak

Bertabur mimpi mengulum perih
Permata hati
Di bahu kekarmu
Bolehkah pesan satu mahkota

Biar kini miskin hina dina
Hidup terus bergulir
Ada atas juga bawah

Teguhkan yakin
Kejora sudah rindu
Menemani jalan bahagia

Nanda
Beribu doa perisai diri
Bangun yakin tegak pandang
NikmatNya melimpah

Bunda Swanti, 6 Februari 2017


APE CINTA

Orogami melipat cinta
Dalam balutan mozaik
Berpendar cahaya plastisin

Mencari jejak maze rindu
Torehkan lukisan pelangi
Lewat dinding krayon

Meronce hari melalui pipet
Terbentang lukisan sendu
Warna warni puzle angka

Balok cemburu bagai menara
Lego hati semakin gelisah

Semua menyatu di ruang
Big book cintaku

Rohil, 5 Februari 2017

Tentang Penulis: Swanti, Spd. AUD adalah Kepala Sekolah TK Mardhotillah Jln Pelita KM 22-Bangko Lestari, Kecamatan Bangko Pusako, Kabupaten Rokan Hilir-RIAU



PUISI PUISI AHMAF RIFA’I

MENIKMATI HUJAN

Mengapa hujan turun pagi hari? Di saat kaki hendak melangkah menyusuri rimbun rerumputan. Menyulam biji-biji harapan.

Sudahlah. Hentikan keluh kesah ini, nikmati takdir yang terjadi. Jadikan ia pembasuh debu-debu yang telah mengotori sekujur tubuh.

Percaya akan karunia Tuhan, narasikan kisah ini dalam rasa sukur
yakinlah mentari akan terbit siang nanti.

Bahway, Lampung barat 10 Februari 2017


PENGUCAP JANJI

Dia, yang mengucap janji
menyemai benih padi di atas tanah tandus.

Hari telah berganti
namun tak jua tumbuh.

Bahway, Lampung Barat 9 Februari 2017


LAMUNAN MALAM

Dan senja kini telah berlalu. Kembali menyandar pada dinding bambu, terlintas dalam angan jalanan setapak yang akan dilalui esok pagi. Akankah betis ini tegar melangkah di antara kerikil dan duri-duri tajam?

Entahlah. Terkadang rasa jenuh tak bosan menghampiri, juga malas yang tak lepas dari relung hati
namun perjuangan masih teramat panjang.

Sejenak terpaku dalam lamunan, melukis pesona taman yang dipenuhi aneka warna bunga.
Asa kembali bangkit meski malam baru menjelma.

Bahway, Lampung Barat 8 Februari 2017


BIOGRAFI GUBUK BAMBU

Di sini, tercurah keluh kesah. Gubuk bambu
hari demi hari terlewati, menghela napas dari sengatan matahari juga dingin hujan dan tebal kabut
meniti asa suka serta duka.

Ketika lelah menghampiri, kusandarkan jiwa ini di samping jendela. Secangkir kopi panas memberi motivasi, menikmati kepulan asap menyengat yang terlahir dari racikan daun kering.
Terlintas dalam angan akan sejuta kenangan.

Di sini, pun berawal akan kisah yang indah. Beragam kata terangkai
sungguh kedamaian telah kudapati.

Bahway, Lampung Barat 7-2-2017

Tentang penulis: A Rifa'i, tinggal di bahway, kec balik bukit, kab lampung barat, profesi sehari hari petani di perkebunan kopi dan tergabung di komsas simalaba, beberapa karya telah dipublikasikan di media online wartalambar.com. akun fb putra bwi, wa 085658985495



PUISI-PUISI RIRI ANGREINI

MUARA RINDU

Rasa ini begitu pelik
melilit habis batang batang hati
meluruhkan pada daun kasih
gugur, jadi bulir
menembus kelopak netra.

Jatuh, melebur
ke wajah bumi
hening di tepian gerimis.

Mengalir perlahan menuju muara rindu.

Bekasi, 08 Februari 2017


RANJANG DAMAI

Rebahkan segala asa
dan mimpi dalam ranjang kedamaian
beralaskan tikar malam.

Enyahlah segala lelah, yang meraja dalam jiwa.

Dendangkan syair, bernada rindu, lewat bibir bayu syahdu.

Pengantar diri dalam dekapan lena.

Bekasi, 07 Februari 2017


MALAM BERKASIH

Merangkul penuh kelembutan
menyentuh seakan tak berbekas
begitu halus cara malam menyayangi jiwa, yang lelah dalam pangkuanya.

Kasihnya sepanjang kelam
hingga pada batas tepi cahaya.

Saat semua dalam dekapanya direnggut, ia takkan sedih ataupun kecewa
sebab ia pun tahu, ada saat semua harus pergi.

Bekasi, 06 Februari 2017


TULUS

Saat mata bersitatap, ada goresan di raut tampanmu, yang terbaca lisan.

Binar indahmu, kilaukan pesona kebaikan.
Cahayanya menembus
hingga ke penjuru lorong hati.

Takjub, seluruh semesta akan perjuangan kasih tulusmu.
Hingga semua tunduk tanpa syarat akan isyarat batin.

Bekasi, 06 Februari 2017.


Tentang Penulis : Riri Angreini lahir di Padang Panjang, Kambang, Sumatra Barat. Saat ini bertempat tinggal di Bintara Jaya, Kota Bekasi, Jawa Barat.



PUISI PUISI ELLINTA NURAINI

KISAH KISAH MALAM

Jika kau mencariku
aku di sini Tuan, di sudut kelam malam
menggunting lipatan-lipatan kenangan
meratapi sebuah perpisahan.

Jika kau mencariku
aku disini Tuan, duduk manis di pojok kelam
menikmati setiap gores kepedihan
menjalani pedihnya kesendirian.

Jika kau mencariku
aku disini Tuan, termenung
menanti sebuah janji penyatuan
dan menghitung setiap detik-detik yang terbuang.

Hongkong, 02 Januari 2017.


AKU BOSAN MENGHITUNG BINTANG BINTANG

Sumpah serapah berlumur darah
masih menyampah di hatiku yang gerah
enggan pergi menutupi hari-hari cerah
membenamkanku dalam kenangan penuh nanah.

Dan-
masih terlihat oleh netra
tusukan tajammu yang serupa
di hari selain kemarin yang penuh duka
mengoyak jiwaku di ruang berkaca.

Entah, sampai kapan kuharus lumat
sedu sedan yang tak pernah tamat
menikmati luka yang telah berkarat
seakan batin hendak sekarat.

Kalian manusia-manusia yang kupuja
t'lah pergi, tinggalkan seribu cerita
membiarkan jiwa terasa papah
menelusuri kahfi tanpa cahaya.

Sudut kelam malam menjadi saksi
isak tangis tiada henti
bentuk sebuah penantian tiada bertepi
dan sebuah janji tak terpenuhi.

Bah! Aku bosan menghitung bintang
menanti kalian tanpa kepastian memegang duri dalam genggaman
terasa tajam menikam tak terperikan.

Bangsat!
Aku berteriak menggugat
pada takdir yang tersurat
tak memihak pada jiwa yang terikat.

Hongkong, 05 Februari 2017.


AKU BUKAN MAWAR YANG KAU PUISIKAN

Kau tau?
Aku telah berulangkali membereskan meja itu. Juga botol botol yang berserakan, sebab bukan aku yang mereguknya. Aku hanya menuangkannya, dalam gejolakmu yang membara. Tapi percayakah kau? Bahwa aku ini si bangsat yang tak pantas kau lumat.

Bukankah pada gelap telah kutumpahkan semua. Sisa serapah dan makian tentang hari sebelum kemarin. Juga beberapa dekah yang berbaur dengan gempita tak berima, bukankah sudah tuntas semalam?
Dan ada anyir yang tersesap sesudahnya. Ah ... sudahlah, aku bukan mawar, yang pantas kau puisikan, walau rekahku tampak indah.

Tapi apa kau tau? Ada duri kejam yang bertengger di bawahnya. Juga busuk sampah yang tersesap oleh akar akarku. Kau tak perlu berpura menggenggamku, karena kutau ada perih pada tanganmu.
Dan rintik ini, aku membencinya. Ada sesak di setiap tetesannya, juga beberapa perih yang menyiksa.

Aku ini tuba. Dan akan tetap menjadinya, meski berulang kali madu kau teteskan di atasnya. Lalu bagaimana mungkin aku membiarkanmu menjamahnya, sementara aku tau kematian akan mengintaimu. Sudahlah, lupakan cawan itu. Tak pantas kau mereguknya, biarkan dia berfermentasi. Mengubah pahitnya dan menciptakan manis suatu saat nanti.

Hongkong, 05 Februari 2017.


TARIAN GERIMIS

Hei rintik!
Apa kau tau? pada retaknya aku telah titipkan sebilah pisau. Tuk sayatkan seiris rindu yang masih memelukku. Biar kulihat darah itu mengucur, memerah pada gaun putihku yang baru. Juga anyirnya, biar tersesap olehku yang dungu.

Di sini,
di bawahmu ...
Aku terus memaki pada sebuah ketololan yang bersarang. Ada geram yang merejam, timbulkan desis marah dan serapah. Di tikungan malam ini, aku terus mengutuk diri. Mengapa enggan kau hentikan tetesanmu yang hampir sekarat itu?

Apa kau sengaja ingin melihatku, ambruk dan terkapar bersama rindu yang membusuk?
Hentikanlah ...

Hongkong, 07 Februari 2017.


SAAT RINDU MULAI MENGUNING

Bukankah pada gigil semalam telah aku ceritakan
tentang sebaris kata yang telanjang
juga beberapa puisi di antara selangkangan.

Apa kau lupa?
Desah-desah itu ada nganga yang menyiksa, perih yang mendidih, berbaur dengan keringatmu yang mengucur.

Dan bukankah aku telah menari
di atara alunan lagu yang kau beri.

Lihatlah! Gaun itu telah koyak,
saat gejolakmu mulai membara. Apa kau dengar eranganku di tepi malam tertelan kelam mencekam.

Semudah itukah kau lupa?
Pada senin kemarin, saat rindu mulai menguning
juga sebuah titik yang kusebut bahagia.

Benarkah kau lupa?
Sementara aku masih sibuk mengingatnya.

Hongkong, 7 Februari 2017.

Tentang penulis: Ellinta Nuraini . Lahir di Jambi 01 November 1995. Hobi menulis dan berlatih Taekwondo di setiap akhir pekan. Saat ini bekerja sebagai Buruh Migran di Shatin Central Hongkong.



PUISI-PUISI ABI N. BAYAN

SATU BISIKAN NUSANTARA

Kita adalah angin, siap berbisik ke dalam puisi
bertemankan kopi juga teh.

Kota, adat dan budaya kita memang beda
tetapi kita duduk di satu ruang, bercerita tentang aksara.

Sebab kita adalah laut, sang perangkul aliran sungai
jika telaga tercebur ke sini
barangkali tak bertahan dan akan pergi
karena di sini, kita belajar bahasa hati.

Berbisik di antara perkampungan
dan kota-kota di nusantara.

Kita adalah kita
bukan siapa-siapa
tetapi bukan tak mengenal siapa-siapa.

Ternate, 13 Januari 2017.


GADIS BERMAHKOTA PURNAMA

Kaukah, gadis yang kutemui siang itu
berbau wewangi, bergigi sumbi
berambut ikal.

Ya, waktu itu, mataku melotot mencuri senyummu
aku pun datang dan bersoal jawab
tentang titimangsa dan titilasi.

Lalu, setelah purnama lepas sambut
fajar tiba
di antara kita ada cuplikan cerita yang tak direkam.

Namun di setiap jumpa
selalu kukalungkan ole-ole
kukais dari peluhku sendiri
tanpa berharap hujan turun, membawa basah pada kekeringan
karena kutahu, cinta bukan cuma nama.

Ternate, 12 Desember 2016.


PERJALANAN INI

Perjalanan ini sungguh jauh
maka siapkan bekal yang cukup
karena lapar dan haus; prosa tanpa klimaks.

Dan di sini, langkah tak boleh berhenti
walau jalan bebatuan, likuan menikum tajam.

Dan tak perlu takut!
Walau diteriaki malam, ditampar ombak
sebab doa yang terangkat dan genggaman yang peka
badai pasti berlalu.

Ternate, 08 Februari 2017.


NEGERI DALAM DERITA

Sekali-kali mengertilah aku
walau ada dinding yang bersarang di antara kita.

Bukankah kita sahabat sejak lama?
Bersama di setiap saat.

Tapi mengapa engkau membikin aku gelisah, menderita di negeri sendiri.

Atau engkau telah lupa
janji kita di malam itu; kita akan tetap bersama hingga akhir waktu.

Atau aku mesti membelah dadamu
melihat berapa namaku, yang tergantung
di langit langit hatimu.

Bukankah kisah kisah kita belum tamat?
Dan menunggu masa untuk kita tuai kembali.

Tapi mengapa? Oh mengapa?
Setelah masa itu tiba, engkau enggang peduli pintaku.
Sementara lipatan kata kata belum sempat kita rapikan
seiring waktu berjalan.

Dan aku tidak sedang bicara dunia dalam berita.
Tapi ini tentang negeri
serta sebuah hutang yang terikrar.

Apakah pecah-belah yang dulu mesti kita ukir lagi?
Sedangkan umur masa sudah tua
dan hari terlalu sore, untuk kita melepas tangan
karena genggaman kita; tepukan yang mampu menaklukkan dinding awan
dan terik matahari.

Ya, mari kita kembali
menengok warisan kita
bocah-bocah yang menatap hampa
jiwa jiwa yang lelah
orang-orang tua yang tenggelam di kolam basah.

Barangkali di sana, egomu dan egoku membentur satu nyanyian hujan
yang mengerti bahwa negeri kita dalam derita.

Ternate, 08 Februari 2017.


PELANGI DI LANGIT HONGKONG

Kau cantik, secantik puisi
berhias metafora.

Ingin kukecup jarak ini
melipat menjadi sajak
lalu kita menanam rasa.

Sungguh, ini bukan pujian
tapi ujian, ingin bicara dengan bahasa hati
tentang senja
dan butir-butir masa
pengganti perjalanan kita.

Rasa ini pengecut
dan aku tak sanggup membendungnya.

Maka izinkan aku, memetik pelangi
yang singga
di langit Hongkong
mesti waktu dan jarak
'kan melahirkan salju kerinduan.

Ternate, 08 Februari 2017.


APA KABAR KEADILAN

Semoga senyum yang ayu itu
bisa kudapati
dalam setiap harapan pagi
dan pelayaran kapal Indonesia.

Tak usah bersembunyi
di semak-semak belukar
hadirlah di antara lapar
dan air mata yang tak lagi bersahaja.

Sebab engkau, bukan emas, yang mesti disimpan
tetapi sebuah puisi yang mengerti bahasa hati.

Namun tahan dulu tangismu dalam dalam
sebab ayah dan ibumu
masih ingin melepas rindu
di pundak dewi kesenian.

Ternate, 12 Januari 2017.


SETANGKAI KATA BUAT MARSINAKU
(Buat Kawan Uti)


Setelah datang setangkai kata
bersinonim dengan lilin
simbol napas baru berembus
berbuah dua puluh lima sajak
maka menetas sudah purnama yang lalu.

Selamat hari baru Marsinaku!
Semoga yang maha indah
selalu melukis senyum di wajahmu
dan lebih mendekatkan dengan kanvas masa depan.

Maka langkahkanlah kakimu!
Ayunkanlah dengan berlahan
sebab sore makin menepi.

Dan-
embuskanlah embun-embun di ujung fajar
sebelum matahari memetik dengan malu-malu
karena di sana, mimpi dan rezeki bercengkrama.

Ternate, 10 Januari 2017.


SEBAB AKU GERIMIS

Sebab aku adalah gerimis
maka peluklah aku dengan optimis
karena dengan pesimis hanya membuat diriku menangis.

Dan ... paksakan hasratmu
mencumbui tanahku
sebab masih banyak butir-butir hujan
yang mesti kita pungut.

Ternate, 31 Januari 2017.


SISA SISA HUJAN

Setelah bertamu di kotaku pagi tadi
engkau pun pergi, meninggalkan sisa-sisa hujan yang tak terhitung
di antara kaki gunung
dan samudra
di selat timur Indonesia.

Ternate, 30 Januari 2017.


APAKAH ENGKAU MASIH INGIN MENARI

Bila air mata sudah tumpah
menggenangi nusantara
dan keluh pun telah merajai mimpi Ibu Pertiwi.

Apakah engkau masih ingin menari?
Sedangkan katamu kita satu.

Akh, engkau penyayang
dan akan selalu menyayangiku
buktinya engkau tidak menghargai cintaku.

Sebenarnya engkau pecinta atau peminta?
Sudahlah!
Mimpiku terlalu tinggi, menanyakanmu tentang itu
maka biarlah, aku berteriak ke dalam puisi
hingga kata-kataku habis
dimakan nada.

Tetapi jika kebenaran telah menembus dinding-dinding langit
janganlah engkau ragu!

Ternate, 05 Februari 2017.


SATU CERITA YANG BELUM HABIS DICATAT

Aku gerimis, seperti hujan yang tumpah dari matamu
maka basuhlah aku dengan tanganmu yang lembut itu
agar pohon pohon bisa tumbuh di benakmu.

Dan janganlah sekali-kali engkau mencubit mataku
sebab rintik amarahku, satu cerita yang belum habis dicatat.

Ternate, 04 Februari 2017.

Tentang Penulis: Abi N. Bayan tinggal di Supu, Kec. Loloda Utara, Kab. Halmahera Utara, Provinsi Maluku Utara. Abi N. Bayan, Penggiat seni tulis, Pembina Komunitas Parlamen Jalanan Maluku Utara (KPJ MALUT), dan tergabung di Gerakan Mahasiswa Pemerhati Sosial (GAMHAS-MU). Rutinitas mempublikasikan puisinya puisinya di media online www.Wartalambar.com


PUISI PUISI FARHAN ARYA

SELAMAT DATANG SENI

Ulasan terbuat dari retasan biji dan kata
bermain bersama majas sebagai pemanis
masuklah dalam tubuh puisi
menjelma maha karya.

Seni menyatu dalam bingkisan nada
berirama bak sebuah balada
rima menghias diantara ketukan
menjelma nyanyian perindu seni.

Ayo menari!
Ketipang, ketipung ....
Suara dendang bertalu-talu
harap kalian semua bergoyang.

Guncangkan panggung ayo bersama
salam kami anak panti
dan gubahan anak cacat
menjiwai budaya selama badan masih ada.

Jakarta, 06 Februari 2017.


MIMBAR

Pagelaran sudah menepi
sastra menyapa di sini
gemulai jemari menari
penuh padatan imajinasi.

Mencuri rasa pada desah napas puisi
berlomba di atas podium
menawarkan sejuta sajian seni
terisi pada rongga celah medium.

Pongah ilmu tersaji manis
mengilai aksara lahir dari rasa
biarpun merangkak dan terseok
kami akan mengalahkan takut pada diri sendiri.

Jakarta, 07 Februari 2017.


PAHAT KAMI

Lihatlah tuan!
Ukiran kayu ksedikebihi hidupku
kasih boleh kandas,
tetapinya pahatku tak boleh luput.

Dialah jiwa kami.
Tiap sudutnya ada rasa
dan nyawa
serta warna.

Lahir dari imajinasi
di hiaskan juntaian minat
yang akan menguasai podium
dengan rekahan senyum.

Goresan terangkai penyatuan hasrat
bergerak dari celah celah kepenatan hidup.
Menyusuri ladang pasar
bersaing pada serat masa.

Jakarta, 07 Februari 2017.


IMAJINASI

Gemericik air bangkitkan rasa akan sebuah cipta, keindahan alam menari di atas meja altar, melukiskan cerita cinta.

Kisah air syurga, dimana kesucian terjaga, nurani tersimpan rapih, bersama lambaian dedaunan, menciptakan kedamaian.

Dan-

Wajah pahatan membentuk kristal hidup, mengukir deret tangis dan air mata, mencoba tampil dengan sempurna, di atas mimbar.

Jakarta, 7 Februari 2017.


BIOGRAFI PUISI

Adalah kau, penyusun puisi di atas altar, beserta rangkaian dedoa penuh harap akan sebuah kemenangan.

Dan mimpi, dari retasan bulir biji kalender, menghitung desahan napas harapan panti, mengais rezeki.

Kemudian masuk mimbar, memaparkan wejangan sastra dan karya seni, memenuhi pangilan tangis kebutuhan kami, yatim piatu yang terkumpul di sudut bisu.

Menarasikan imajinasi, kreatifitas, unsur seni, dengan bahasa yang terpoles majas di sela rangkaian kata.

Sedang kami hanya merajut pintalan dedoa, semoga segala asa menjadi nyata.

Jakarta, 7 Februari 2017.

Tentang penulis : farhan arya, siswa SMP NEGRI 24 KRAMAT JATI-JAKARTA TIMUR. Mempublikasikan puisi di madia online www.wartalambat.com



PUISI PUISI ANDI IDENG

RINDU YANG TERABAIKAN

Rona wajahmu, masih menyisahkan seberkas sinar di ruang sanubari yang dalam.

Di bawah sinar redup lentera, kutatap indah bening bola matamu, di sela rindu mulai menyeruak.

Walau hanya lewat sehelai lembaran potretmu, yang bergelayut di sudut ruang kamarku.

Sesekali ada rasa gelisah saat ini, menyelimuti dan menghimpit bathin, ketika aksara kurajut tulus untukmu, tidak lagi mampu damaikan jiwamu

Namun, tetap kueja abjad namamu dalam bait puisiku, walau rinduku terkadang terabaikan olehmu.

Soppeng Makassar, 5 Februari 2017


KERONTANG

Kertas berserakan di atas meja dekat jendela, pada sudut ruang, tong sampah sedari menganga, siap menampung lukisan kata yang tak kunjung usai.

Kerontang imajinasi untuk merangkai, seiring jemari kaku liukkan pena, di sela terpahan semilir menyelinap, di balik tirai usang melambai pelan.

Kini, gundukan resah membusung di dada, pada coretan kucurahkan untuk engkau pahami, adalah rintihan jiwa yang tersemat, dalam deretan puisi-puisiku.

Soppeng Makassar, 5 Februari 2017



TERDIAM

Mengapa mesti membisu, jika lentik jemari, masih mampu msnari melukis aksara.

Kenapa harus terdiam, bila pena masih menyisahkan tinta, yang siap muntahkan segala imajinasi.

Sedang di nadi, telah mengalir selaksa keindahan kata, hingga ke ruang jiwa yang dalam.

Maka berkicaulah yang merdu, tepis semua nada-nada sumbang, yang senantiasa hadir jadi bumerang.

Soppeng Makassar 7 Februari 2017


AKU TETAP MENYAYANGIMU

Sendiri kuterpaku di pelataran senja hari ini, desir lirih lembayung menerpa lembut tubuhku.

Tagihkan rindu, pada sosokmu yang hingga kini, telah menghilang dariku.

Dalam benakku, masih nama dan bayangmu senantiasa hadir mengusik pikiranku.

Karena, dari lubuk hati yang dalam, sesungguhnya aku tetap menyayangimu.

Soppeng Makassar, 8 Februari 2017.


PERMATA HATI

Sekian lamanya kucari cinta sejatiku, di antara rindangnya resah menyelimuti bathin.

Dengan hadirmu, telah kutemukan selaksa kasih, yang telah kau curahkan untukku.

Terima kasihku, kuucapkan untukmu belahan jiwaku,

Kini bahtera kita telah berwujud nyata dalam suatu ikatan, sebagai saksi atas kesucian cinta.

Engkaulah permata hatiku, akan terus kusayang, seiring waktu terus beranjak, hingga usia menutup mata.

Soppeng Makassar, 8 Februari 2017

Tentang penulis: Andi Ideng, Alamat Jl Watanlipu, di samping SD NEGERI 35 Tajuncu, no 59, kabupaten Soppeng, kota Makassar. Kegiatannya adalah Wirausaha dan Hobby menulis syair dan puisi.


PUISI PUISI ROMY SASTRA

BERDAMAILAH NEGERIKU

Sayap garudaku patah tertembak
Wajah nusantara risau
Hipokrit merajalela
Politik

Siapa lawan siapa kawan
Yang ada kesempatan
Negaraku kacau
Mencekam

Panji-panji berkibar di keramaian
Seakan siap bertarung
Unjuk gigi
Pendekar

Temali Bhinneka Tunggal Ika
Satu tubuh bersaudara
Falsafah negara
Maknakan!

Jangan salahkan alam murka
Amanah tergadai sudah
Berpikir sejenak
Sadarlah!

Hukum tajam ke lawan
Tumpul ke kawan
Hakim pecundang
Disogok

Warta jurnalis tebang pilih
Rakyat semakin bingung
Tontonan murahan
Membosankan

Berdamai dalam gita cinta
Rakyat aman sentosa
Amanah janji
Tunaikan

Politik homo homini lupus
Kejam sadis membunuh
jangan dipakai
Buang!

Manusia homo homini socius
Berbudi saling menghargai
Berjabat tangan
Berbagi

HR RoS
Jakarta, 090217



BERMALAM DI KLENTENG TUA

Demi kesuburan dan kedamaian
sang Dewi menitiskan kasih
dari klenteng Budhis tertinggi
aroma mewangi
di lorong-lorong angin
dari peribadatan sang reinkarnasi.

Pelangi jingga melingkar tadi senja
langit Jakarta disuguhi dupa
Petak Sembilan
dipayungi Dewi Kwan Im.

Tatapan marjinal lara, menadah
mewahnya dandanan sang umat Budhis
mendung berlapis
alam berjubah putih keabuan
pertanda rintik-rintik kan menitis.

Pada kejayaan Tao
para Dewa Dewi melukis senyuman
di dalam klenteng tua
sang pengemis
meminta belas kasih
dari sang pemuja
kesejahteraan dunia reinkarnasi.

"Ohh, Budhis-Budhis
penebar keharmonisan insani
dari Nirwana kau tanamkan cinta
untuk sesama
berbagilah kepada mereka di sana
yang mengulurkan tangan
bagi yang membutuhkan
semoga siklus reinkarnasimu berjaya
pada dunia kelahiran berikutnya.

Gong xi fa cai.

HR RoS
Jakarta 7-2-2016



BERBAGI PENGALAMAN RELIGI
DAPAT DALAM MIMPI


Sebuah kitab kutemukan tentang salat menyapa dalam mimpi.
Isi kitab itu menerangkan,
bagaimana keadaan tubuh ini tatkala Allah Swt menjawab pertemuan hamba-Nya dalam salat hakiki.

Tandanya: Reaksi seluruh tubuh itu meregang gemetar,
nada ning dalam telinga seperti lonceng berbunyi.

Setelah itu hanyut dan fana,
tubuh yang gemetar terhenti di dalam kefanaan yang akan terasa sejuk dan lembut. Tatapan mata batin melihat pancaran cahaya datang bersamaan, cahaya yang hadir bersamaan itu tadi bias menjadi Awas....
"Wallahu allam bisawwab"

HR RoS
Jakarta, 06022017



DI BAWAH POHON KAMBOJA TUA
RINTIHAN LIRIH


Bulan sabit telah menggantung
di balik pohon kamboja
tanah merah belum digali.

Perjalanan diri
telah berada di ujung tanduk
sadari,
untuk menempuh ujung jalan
haruslah melalui pangkal jalan
pangkal jalan yang terdekat itu
adalah diri sendiri.

Ketika dahan beringin tua patah
tunas-tunasnya berganti,
akar bertaut menjalin tirani
dan ketika daun-daunnya berguguran
bunga berputik tak menjadi layu
siklus tumbuhkan kembali.

"Oh, misteri?
jangan bayangi mimpi dengan el-maut
izinkan aku Tuhan hidup seribu tahun lagi
beribadah sepanjang napas memandu
bila el-maut kan bertamu,
kembang setaman dan air doa kasih
shohibul bait persiapkan cangkul
ke tanah merah yang siap siaga menggali.

"Oh, misteri?
bukan puisi ini memanggil nan ditakuti
bukan juga doa sebelum takdir merintih
aku masih punya cinta untuk sang kekasih
jangan kau ulit aku
dengan mimpi-mimpi misteri.

Di bawah kamboja tua
lamunan terpaku sendu.

"Diri?
Adakah amal ibadah kau dekap
selimuti arwah tidur panjangmu di sana.

Ya Illahi,
izinkan hamba melafazkan seribu istighfar
di setiap lengah di dalam jiwa ini
biar tak sia-sia hamba dihidupkan kembali
lautan dosa keringlah!
jadikan telaga amal surgawi tuk bermandi.

Ketika doa tak terkirim kepada Illahi Rabbi
sesal dirundung duka tak berkesudahan
tangis lara tak henti di sana selamanya....

HR RoS
Jakarta, 05-2-2016



AZALI

#i
Awalnya dari nur
Hitam merah kuning putih

#ii
Menjadi anasir alam
Tanah air angin api

#iii
Tuhan jadikan tubuh Adam
Seperti patung berdiri

#iv
Lalu ditiupkan ruh
Jasad sujud bertasbih memuji

#v
Jadilah ia insan kamil
Pelanjut tirani dunia

#vi
Pahami unsur diri berdiri
Dari ilmu hakiki

#vii
Kenali awal kejadian
Semoga tahu jalan pulang

HR RoS
Jakarta,10012017


Tentang Penulis: Rommy Sastra, tinggal di Pesing Koneng RT 8/2 No: 55 Kelurahan, Kedoya Utara Kecamatan, Kebon Jeruk-Jakarta Barat. Puisi puisi telah dipublikasi di www.wartalambar.com



PUISI PUISI ENDANG A

MATEMATIKA

Sudah kuhitung, tiap tetesan hari biji kalender, meretas di jantung Februari, namun bayangmu kosong, tak terbaca kata.

Almamater berjalan menyapa pagi, aljabar terluka akibat sisa sisa logaritma yang belum tuntas, malang cinta hanya bermuara tidak menepi.

Sedang bahasa menunggu sajian kata, menunggu geomatris membentuk kurva pada sebuah grafik, kemudian bersenyawa dengan lautan asmara.

Jakarta, 8 Februaru 2017.


PELUKIS

Garis singgung menodai khatulistiwa, kurva kurva sempoyongan, di hempas seni, aljabar terpaku mengejek, sedang deret angka berlarian menjauh.

Garis titik didih membentuk lukisan abstrak, kuas kuas menari kegirangan, kanvas sudah berwarna, sedang biji kalender tak kompromi, meminta bagian jatah pasang.

Sedang pelukis asik menikmati imajinasi, tak perduli ribuan petaka akan hadir di atas mimbar, hanya tertarik akan lukisan yang belum tuntas, menghempas morgana yang naik darah.

Jakarta, 8 Februari 2017.


SALAM INDONESIA

Sayang, aksaraku sempoyongan, untuk mengukir nama Negriku, dalam tubuh puisi.

Okelah phytagoras, kita telusuri musibah bumi, apakah ada dalam sebuah rumus, di mana penjabarannya terpampang pada deretan angka.

Lihatlah!
alamku mengamuk, porak poranda, habis menyiksa.

Bagaimana kabarnya titik didih, mencair, menguap, menyublim atau membeku?

Entahlan nalar ilmu belum di sajikan, mantra bumi melemah, menua, serta melipat.

Tetapinya-

Mampukah Indonesiaku tersenyum manja hari ini?.

Itulah sedikit kisah Februari logaritma cinta.

Jakarta, 7 Februari 2017.


MENGHITUNG TANGIS

Biji hari terhitung dari hempasan ombak, namun gerimis tak jua pergi.

Perhitungan aljabar mulai koyakan pikir, menghempas perkalian cinta yang dibatasi sama dengan.

Wujudnya membuat tangis rerumputan, hingga luas lipatan alam ternisan.

Asmara mengudara, pembagian menjadi kosong, karena rumus kadaluarsa, migren menguasai jiwa.

Amnesia otak untuk sesaat, tetapinya si wajah basi mengisi pori-pori celaka, sulit di kurangi dan di tambah, bergerak di kurva pada sebuah grafik.

Jakarta, 7 Februari 2017.


PURNAMA MENANGIS

Dalam sudut bisu, aku menghitung biji kalender, yang meretas.

Kepingan hati berserakan, sedang ombak, masih saja menghempas.

Hanya melambung pada lembaran usang cerita basi, lipatan senyum, merekah di antara puing reruntuhan.

Senyawa ion tubuh sempoyongan, melagukan dendang alam bertebaran cinta, namun liukan tubuh tak sempurna, bahkan mati oleh arus gelombang.

Jakarta, 7 Februari 2017.


JANJI RAKYAT

Teriakan kami menghancurkan langit, tetapinya sudut bisu penguasa terlena kekuasaan.

Punggung kami sudah lelah, namun tuan masih mengoyak lagi, aljabar politik hadir di meja altar.

Penyatuan ion jelata terpampang di media massa, masihkah kuping anda tak mendengar?

Lihat pembagian retak gemeretak, rumus logika basi, terkuliti syair bualan tuan, sejenak kami terlena, bius kalian menggerogoti tubuh awam kami.

Lantas bagaimana nasib Negeri?

Jakarta, 7 Februari 2017.


SELAMAT PAGI

Hai sempurna!

Masihkan kau berada di sudut sepi?

Ok baiklah, kita hitung sisa biji kalender Februari, lalu jabarkan dengan phytagoras, buat garis singgung, munculkan grafik.

Kemudian mengkaji kosakata, dengan ikatan sinonim dan anatomin bersatu dengan majas, temukan rahasia sebuah bahasa.

Hari masih pagi, otak masih segar, kita rasakan hawa murni masuk dalam kesenjangan alam, berbaur dengan pepohonan sunyi di belentara hutan.

Esok ada ion ion yang membentuk molekul, bersenyawa, menjadi rangkaian elektroda hidup, berkesinambungan menghalau energi tak bertuan.

Terakhir aku ucapkan selamat menikmati sajian cerita usang.

Jakarta, 7 Februari 2017.


KEINDAHAN CINTA


Benar adanya, cinta adalah lagu langit, indah terbungkus sepaket aroma ketulusan.

Salah, kuartikan cinta bernoda darah, tiada ketulusan.

Namun dik, hempasan ombak menarik sebuah keindahan, juga deraan sakit, mematahkan semangat si cacat untuk bahagia.

Katup itu lama tertutup, sampai kau datang merusakannya.

Namun aku masih diam dengan indahnya pesona yang kau buat dalam secangkir teh.

Betapapun ingin berlari, namun tubuh tak mau bergerak maju.

Entah perjalanan ini akankah berujung.

Jakarta, 5 Februari 2017.


DERA RINTIHANKU

Dalam ruang hampa, di kutub biru menahan ribuan kelu, jungkir balik hempas sana sini, hanya dera yang hadir.

Sudahlah tik, aku membosan, jika memang lara tak bergeming ambillah saja, sebab tak tahan melihat gerimis panti, memilukan hati.

Entahlah tuan, seduhan teh membasi, mendung menyertakan pecahan gelas yang gemeretak, napas ini kian mengecil, ujung januari baru usai, tetapinya cerita masih sama dik.

Perantau ini butuh topang manis, buncahan darah menetes tak henti, hanya bisa ucapkan selamat pagi mentari, lantas pergi menarik selimut asa.

Jakarta, 4 Februari 2017.

Tentang penulis : ENDANG A .Lahir di Jakarta, tanggal 30 April 1994 . Kerja di UPK Badan Air Dan Taman Kota. Puisi puisinya rutin disiarkan pd lembar terbit bersama WARTA LAMBAR

Tidak ada komentar