HEADLINE

Semarak Puisi Malam Minggu (Edisi ke-44)



DARI REDAKSI
Kirimkan puisimu minimal 5 judul dilengkapi dengan biodata diri dan foto bebas ke e-mail: riduanhamsyah@gmail.com. Puisi, biodata, foto bebas dalam satu file. Tidak boleh terpisah. Pada subjek e-mail ditulis SEMARAK PUISI MALAM MINGGU_edisi ke-45


Terhitung mulai Bulan Januari 2017 setiap puisi yang dimuat Warta Lambar akan kami rangkum dan kami terbitkan menjadi buku antologi puisi bersama dalam setiap triwulan, maka dalam setahun kami akan menerbitkan 4 buku. Selanjutnya buku-buku ini berhak dimiliki oleh setiap penulis dan pembaca Warta Lambar di manapun berada sebagai bukti dokumentasi karya serta penghargaan kami yang sangat tinggi kepada para penulis agar karya-karyanya terkemas dengan baik. (Salam kreatife)


SEMARAK PUISI MALAM MINGGU (edisi ke-44)


PUISI PUISI KARYA ANIK SUSANTI

KETIKA PINTU LANGIT TERBUKA

Para syukur resap sebasah tanah
sesyairan malam bermantera tasbih
benar-benar suci Tuan langit
Maha segala, Maha Lembut
saat hujan nama-nama kusebut.

Ceruk-ceruk diterobos gemerlap
ketika pintu langit terbuka
beribu cahaya malaikat mengitari
mereka bukan kunang-kunang.

Desak-desak bumi bahasanya diam
lindap di antara lelap
menyimpan perkasa kuasa bernada senyap
pucuk-pucuk bintang menampilkan bincang sinaran,
tentang perkara yang lebih berkilauan

Jika aku merasa pasti aku akan bangkit
menebus rindu yang menjangkit
tapi aku manusia buta mata relung
biarkan lelap, acuhkan sebuah agung.

Gunungkidul, 23 Desember 2016


ZIARAH HATI

Di tanah pekuburan Tembayat
aku melihat nisan; pembaringan mayat-mayat
seperti diri sendiri
bertatap sebuah kepastian hari.

Pandangan tak menyaksikan kematian
tapi pemandangan keabadian
apakah suatu nanti, tiba ada yang sudi?
ziarahiku dengan doa-doa yang baik.

Bahkan
diri ini bukan guru, menyampaikan semesta ilmu
pun bukan pahlawan
pelukis jariyah kehidupan
hanyalah pungguk perindu maghfirah Tuhan.

Rabb, aku takut abadi
jika Engkau tak mencintai
sang penggadai dosa ini

Gunungkidul, 23 Desember 2016

Tentang penulis: Pecinta sastra asal Yogyakarta, bernama lengkap Anik Susanti. Seorang karyawati yang hobi menulis ini telah memiliki beberapa antologi. Belajar sastra di KOMSAS SIMALABA. Aktif mengirim karyanya di www.wartalambar.com



PUISI PUISI KARYA KAMSON

IBU 

Dirimu adalah malaikat kami sepanjang masa.

Tak kan kami temui jalan yang indah tanpa hati suci dan lembut belai tanganmu, ibu.

Ibu -

duapuluh dua Desember membingkis keagungan diri dan jiwamu.

Semoga kebahagiaan yang abadi dari kini hingga alam nanti selalu untukmu!

Gedung Surian, Lampung Barat, 22 Desember 2016. 


TAK PULANG PULANG

Bertahun rasa rindu menanti kahadiran yang tak pasti.
Tanpamu luasnya harapan terlepas, jalan longsor dan berlubang penuh genangan air
jadi penghalang kami bermain dan berburu.

Baju kami kini tampak kusam dan lusuh termakan usia dalam penantian yang panjang.

Mengapa kau tinggalkan aku dan saudara saudaraku selama ini, bapak?

Seribu sembilan ratus hari kami menunggu belaian kasih sayangmu.

Kini kau datang saat senja menjemput malam, dimana adik, kakak dan paman sudah berhijrah ke pulau seberang yang dihuni tuan yang menjanjikan makanan dan tempat bermain yang indah tanpa tikus-tikus kotor.

Kau pulang terlambat, Bapak.
Sekarang isi rumah sudah rusak dan penuh debu serta kami telah pergi.

Buah tangan sepatu mengkilat yang kau beli dari gudang rongsokan serta makanan dan minuman tak dapat lagi menghibur hati kami.

Selamat tinggal bapak,
tempuhlah jalan yang kau pilih dengan sesuka hatimu!

Gedung Surian, Lampung Barat, 21 Desember 2016.

Tentang penulis: Kamson tinggal di Desa Pura Mekar, Kec. Gedung Surian, Kab. Lampung Barat, Lampung. Yang menggemari seni tulis; Puisi dan tergabung dalam KOMSAS SIMALABA (Komunitas Sastra Silaturahmi Masyarakat Lampung Bagian Barat). Karyanya telah dipublikasikan di www.wartalambar.com. Dan www.saibumi.com.



PUISI PUISI KARYA Q ALSUNGKAWA

MELEPAS DESEMBER

Tersebut 11 Desember, aku menjelma
manusia. Bersetubuh dengan udara, karib cahaya.

Desember kesekian, menempah sudut, lekuk tarian jiwa, semasa-semusim
adalah ... sajak bergurat senja yang menanti biji pandang.

Tetiba Desember berguguran, menimbun barisan puisi. Asa kemudian menyampul pelangi yang mengendap di mata waktu.

Kebun Tebu, Lampung Barat, 19 Desember 2016.


MAWAR PUTIH

Tatapan itu, yang bangkit dari masa lalu, bingkai pelangi yang memudar ketika senja mendarat di pucuk bukit.

Selembar malam menguas meja, menarasikan warna kenangan, dari sesosok Puisi Putih yang tenggelam di secarik hati dan menunda rindu.

Adalah kecipak percintaan yang pertama kita renangi, membungkus semua wujud indah, hingga waktu membungkam dengan sekeping alasan.

Tetapinya jejak lalu, ketika sepotong sepi ganjen menggoda, ada kerinduan yang mengental dikawal sebaris gerimis.

Adalah ...! Mawar Putih. Yang terkapar di lebar sajak pertamaku bertajuk tautan hasrat
hingga kini
berpulang pada sang waktu untuk, untuk mengemasi puing-puing yang mendekam di celah sunyi.

Sumber Jaya, Lampung Barat, 19 Desember 2016.


SISI LAIN KOPI

(Secangkir kopi di mejaku tak bertuan) cukup menyilang dahiku, mentapsir bisikanmu. Mengumbar deburan ombak yang mengental di pantai terawang.

Adakah sepintal benang, mengukur jarak manisnya racikan kopi yang kau seduh hingga lidah ini terjerat candunya?

Kupuisikan manis-pahitnya kopimu, dalam senyum di pucuk sore.

Sebabnya mataku sedang menatap layung di selempang pundakmu.

Sumber Jaya, Lampung Barat, 20 Desember 2016.


IBU IBU IBU

Kau pastikan aku mampu. Setelah ditempa dalam persembunyian, di mana kehangatan yang mengalir pada darah-daging, pada ari, di ruang rahim yang gelap penuh kedamaian.

Kemudian kau izinkan aku menghela napas dan mengenal seruan azan. Dalam pangkuan dan timang-timang. Senandung lirih masih membekas di gendang telinga.

Tetiba masa anak-anak nusantara, menyajakkan kasihmu, mengabadikan butiran doa yang tak pernah beranjak dari lidah, yang meluap di kedalaman jiwamu ibu.

Dan aku, bait yang kau papah,  berupa bayangan sajak, ketika kau adalah cahaya yang retaskan benang-benang impian.

Duhai ... semangat hidupku. Jejakmu meliputi bumi, dan selendangmu yang mampir ke langit. Hingga puisiku melingkari, kaulah surganya dunia.

Sumber Jaya, Lampung Barat, 22 Desember 2016.


LENTIK BINTANG

Apakah malam menghadiahkan pilihan? Sedangkan tak terhitung lagi kesunyian yang kukunyah.

Dari sisi aku mengemas cahaya, sebagian nadi terkapar diantara jemari lentik bintang-bintang kecil.

Sumber Jaya, Lampung Barat, 23 Desember 2016.

Tentang Penulis: Q Alsungkawa tinggal di Ciptamulya, Kecamatan Kebun Tebu, Kabupaten Lampung Barat. Q Alsungkawa tergabung di barisan komunitas sastra di Lampung Barat (KOMSAS SIMALABA), ia mempulikasikan puisi-puisinya di media online www.wartalambar.com, saibumi.com dan lampungmediaonline.com.



PUISI PUISI KARYA NANANG R

BERI AKU SATU RASA

Tuan pulanglah, lalu benahi tempat tidurmu, esok hari
ketika gelap memudar
beranjak menyelimuti pagi.

Lalu beri aku rasa
sedikit tanggung jawab
agar tak tersesat dikemudian, sebab asing yang kutapaki.

Liwa, Lampung Barat 10 Desember 2016


APA KABAR YUNIKA

Yunika?
sudah lama kita tak bersua
aku mulai lupa dengan senyum manis nan lugu sikapmu,
dan kini kau beranjak dewasa.

Yunika,
sepertinya telah habis kau kemasi cerita kepedihan
tajam ilalang menyayat lentik jemari dan rumpunan tebu kala itu?

Dan biarkan  dirimu Yunika,
serupa bait-bait puisi
karena inilah kehidupan yang seakan tabu
ketika kau basuh kakimu lalu
menjemput mimpi.

Liwa, Lampung barat 11 Desember 2016.


SAJAK LILIN

Sulut lah aku,
lalu biakan aku sendiri
dalam gelap
menemani sunyi menghabiskan malam meski aku tau umurku tak sempat menyambut pagi.

Malam,
gelapmu terlalu sunyi
meringkas hidupku
yang rapuh terombang-ambing angin lalu,
meringsut dalam bayang-bayang.

Akankah balasan yang tak mungkin terbalas,
dari singkat nya malam
dalam sebatang lilin.

Namun biarkan aku berjuang
meski tak terbalas.

Liwa, Lampung Barat 13 Desember 2016.


SAJAK SAJAK RINDU

Kemarin aku tulis namamu
dalam buku harian
dan belum sempat aku kemas
berupa sajak.

Rasa ingin menatap jauh,
pada kerinduan yang semakin menua
di kemudian hari kita berdiri sejajar
bersama meremajakan rindu
yang sempat tertukar.

Dan aku tak bisa lagi berpaling
pada guguran biji-biji
kalender yang berserakan
menandai jalan fikiranku monoton
menusuk pada pandangan.

Namun lagi-lagi aku harus menunggu.
(Sebuah nama)

Liwa, Lampung Barat 20 Desember 2016.


HUJAN SORE TADI

Hai ... kau datang lagi
ketika aku rapikan buku-buku
dari meja yang penuh debu.

Sedangkan senja mulai menua.

Liwa, Lampung Barat  12 Desember 2016.

Tentang penulis: Nanang romadi tinggal di Desa Pagar Dewa Lampung Barat. Nanang R bergabung aktif dalam sekolah sastra ( KOMSAS SIMALABA).



PUISI PUISI KARYA AHMAD RIFA’I

ANGIN MALAM

Senja telah berlalu tinggalkan jejak lelah
kicau kutilang tak lagi terdengar di ranting-ranting rimba, sisa hujan masih menetes di atap gubuk bambu. Sesekali angin menembus sela sela dinding.

Dalam hening imaji. tiba-tiba ponsel berdering, beberapa pesan singkat
tampak di layar kaca.

Kalut, menyeruak penuhi pikiran. Menatap langit langit, debu nampak tebal di antara pentilasi, sarang laba laba tak telat menghiasi.

Lamunan membawa ke arah yang kian tak tentu
bayangan akan badai, jatuh nya dedaunan kian jadi dilema.

BAHWAY, Lampung Barat 18-12-2016

Tentang penulis: A Rifa'i, tinggal di bahway, kec balik bukit, kab lampung barat. Profesi sehari hari petani di perkebunan kopi dan tergabung di sekolah menulis komsas simalaba, beberapa karya telah terbit di media online www.wartalambar.com



PUISI PUISI KARYA YENNI DA

IBUNDA

Bukan setetes darah tertumpah
bukan pula sebaris urat terputus
dalam rasa sakit tak terperi
pada masa lalu .

Tapi kenyerian yang kau kata indah
bertaruh nyawa yang hanya selembar kau punya
masih menyisakan senyum di bibirmu.

Wanita kuat yang tak kenal lelah
selalu menyeka peluh
merangkai bait-bait sabar
pada jiwa-jiwa di rahimnya.

Tak terbalas meski kuingin,
sedikit memberi atau sekedar menyeka peluhmu
wahai pembawa surga
tulang rusuk yang mulia.

Ibunda,
engkau selaksa rindu
naungan tangis sandaran letih
bagi nyawa-nyawa yang bebal dengan dosa.

Way Tenong, Lampung Barat, 20 Desember 2016.


AISYA

Dalam putaran langkah
sepatu roda bergerak disertai tawa riang gadis kecil di ujung jalan.

Rona  polos canda renyah
memaksa kaki-kaki kecil lain berlarian
mencipta sejuta nuansa menggemaskan.

Ini tentang Aisya Salsabilla,
tentang penari nan riang
dalam pola dunia yang menakutkan
seolah penuh warna tak terbaca,
mendecakkan cemas akan dia.

Senyum berhias keakraban
menyemai untaian benih
akan riang gembira
terus berirama pada jejak kakinya.

Ia sejuta hangat,
yang tak ternilai.

Way Tenong, Lampung Barat, 20 Desember 2016.


JENUH

Letih, menapaki jalanan
penuh bebatuan kerikil
sesekali menusuk telapak
nyeri sampai ke pori.

Belum juga usai
remangnya malamku
selalu ada rasa yang tak mampu kurangkum,
dalam otakku yang mulai mendidih.

Ini akhir tahun,dan aku tahu
bahkan kaleidoskop itu telah mulai diputar di televisi dalam negeri.

Ah,aku mulai merasa bosan
melangkah sedang aku limbung
pada kekacauan dunia
yang telah tak berkawan.

Way Tenong, Lampung Barat, 20 Desember 2016.

Tentang Penulis: Yenni Da,alamat pekon Mutar Alam,kec Way Tenong kab,Lampung Barat. Tergabung dalam KOMSAS SIMALABA. Beberapa karya telah berhasil dimuat di Warta Lambar.

Tidak ada komentar