HEADLINE

Puisi Karya Romy Sastra

Photo by: Buddy Setiawan

PUISI PUISI KARYA ROMY SASTRA

GADIS TEMARAM

Gadis senja di temaram bianglala
kabut jingga di lereng rindu
kutatap masa depan jauh keperaduan
malam ini tanpa berkawan rembulan.

Aku gadis desa menatap cinta
pada sebuah kisah yang terkubur
kumbang yang terbang menghilang
kau kini entah di mana
kekasih yang lama
meninggalkanku.

Senja sepi berkabut
gersangnya padang ilalang
aku merindu angan sebuah janji
akankah kau akan kembali di sini
di rona senja yang kian menepi
rindu menanti.

Kembalilah ..."
aku kan setia pada kekasih
yang sudah lama pergi
meninggalkanku
kutunggu kau di malam ini
bercerita di bawa sinar rembulan
bercumbu di pangkuanmu
berharap pelitanya hadir
bahwa malam ini indah.

HR RoS 
Jakarta, 09092016, 


KEMESRAAN YANG TERTUNDA 

Rasa cinta
membingkai kasih sayang
teteskan rasa madu dari sudut kalbu
kepakkan sayap rindu dari hayalku.

Kupetik setangkai melati
aroma semerbak mewangi ke ruang hati.

Mendekaplah ke dadaku
kan kukecup keningmu
kau basahi bibirmu dengan istighfar takbir,
kau lepas kemesraan cinta seketika
demi sebuah cinta fitrah.

Kau terima cinta hina dalam pelukan
kau kulum permen karet bibirku lengket
hahaha ..." aku kaget.

Waduh,
buaian cinta di antara dua rasa
menebar rasa penyesalan meratap tangis diri yang terlena.

Falsafah cinta di antara dua sejoli
memilih jalan
membimbing spirit suci ke harga diri
menjaga norma-norma susila
yang semestinya.

Cinta mesra di antara dua hati
bercumbu di luar noktah
melenakan nafsu
pada kekasih yang bertutur budi
pada pilihan itu ....

HR RoS
Jakarta,0909216


KEMATIAN ITU KIAN MENDEKAT 

Tamu itu akan terjadi
menyapa raga dan jiwa
mengakhiri semua cerita
menutup gita.

Ketika ruh akan pergi
tubuh terbujur kaku
jangan ada derai air mata
untuk menempuh jalan kematian
di giring sang el-maut
dalam ketakutan yang tak terkira.

Duuhh, diri.
Tamu misteri yang tak kenal waktu
Ia bertamu
menghantarkan ruh ke tempat abadi
ke telaga siksa ataukah cinta.

Jasad terbalut kain kafan
bangkai tertanam dalam lumpur,
semua para pengiring keranda kan berlalu,
jasad pengap di dinding papan
menunggu bias di telan waktu,
nisan-nisan berdebu
padang ilalang kerontang
kamboja pun berguguran jatuh ke bumi.

Tiada gelap yang lebih gelap dari gelap
dalam kuburan itu,
tiada sunyi yang lebih sunyi dari sunyi
di bawa nisan itu.

Pusara kan menjadi saksi
di lintasan dunia lembah mimpi
dari hidup yang berpesta pora
lengah pada kematian abadi.

Mmmm ...
bila ruh pergi
Tuhan meridhoi memanggil kematian
kunanti dikau amal rinduku
di telaga cinta
di singgasana jannah Illahiah.

HR RoS
Jakarta, 08092016.


JIKA SEMUA MENJADI MASA LALU

Terhenti sejenak,
berfikir.
Dalam derap langkah memacu jejak,
bingkisan yang aku bawa ke arena pertunjukan,
seperti kado-kado yang tak beralamat.
Pada puing-puing aksara yang bertaburan,
adalah memori yang telah mati, berupaya menghidupkan kembali.

Ada cerita masa lalu,
ada deburan ombak,
ada debu-debu kenangan,
cerita selintas angan
menyapa kehidupan,
bayangan masa depan itu mencubit perih.

Melukis dalam kanvas yang tak berwarna
meriak syair yang tak bermakna
ia adalah seni,
pada madah yang kuluah ini.

Jika semua menjadi masa lalu,
tak di titipkan ke sebuah makalah tinta,
maka cerita hidup membisu,
yang tak bisa di nikmati oleh anak cucu.
Seyogyanya,
di lestarikan ke dalam diary itu.

Diary itu, ya tulisan sendiri.

Berharap pada budi yang bersahaja
memilah daun-daun yang berguguran
jatuh layu kering menghujani bumi.
bukanlah sampah pada  noda perjalanan,
melainkan pupuk-pupuk organik
di rumpun ilalang
dan pohon-pohon yang menjulang tinggi.

Ia adalah tilam permadani jelata
dalam aksara tinta hidup yang bermaruah,
meski kisah tak sama antara beringin, daun kering dan ilalang yang tegar berdiri.

Oh, jelaga hidup.

Masa lalu yang kelam
hadirlah mutiara mimpi menjadi impian
yang berkenyataan.
Meski impian itu abstrak
di jejak yang tak pernah nampak.

Aku malu pada kesombongan diri,
yang pernah jadi sampah dan kucoba membuang bayangan hitam menggodaku, dalam ego-ego yang tak perlu
aku singkapkan rasa ini ke lentera cinta.
Pada kearifan hidup,
pelitakan masa depan
dalam derap langkah
walau jejak itu tertatih.

HR RoS
Jakarta, 08092016


MUJAHADDAH CINTA BERKABUT

Jalan terjal berliku dan berkabut
tertatih di sahara padang gersang
mengiringi langkahku
kutapaki pasir kerikil berduri terus kulalui
dahaga yang parah
pemberhentian itu tak jua kutemui.

Brrrrr ...
pagi ini dingin sekali
mendung menyapa hari
bianglalaku malu bersembunyi
ronanya berhias sepi
dari petualangan cinta berselimut mimpi.

Penantian janji palsu melupakan memori
memori telah menjadi mimpi-mimpi sunyi.

Bunga bahagia yang di damba-dambakan
layu sudah di kebiri
mawar cinta berguguran.

Biarlah kupetik saja melati putih
suci mewangi di dalam hati
jadikan aroma iman
pengikat tongkat menuju mihrab Illahi Rabbi.

Aahh ..."
payahnya aku,
hidup bak musafir di savana lara
berbalik arah tak mungkin kulakukan
arah pulang pun tersesat jalan.

Degup jantungku kian meletup
denyut nadi kian terjepit
lara asa cinta semakin terjajah
membuat nyali ciut kehilangan semangat
mujahaddah cinta berkabut
kutinggalkan sajalah.

berlari sekuat mungkin meraih hakiki
jalan itu tak jua kutemui.

HR RoS
Jakarta 08092016

Tentang penulis: Lelaki asal Minang Sumatera Barat, Pesisir-Selatan, Bayang, Kubang.

Alamat sekarang: Pesing Koneng RT 8 RW 2 No: 55 Kelurahan, Kedoya-Utara 
Kecamatan, Kebun-Jeruk, Jakarta Barat.
Obsesi, belajar dan menulis bersama Komsas Simalaba 
ikut andil menyemarakkan sastra Indonesia.


Dari Redaksi:
Kami memberikan ruang kepada siapapun untuk berkarya. Bagi kami, kesusastraan nasional itu sesungguhnya adalah sebuah keberagaman; mulai dari sastra kaum pemula, sastra kaum tepi, hingga sastra kaum yg telah memiliki label nasional alangkah indahnya bila kita sepakat untuk dilihat secara bersama sama dan miliki tempat serta ruang yang sama pula untuk dihargai sebagai bagian dari corak warna dalam keberagaman. Sebab kita semua memiliki hak untuk hidup serta menemukan bentuk. Silahkan kirim karya anda ke email: riduanhamsyah@gmail.com atau inbox akun fb Riduan Hamsyah. (Salam Redaktur: Riduan Hamsyah)

Tidak ada komentar