HEADLINE

Semarak Puisi Malam Minggu (Edisi ke-22)

SEMARAK PUISI MALAM MINGGU (Edisi Ke-22)

RASA 
Karya Nanang r

Berjalan namun diam
karena arwah telah melayang
tersenyum,
bersama rasa hambar.

Tak tentu kemelut kalbu
memandang barisan semangatku,
nan jauh tersenyum
di puncak imaji.

Ingin kembali aku
belum mampu
lepas dari belenggu
yang menjeratku.

Bekasi, 20 JULI 2016



SAJAK SEDIH 
Karya M Sarjuli

Aku tulis sajak ini untuk mu
aku tau kau tesinggung dan merasa tersisih
layaknya embun yang terusir dengan lembut oleh matahari
perlahan menguap terbang ke awan
diantar dengan selamat oleh burung gereja.
Air mata terjatuh bersama embun yang tak mampu terbang karna gendut,
ilalang terangkat mencongak sombong.

Aku hanya terdiam,
turut menahan kesedihan,terpejam mata.
Menetes cinta jatuh terurai tanah,
saat kubuka mata kau telah pergi bersama tetesan air mataku.

22 Juli 2016, Simpang 3 Air Hitam



SESAK
Karya  Titin ulpianti

Tertimpa tumpukan dilema
terkurung dalam labirin tak berujung
sisakan asa pelipur lara.

Sesak, senyap
hilang oksigen dalam jiwa terkurung dalam deting waktu tak bertepi
yang ada ribuan caci menghampiri

Sukau,22 juli 2016



SISA HARI
Karya Aan hidayat

Lingkaran waktu, entah berapa milyar langkah, berlalu.
Di sela sang waktu, banyak untaian gundah yang berbuah renung.
Adakah sisa hari, tuk meniti jalan kembali, sedang langkahpun kian menjauh.
Sesal mungkin, tembungkus
gaun kusam tetiba koyak endapan debu kemarau silam.
Namun hari tetaplah berganti, tak peduli akan sesak sang dada dikala
senja kelu.
Tertumpuk batu tanpa bunga
tersungkur, di senja gulita

Gn sugih liwa, 22 juli 2016



BUKAN PERINDU FANA
Karya : Anik Susanti

Decak jejak tak berjarak
Fana rerindu yang kau kejar
Jangan terlalu semarak
Hingga lupa pelana ajar

Ilmu ruah guna daripada cinta
Dicerna lambung naluri awam
Jika dibutakan rugi dirasa
Ingat Allah lebih mendalam

Kepayang berbau romansa
Hanya sececap rasa sebelum derita
Lajukan arah hati
Murni ikhlas berbakti
Pada Ayah Bunda
Pada Illahi Robbi
Juga ilmu yang berakidah mulia

Siapa lagi yang memintali surgawi
Dengan secerca kerinduan tak fana
Kecuali hargai waktunya
Bukan sekedar perindu fana

Guningkidul, 18 Juli 2016



TENTANG  LOGIKA
Karya  Anik Susanti

Di ketika hati resah
Saat api membatasi cahaya
Yang kuterbang hampirinya
Aku harus terbakar pasrah

Aku biduk nestapa di mata samudera
Tak mampu terukur luas lensa arah
Senduku di tirai bermahkota jera
Hampir putus asa mencari hikmah

Kuharus pisah dengan logikamu
Karena jalanmu tak serumus Tuhan
Jalan kita paradigma yang berlainan
Aku tak bisa kau pertunduk begitu

Kuharus buang rerasa utuh
Seluruh kisah bak candi megah
Harus berakhir tanpa alibi
Tanpa berpikir selain kebaikan hakiki
Dan kuharus buang kisah-kisah
Pada bebait hikmah
Bukan pada kesediahan

Gunungkidul, 18 Juli 2016



TAWAKAL
Karya ahmad rifa'i.

Bencana, di mana-mana
malapetaka, tak lagi asing
dalam pandangan.

Renung, begitu banyak dosa
mungkinkah ini ujian
namun bisa juga teguran
atau hukuman.

Duka nestapa
cucuran air mata
jiwa takputus asa
tawakal, di balik semua
mengandung hikmah nan sempurna.

Bahway 22 juli 2016.



PESAN DARAH
Karya Q Alsungkawa.

Mawar melati.

Lusuh menggantung di tonggak bambu, berkibar ke segala arah angin
menggapai darah-darah muda untuk mengenal percikan darah, dan penggalan tulang yang terbungkus kain lusuh.

Di seka peluh cita-cita
demi membebaskan generasi.

Lihatlah aku... Dan parang di tanganku, aku jadi tulang.
Lihatlah aku... Juga bambu di tanganku, aku menjadi tulang.
Lihatlah aku... Pula air mataku, juga merupa tulang.

Dan lihatlah aku, moyangmu, di terbitnya mentari pagi.

Ciptamulya 22 juli 2016
Kebun Tebu Lampung Barat.

Tidak ada komentar