HEADLINE

Puisi-Puisi Karya Aan Hidayat

Ilustrasi : Gunung Pesagi di Serdang - Way Mengaku Lampung Barat (Foto : Eka Fendiaspara Alliwa)
PUISI PUISI AAN HIDAYAT

WARNA HARI

Senja merona di atas bukit
tinggalkan jejak hari dan segala hingar yang angkuh.

Kembali ke tepi peraduan,
sunyi berbaur gelisah yang merajuk.

Sesak di rongga dada, akan kemelut api siang tadi tak kunjung senyap meski mentari telah kembali ke ujung senja.

Mengapa warna merah menjelma,
di malam yang seharusnya
bermandi bulan.

Sungguh ramah sang waktu
menguji hati
dengan segala warna kehidupan.

Gunung Sugih Liwa, 25 Juli 2016


DO'A BERSELIMUT AIR MATA

Sayup terdengar kidung sunyi
serangga malam,
dalam rerimbun rimba gulana.

Gemercik air sungai kehidupan, dengan arus yang tak ber aturan.

Terkadang, bisikan angin gerak-kan rasa bahagia, juga pilu di sela tetesan embun
di penghujung malam.

Getar isak penyesalan,
dalam sujud meraung,
membahana
ke seantero ruang kalbu.

Tuhan.
Ampuni kami atas lalai
yang mengharukan bumi,
atas porak poranda
ahlak anak bangsa.

Mala petaka yang kini kau kirim, tuk sekedar teguran atau azab bagi bumi,
dan kami tak pernah memahami akan seruan yang kau titipkan kepada alam, juga gemuruh angin yang berdebu.

Maaf kan kami ya Tuhan.
Terimalah sujud juga do'a, demi bayi yang menangis
demi mahluk-mahluk mu yang melata.

Gunung Sugih Liwa, 27 Juli 2016


SISA HARI

Lingkaran waktu, entah berapa milyar langkah, berlalu.
Di sela sang waktu, banyak untaian gundah yang berbuah renung.

Adakah sisa hari, tuk meniti jalan kembali, sedang langkahpun kian menjauh.

Sesal mungkin, tembungkus
gaun kusam tetiba koyak
endapan debu kemarau silam.

Namun hari tetaplah berganti, tak peduli akan sesak sang dada dikala
senja kelu.

Tertumpuk batu tanpa bunga
tersungkur, di senja gulita

Gunung Sugih Liwa, 22 Juli 2016

Tentang Penulis: 
Aan Hidayat adalah seorang pengusaha mebel di Gunung sugih, Liwa Lampung Barat. Ia juga intens menulis puisi serta berkesenian di Komsas Simalaba. Mencintai puisi sebagai bagian dari hobby sekaligus rumah dari kegelisahan intelektualnya.

Tidak ada komentar