HEADLINE

Semarak Puisi Malam Minggu (Edisi Ke-42)


SEMARAK PUISI MALAM MINGGU (edisi ke-42)


PUISI PUISI KARYA NANANG R


MALAM MURUNG


Lunas sudah,
aku kemasi cerita
tentangmu sosok sepi.


Namun entah kemana sembunyi
linangan hujan sore tadi,
menjadi butiran rinduku semakin memerah.


Hanya berharap,
butiran rasa menjadi nyata
di sampul malam
tanpa tarang kembalikan
rasa yang hilang.


Malam ...
kini kau murung dipangkuan.


Banjarnegara, Jawa Tengah 04 Desember 2016.



SEJENGKAL SAHDU


Ada hasrat di sini,
yang selalu menampar
ketika membuka potret
yang belum usang,
Kebun Tebu aku tulis di bongkahan batu.


Adakah rasamu kembali?


Ketika kening tertimpa daun
beringin yang pupus dilumat takdir.


Sungguh tak mudah aku melangkah
hanya untuk tujuan yang bukan entah
sampai kapan mungkin rindu ini telah tumpah.


Banjarnegara, Jawa Tengah 02 Desember 2016.



UNTUK IBU


Ketika jauh,
aku melangkah
tanpa meninggalkan alamat
pada rintik sore ini
menjelajah mendewasakan diri.


Hanya satu
pintaku Ibu,
tuntunlah jiwa lemah ini
yang masih bau senja.


Ibu,
pesanku
sampaikan pada adikku Fitri,
tentang cerita pagi tadi
agar tidak menangis
karena aku tak sempat mencium kening nya dua kali.


Banjarnegara, Jawa Tengah, 05 November 2016.



SERAUT RINDU


Masih aku simpan
sepucuk rindu pada wajah itu.


Di sini aku meraba biji-biji gerimis, hingga menggigil mengenang jalan kemarin.


Banjarnegara, Jawa Tengah, 06 Desember 2016.


Tentang penulis: Nanang romadi tinggal di Desa Pagar Dewa Lampung Barat. Nanang R bergabung aktif dalam sekolah sastra ( KOMSAS SIMALABA)
Hp: 081519180004
Wa: 0815 19180004
Fb: Nanang Romadi
Pin: D65AB0C7
Email: Hprestu838@gmail.com





PUISI PUISI KARYA MUHAMMAD SARJULI


LILIN LILIN KECIL


Pada satu titik terang di ruang keluarga malam itu
adalah lilin-lilin kecil yang menyatukan keluarga di keheningan malam.
Tak terdengar suara hewan malam waktu itu
hanya rintik hujan sebagai pelantun cerita moyangku dulu kala.


Tidak lebih baik dari cahaya lilin-lilin kecil ini sebagai penerangan.
Saat petang usai bekerja Bapak selalu membawa setumpuk kayu bakar, sementara Ibu dengan cekatan memanduk api dengan secuil kayu damar.
berburu dengan petang yang sebentar lagi gelap.


Di antara kekhawatiran terbesar saat larut
adalah hewan-hewan malam yang suatu waktu bisa saja datang jika api mati.
Hidup terpencil jauh dari kampung demi mempunyai sebidang kebun kopi untuk menyambung generasi penerus; anak-anak adalah alasan moyang-moyang kami dulu mempertaruhkan nyawa di setiap malam hidup di belantara rimba.


Lilin-lilin kecil terus meleleh, larut dalam cerita merah. Dan aku tau kini dari mana aku? Siapa aku? Dan hebatnya orang tuaku.


Terimakasih PLN malam ini kalian padamkan listrik
dan aku tau kisah lilin-lilin kecil.


Simpang Tiga, Air Hitam, Lampung Barat, 03 Desember 2016.



PENYESALAN


Biarkan aku menangis, Dinda.
Membuka lipatan kenagan di masa silam
menyibak mencari di mana dosa-dosaku
hingga saudara-saudaraku di Aceh berteriak histeris.
Pecah-.
Sebagai manusia yang mudah lupa dengan dosa
aku tak mampu meraih dosa itu yang di ingatan begitu dekat.


Dua belas tahun lalu, Tuhan ingatkan dosa-dosaku dengan Tsunami, yang memukul jutaan hati.
Belum bersih aku sapu puing-puing dosa yang terbawa gelombang
kini Tuhan guncang lagi hati ini.


Oh Tuhan.
Ampuni dosa-dosaku,
sesungguhnya aku sadar akan buruknya hati ini
maka beri aku masa untuk hapus dosa-dosa.


Dinda,
biarkan aku menagis
untuk dosa-dosaku dan untuk saudara di Aceh.


Simpang Tiga, Air Hitam, Lampung Barat, 08 Desember 2016.


Tentang Penulis: Muhammad Sarjuli, menyukai puisi sejak kecil dan tergabung dalam KOMUNITAS SASTRA SIMALABA sebagai pengurus. Karya-karyanya aktif dipublikasikan di berbagia media di antaranya wartalambar.com saibumi.com lampungmediaonline.com karyanya dibukukan bersama sastrawan jawa timur berjudul BULAN SEMBILAN dan yang terbaru tiga karyanya lolos dalam event kopi penyair dunia yang diberi judul Kumpulan Puisi Kopi 1550 MDPL.
Jejak pendidikan
SDN 01 Sumber Alam 2003
SMPN 02 Way Tenong 2006
SMAN 01 Way Tenong 2009
Kontak
Hp, Whatsapp, Imo : 0856-6874-6199
Facebook : Muhammad Sarjuli
Email : Sarjuli46@gmail.comDARI REDAKSI





PUISI PUISI KARYA Q ALSUNGKAWA


GUGURNYA JANJI


Sebagian, telah menjadi keping, terdampar di sudut malam, ketika angin menggiringmu, berpaling pada kemilau. Hingga sesimpul janji, tak lagi kau indahkan.


Kemudian rintihan yang menggelinding di titian waktu, tergerus rona dusta.


Adalah Ia yang memuntahkan pernak-pernik kejutan, yang sebelumnya merupakan buai sanjungan. Tetapinya-
seketika mentah, tangkai dan daun layu, terkikis dari rapuhnya keyakinan.


Dan, kurapihkan sisa-sisa luka, dibalut kemungkinan, suatu hari, senyum pelangi, megapai ruang, sepotong sepi yang tertunda.


Sumber Jaya, Lampung Barat, 5 Desember 2016.



MATA ANGIN


Dari celah, entah dari mana Ia  datang. Berbisik tentang bait-bait sempoyongan, yang terdiri dari rumput dan jerami. Dan dari semak belukar melenturkan kasta, meracik semangkuk puisi.


Bahkan Angin, tidaklah berdiam, membiarkan kalimat yang membuncah, serampangan. Tetapinya Ia membelai kekacauan, hingga bertitik-nada, pun membentang titian. Agar mengalir ke ranah yang Ia sebut kalimat tata surga.


Adalah kau Angin, yang dalam sisa lelahmu, merapikan mendung, menjelma butiran hujan, merata tumpah di taman indahnya kekata.


Sumber Jaya, Lampung Barat, 6 Desember 2016.



MENDUNG DI LANGIT ACEH


Semuda ini hari, butiran air mata di layar kaca, kembali menyelimuti Langit Aceh. Masih membias di ingatan tentang duka lalu, ketika gelombang mampir ke bukit-bukit. Dan kini jiwa-jiwamu disambar masal, oleh yang berkehendak, pemilik kepastian.


Sedangkan kita adalah butiran debu, yang teramat sering mengabaikan cahaya. Dan kita mesti membaca jejak, sekiranya memadukan kening pada lantai bertilam.


Teriring, dari Tangkai Sumatera, membungkus doa, sekiranya seberkas ampunan terpancar dari-Nya, amin ... amin ... amin. Lalu tergantikan dengan senyuman tatkala dimerdekakan oleh kesadaran dan dipeluk kesabaran.


Sumber Jaya, Lampung Barat, 7 Desember 2016.



SECARIK UNDANGAN SLTA


Sedikit berjarak dari alamat. Dan di layar tulalit, sederet pesan yang memuat angka-angka yang mesti dilunasi.


Sudah dapat diterka, itu rujukan dari bangku, tempat si kecil menyerap ilmu. Dan demi lolosnya si Cimots, dari kebodohan.


Menempuh jalan pulang. Lalu membedah sebuah kebijakan dalam rapat KOMITE, tentang pengalihan kewenangan  dari daerah ke propinsi. Tentu nurani ini was-was. Sedangkan ujian nasional sedang dikaji para pengolah kebijakan, kabarnya UN akan dihapuskan.


Baiklah, Cimots, tak perlu kau risaukan tentang yang tak semestinya kau pikirkan. Fokuslah kau berhitung, tentang cahaya esok dan jangan kau tenggelamkan mimpi-mimpimu.


Serahkan pada Yang Kuasa-


dan akulah yang tumbal cita-citamu.


Kebun Tebu, Lampung Barat, 8 Desember 2016.



RUANG IBUNDA PUISI


Selembar pagi, di ruangan semangat hidup: R Hamsyah. Wanita paruh baya, memilah-milah kain kebaya. Dan ragam candaan memecah ruangan, satu kalimat semusim kopi jadi pondasi penawaran.


Dan senyum ini membubuhi, sebagai warna suasana, tentang buah hati yang di ranah tualang, sengaja tersenggol bahwa Ibunda puisi, tidaklah sendiri, ada sajak-sajak yang menopang langkah yang mulai di kikis waktu.


Sebuah perniagaan ala dusun, mengorek sepenggal jejakku bertahun lalu.


Cipta Gara, Lampung Barat, 9 Desember 2016.


Tentang Penulis: Q Alsungkawa, Penggiat seni tulis, tergabung di barisan komunitas sastra di Lampung Barat (KOMSAS SIMALABA) Dan rutinitas mempulikasikan puisi-puisinya di media online www.wartalambar.com





PUISI PUISI KARYA KAMSON


JALAN DI UJUNG WAKTU


Butiran air menuju bumi nan indah masih setia suguhkan dingin di kulit ari insan penghuni alam fana.


Semilir sang bayu dan kabut putih jalan berliku di negeri kopi,
tempat kami membangun asa demi segala angan.


Hari-hari berganti bulan, rangkaian langkah sang waktu telah sampai di pintu Desember.


Ada lipatan lelah juga dahaga terbingkis dalam belasan bulan berlalu.


Ukiran suka juga duka tersimpan di laci 2016.


Gedungsurian, Lampung Barat, 5 Desember 2016. 




HUJAN AIR MATA DI SERAMBI MEKAH


Bumi berguncang, runtuh tembok-tembok wisma dan berguguran air mata.


Serambi Mekah.


Menuai ingatan duka masa silam, akan tengis ibu pertiwi yang belum terkikis habis hingga kini.


Sarat isak sesak di dada kami!


Saudaraku,
Tuhan Maha Tahu apa yang tebaik untuk hamba-hamba-Nya.


Gedungsurian, Lampung Barat, 7 Desember 2016.



Tentang penulis: Kamson tinggal di Desa Pura Mekar, Kec. Gedung Surian, Kab. Lampung Barat, Lampung. Yang menggemari seni tulis; Puisi dan tergabung dalam KOMSAS SIMALABA (Komunitas Sastra Silaturahmi Masyarakat Lampung Bagian Barat). Karyanya telah dipublikasikan di www.wartalambar.com.





PUISI PUISI KARYA YENNI DA


DUNIAKU


Dunia yang kian renta
lapis ozon yang menipis
bentang alam kian kronis
tak mampu memberi nyawa.


Rona hijau silih rupa
gedung pencakar langit
pengap knalpot ,asap dan bising
kian memenjarakan nafas.


Efek rumah kaca,
itu kekata yang tak kupahami
terucap dari kaum intelektual
dan aku bukan mereka.


Oh duniaku,
terasa begitu pengap
dan tak lagi terbaca sains
saat hujan ataupun kemarau
sudah tak mampu dirumuskan.


Aku ingin nyaman kembali
mengkondisikan mimpi kaum petani,dan para nelayan yang sabar pada ombak dan pasir pantai.


Way Tenong,Lampung Barat, 6 Desember 2016



MAULID NABI


Diamku berkecamuk rindu
pada cahaya bulan
dan rangkaian Rabiul Awal
tentang tangis merdu
dari rahim sang bunda.


Muhammad,
menyebutnya aku bergetar
keping-keping nyaman berpendar
merangkum sejuta rindu akan sang nabi.


Subhanallah,
sungguh kelahiran terindah
untuk orang terakhir
yang menutup barisan para nabi
takkan pernah berganti.


Way Tenong, 7 Desember 2016



SALAM DARI ACEH


Gemetar dan kalut,
saat kubaca sepenggal kata
dari pesan singkat androidku yang setia,darimu sahabat.


Hanya satu pinta
"doakan aku"
hanya itu dan reruntuhan puing
Aceh yang kembali bergetar.


Doaku bertengkar dengan cemasku
tentang Pidie dan tugas negara
seragam kebanggaan juga nyawa-nyawa di serambi Mekkah.


Ya Tuhan,
selamatkan sahabat dan Aceh yang muram
Dengan Rahman dan Rahim-Mu.


Way Tenong, Lampung Barat, 7 Desember 2016


Tentang penulis: Nama Yenni Da,alamat desa Mutar Alam kecamatan Way Tenong Lampung Barat, tergabung di KOMSAS SIMALABA. beberapa karya telah dimuat.





PUISI PUISI KARYA ANIK SUSANTI


ENIGMA SENYUM


Ada kabut melampauinya
enigma senyum Negeri
sambil menangis
menutupi ceruk-ceruk eksploitasi
menikmati sampah dan limbah sisa alibi
sang monopoli menuding matahari, injak-injak tanah
kata ia paling gagah, penuh megah.


Berbincanglah air kepada arus
berbisik pada kerikil dan batu besar
mereka malas melarungkan keji, kontaminasi
lalu, air mempercepat alirnya
terburu menuju muara, berdesak-desakan menangis pada laut.


Ia berdoa pada Tuhan, usai menyapa ikan-ikan
juga mengucap maaf atas buah tangannya
yang hampir meracuni kehidupan
air terus meminta,
"Tuhan, segera jadikan aku hujan!"


Negeri tetap mengulas senyum
mengumbar harum
tapi pasi, takut ombak marah
takut matahari melontar api
pun malu kepada generasi.


Gunungkidul, 9 Desember 2016




TELUK DESEMBER


Aku tak mungkin menyentuh lengan matahari
melampaui tinggi cahaya
mementaskan ingin ajaib mimpi-mimpi
di teluk Desember menunggu angin,
kali ini kekalkan harap rasa.


Ayat-ayat hujan mengganti nyanyian
kesunyian riuh oleh rinainya
menghibur hambar kenihilan usaha,
ia pun datang menunjukkan catatan Tuhan
sebut raut tatap tawakal, belum kuulaskan
ya, aku alpa.


Hujan, kau yang benar
maujudmu berkah langit, susu kehidupan
harusnya aku syukur tinggi-tinggi
tak sesalkan keping-keping perwujudan
semasih samar di awang-awang
sebentar aku berhenti, berkejar matahari.


Gunungkidul, 9 Desember 2016


Tentang Penulis: Pecinta sastra asal Yogyakarta, bernama lengkap Anik Susanti. Seorang karyawati yang hobi menulis ini memiliki beberapa antologi. Belajar di sekolah sastra KOMSAS SIMALABA. Aktif mengirim karya di www.wartalambar.com.





DARI REDAKSI
Kami memberikan ruang kepada siapapun untuk berkarya. Bagi kami, kesusastraan nasional itu sesungguhnya adalah sebuah keberagaman; mulai dari sastra kaum pemula, sastra kaum tepi, hingga sastra kaum yg telah memiliki label nasional alangkah indahnya bila kita sepakat untuk dilihat secara bersama sama dan miliki tempat serta ruang yang sama pula untuk dihargai sebagai bagian dari corak warna dalam keberagaman. Sebab kita semua memiliki hak untuk hidup serta menemukan bentuk. Silahkan kirim karya anda ke email: riduanhamsyah@gmail.com atau inbox akun fb Riduan Hamsyah.


Terhitung mulai Bulan Januari 2017 setiap puisi yang dimuat Warta Lambar akan kami rangkum dan kami terbitkan menjadi buku antologi puisi bersama dalam setiap triwulan, maka dalam setahun kami akan menerbitkan 4 buku. Selanjutnya buku-buku ini berhak dimiliki oleh setiap penulis dan pembaca Warta Lambar di manapun berada sebagai bukti dokumentasi karya serta penghargaan kami yang sangat tinggi kepada para penulis agar karya-karyanya terkemas dengan baik. (Salam kreatife)

Tidak ada komentar