HEADLINE

Puisi Karya Bambang Widiatmoko


PUISI PUISI KARYA BAMBANG WIDIATMOKO


TANDA TANYA

Dihadapkan pada rasa sunyi - keasingan pun menyergap
Hanya sisa telapak kaki tersapu hujan di savana dilintasi biawak
Dan gerak-gerik rusa yang penuh curiga dan waspada
Bahkan burung merak pun tak  mengepakkan sayap surganya
Dalam penantian yang panjang dan sia-sia.

Waktu  terhenti sejenak dan matahari tercekat di pohon raksasa
Sia-sia cahayanya ingin menembus lebat ranting dan daun
Dalam musim yang terasa tertidur dalam dengkur
Seperti terlempar dalam alam beberapa abad silam
Tapi kenyataan telah membenaman aku dalam lobang yang dalam.

Aku tak lagi dapat menghitung karena alam pun tak berhitung
Menawarkan keindahan dan juga misteri dalam kehidupan berimbang
Seperti ular yang tidur melingkar di balik kegelapan
Dan babi hutan  minum air laut di pantai tanpa rasa ketakutan
Di Ujungkulon - aku merasa terlempar dalam semak kebisuan tanda tanya.

2016


KUALA LUMPUR: DI MUSIM PENGHABISAN

Lorong terasa panjang dan beban berat kusandang
Penumpang lalulalang tak ada yang saling memandang
Tak kudengar adzan dhuhur berkumandang
Mungkin tuhan sementara telah menghilang.

Adakah keyakinan dihadapkan pada persimpangan
Saat jejak kaki terhapus oleh sisa hujan
Lalu engkau memintaku pulang dengan tubuh kedinginan
Memasuki tubuh pesawat di akhir musim penghabisan.

Melesat terbang seperti titik hitam dalam gumpalan awan
Keyakinan sampai tujuan kembali dipertanyakan
Mungkin doa tak cukup menjebol dinding angan
Lampu dipadamkan dan hidup dibelit sabuk keselamatan.

2016


DI BALIK PINTU BAMBU

Hidup tak perlu serumit catatan
Tak perlu selicin jalan tersapu hujan semalam
Tak perlu naik turun seperti skala thermometer
mencatat suhu dalam musim tak menentu
Bahkan jika banjir bandang menyapu atas segala kenangan
Cukup berdiri di tepian agar tak larut dan terhanyut
Atau di jembatan bambu yang saling terkait dan terentang,

Dijaganya rumah dan ladang dengan mantera
Agar tangan jahil tak mengambil yang bukan miliknya
Dijaganya aliran sungai dan lebatnya hutan larangan
Sebab air membentuk tubuh agar usia semakin panjang
Lalu kita pun terheran heran melihat secuil peradaban
Yang terlalu arif menjaga kehidupan
Di balik pintu bambu, pertanyaan  dianyam seperti keranjang.

Kanekes, 2016


SENDANG SEMANGGI

Doa telah kembali ke muara
Ketika kata-kata diterbangkan  ke angan
Di sendang Semanggi angin tak berputar
Justru menikamku dari belakang.

Mungkin asap wangi dan kembang tujuh rupa
Membawa keyakinan jauh ke tangan tuhan
Kulihat sorot mata yang tampak putus asa
Dihitungnya butiran tasbih – menghitung usia.

2016


TEMBI

Pelataran menyongsongku datang kembali
Dengan menjatuhkan daun di gigir sepi
Lantas kata apakah yang kueja pertama kali
Selamat datang sepi – menusuk sanubari.

2016

Tentang Bambang Widiatmoko: 
Penyair kelahiran Yogyakarta  ini telah memiliki kumpulan puisi tunggal Pertempuran (1980), Anak Panah (1996), Agama Jam (2002), Kota Tanpa Bunga (2008), Hikayat Kata (2011), dan Jalan Tak Berumah (2014). Sajak-sajaknya terhimpun dalam antologi bersama penyair lain Puisi Indonesia 1987 (DKJ, 1987), Tonggak IV (1987), Antologi Puisi Indonesia (1997), Antologi berbahasa Mandarin Penyair Kontemporer Indonesia (2008), Tanah Pilih (1998), Sajak Rindu Bagi Rasul (2010), Equator (edisi tiga bahasa, Indonesia, Inggris dan Jerman, 2011), Akulah Musi (2011), Tuah Tara No Ale (2011), Deklarasi Puisi Indonesia (2012), Sauk Seloko (2012), Secangkir Kopi (antologi 6 negara, 2013), Lintang Panjer Wengi di Langit Yogyakarta (2014), Jula Juli Asem Jakarta (2014), Negeri Langit (2015), Negeri Laut (2015), Membaca Kartini (2016), Pasie Karam (2016) dan pada lebih 70 antologi puisi lainnya. Kumpulan esainya Kata Ruang (Leksika, 2015).  Tulisannya dimuat dalam antologi Ngelmu Iku Kelakone Kanthi Laku (Balai Bahasa DIY., 2016). Puisinya memeroleh penghargaan dalam Mahrajan Persuratan dan Kesenian Islam Ke-5 2016 Membakut, Sabah, Malaysia. Kini tercatat sebagai Anggota Asosiasi Tradisi Lisan (ATL) dan staf pengajar ilmu komunikasi pada beberapa universitas di Jakarta


Dari Redaksi:
Kami memberikan ruang kepada siapapun untuk berkarya. Bagi kami, kesusastraan nasional itu sesungguhnya adalah sebuah keberagaman; mulai dari sastra kaum pemula, sastra kaum tepi, hingga sastra kaum yg telah memiliki label nasional alangkah indahnya bila kita sepakat untuk dilihat secara bersama sama dan miliki tempat serta ruang yang sama pula untuk dihargai sebagai bagian dari corak warna dalam keberagaman. Sebab kita semua memiliki hak untuk hidup serta menemukan bentuk. Silahkan kirim karya anda ke email: riduanhamsyah@gmail.com atau inbox akun fb Riduan Hamsyah. (Salam Redaktur: Riduan Hamsyah).

Tidak ada komentar