HEADLINE

Si Murid Baru dan Kasus Gantung Diri - Story 1


Story 1 

Si Murid Baru dan Kasus Gantung Diri 

Pagi itu, SMAN 1 Liwa mengadakan upacara bendera seperti biasanya. Kemudian dilanjutkan dengan kegiatan belajar-mengajar. Ada yang tengah berada di laboratorium, di lapangan olahraga ataupun di kelas. Sementara, kelas XI Ipa 4 yang biasanya hening menjadi gaduh karena Bu Tiara datang bersama seorang yang tak mereka kenal.

“murid baru,tuh!”seru Ara. Yang lain menjadi ikut-ikutan ribut.  Namun, seketika seisi kelas hening ketika Bu Tiara masuk.
“diam semua! Kita punya temen baru nih. Namanya Miyazaka Karin. Orangtuanya dipindahkan tugas ke sini. Jadi mulai hari ini dia satu kelas dengan kita. Yang akrab ya!”kata Bu Tiara.
“namanya kok sama kayak nama aku sih?! Karin terus nama aku tuh Karinia. Dipanggil Karin juga..”celetuk Karin. Salah satu murid di kelas itu. Seisi kelas kembali gaduh. Ada yang tertawa, ada yang bisik-bisik.
“ibuku penggemar komik Jepang dan masih ada darah keturunan Jepang. Jadi dia ngasih namaku dari tokoh komik favoritnya..”kata murid baru itu.
“udah punya pacar belum?~~”ledek Resty sambil tertawa-tawa. Seisi kelas gaduh lagi. Resty memang bisa dibilang perempuan paling gaduh dan paling heboh di kelas itu. Celetukan-celetukannya sering mencairkan suasana dan kadang-kadang membuat orang bisa darah tinggi juga.
“sudah,sudah. Nanti kalian lanjutin ngobrolnya. Sekarang kita belajar dulu. Nah, silakan duduk ya..”kata Bu Tiara.
Beberapa murid di kelas itu jadi tak fokus pada pelajaran. Ada yang penasaran, ada yang ingin kenalan, ada juga yang mulai menggosipkan murid itu.
“hei. Nama aku Susi.”bisik perempuan yang duduk di sebelah murid baru itu.
“oh. Nama aku Karin..”jawab murid baru itu.
Sementara kedua orang ini tengah memulai pembicaraan. Di bangku depan, seorang perempuan mengamati mereka dengan sinis. Ya, perempuan itu adalah Karin. ‘apanya yang Jepang. Aku jauh lebih cantik. Namanya ikut-ikutan nama aku pula. Pede amat itu anak baru. Awas aja kalo dia bisa lebih terkenal dari aku’batin Karinia.
Saat bel istirahat yang mirip pengumuman di bandara itu berbunyi. Seisi kelas mengerubungi Karin si murid baru bagaikan semut yang mengerubuti setoples gula. Ternyata ayah Karin dipindahkan ke Kapolres Lampung Barat. Karena itulah, dia pindah ke kota Liwa.
“eleeehh… anak baru cuma tenar satu dua hari aja belagu..”kata Karina.
“tapi dia cantik tau..”kata Debora yang duduk di sampingnya.
“apaan sih! Aku lebih cantik, ah!”kata Karina kemudian bangkit dari duduknya dan pergi meninggalkan kelas.
“ampun deh si Karina itu, sama anak baru aja iri..”kata Debora.
Sementara, Karin tengah berbincang-bincang dengan teman-teman barunya.
“kamu pindahan dari mana?”tanya Novia.
“aku dari Jakarta…”kata Karin.
“wuih.. anak kota dong!”kata Resty. Semua tertawa.
“memang apa bedanya sama di sini? Liwa kan kota juga..”kata Karin.
“iya. Setengah kota setengah desa”kata resty. Lagi-lagi yang lain tertawa terkikik-kikik.
“ehh! Gimana kalo kita rayain datengnya si Karin. Kita makan-makan kue di Toko Kue yang baru buka itu. Murah, terus itu banyak bonusnya. Hehehe…”kata Balqis.
“boleh! Aku suka makan kue..”kata Karin.
Sepulang sekolah, beberapa murid-murid ini melaju ke arah sebuah Toko Kue di Liwa. Namun, di dekat Jembatan Sebarus terdapat kerumunan orang dan ada juga mobil polisi.
“eh. Kita liat bentar yuk! Siapa tau ada yang kecelakaan. Kan seru juga kalo kita liat..”kata Resty.
Karin, Resty dan kawan-kawan ikut turun dan pergi ke kerumunan orang-orang itu. Tetapi, ternyata mereka tak bisa melihat ‘objek’ yang dikerumuni oleh orang-orang. Susi mengambil inisiatif. Ia memanggil salah seorang warga yang tengah berkerumun.
“maaf mas, ada apaan sih rame-rame?”tanya Susi.
“ada bidan gantung diri nih di sini!”kata orang itu.
“HEH?!”mereka semua terkejut.
“aduh. Mendingan kita pulang aja yuk! Takut niiih~”kata Resty.
“kalian pulang duluan aja! Aku mau ke sana. Siapa tahu ayahku lagi di sana.”kata Karin berlari menuju ke rumah besar bertingkat 3 yang sudah disegel dengan garis polisi.
“Hoi,Karin! Jangan gilaaa!!”kata Resty. Tapi terlambat, Karin sudah berlari.
Dua orang polisi tengah berjaga di depan garis polisi. Mereka berdua terkejut melihat seorang siswi SMA berada mendekati mereka.
“maaf pak. Saya mau masuk ke dalam”kata Karin.
“hah? Ngga boleh dik. Di dalam lagi ada penyelidikan..”kata seorang polisi yang berpangkat Briptu itu.
“tapi siapa tahu aku kenal sama bidan yang gantung diri itu. Soalnya ibuku bilang dia punya teman seorang bidan. Jadi kalo aku kenal, aku ‘kan bisa ngasih keterangan ke polisi…”kata Karin.
“hm.. tapi..”kedua polisi baru itu terlihat ragu.
“ayolah.. aku mohon ya pak.. ayahku juga polisi. Dia baru dipindahin ke sini.. kalo aku macem-macem, laporin aja sama ayahku”kata Karin meyakinkan.
“yaudah. Kamu boleh masuk. Tapi ditemani sama saya. Dan jangan pegang atau ganggu polisi ya!!”kata polisi yang satu lagi.
“siapppp!!!”kata Karin.
Warga yang mengerumuni lokasi kejadian bingung melihat seorang siswi SMA masuk ke dalam rumah itu. Resty dan lainnya melihat Karin dengan harap-harap cemas.
Karin menuju ke lokasi kejadian. Tampak seorang wanita yang kira-kira berusia 32 tahun tergantung dengan tali di dapur. Keadannya mengerikan. Karin sempat merinding. Tapi dia mendekati wanita itu.
Tim forensik tengah menurunkan mayat wanita itu. Karin memperhatikan dengan seksama. Sementara polisi yang menemaninya lebih mengamati gerak-gerik Karin.
“pak polisi.. siapa perempuan ini?”tanya Karin.
“lhooo?? Kenapa ada anak SMA ini di sini?!”Inspektur yang tengah menyelidiki mayat terlihat sangat terkejut melihat kehadiran Karin.
“ma.. maaf. dia bilang mungkin dia kenal dengan mayat perempuan ini dan bisa memberikan keterangan untuk polisi…”kata Briptu yang mengantarkan Karin.
Karin mendekati mayat wanita itu. Matanya terbuka lebar. Begitu pula dengan mulutnya. Bekas jeratan tali di lehernya terlihat jelas sekali.
“pokoknya apapun alasannya. Bawa anak ini keluar. Dia ngga punya hak akses buat masuk ke sini. Walaupun orangtuanya pak kepala…”kata Inspektur.
“eh, pak.. boleh tanya ngga?”kata Karin pada seorang anggota tim forensik.
“hah? Tanya apa dik?”tanya anggota tim forensik itu.
“kapan kira-kira perempuan ini meninggal?”tanya Karin.
“hah??”yang ditanyai bingung.
“kenapa pak?”tanya Karin.
“kok kamu bisa masuk ke sini sih?”tanya anggota tim forensik itu bingung. Kelihatannya ia baru menyadari kedatangan Karin.
“itu ngga penting pak. Ayo jawab dulu pertanyaan aku..”kata Karin.
“eh? i..iya. kira-kira dia meninggal delapan jam yang lalu. Jadi dia meninggal sekitar jam 6 pagi sampai jam 7 pagi..”kata anggota tim forensik itu.
“hei! Kamu jangan niru-niru gaya polisi! Ayo,ayo.. keluar!”kata Inspektur yang mulai jengkel dengan tingkah Karin.
“tunggu pak polisi. Apa perempuan ini memang ditemukan gantung diri?”tanya Karin.
“iya dong! Makanya dibilang gantung diri. Sekarang ayo keluar..”kata Inspektur.
“gimana keadaan ruangan ini waktu perempuan ini ditemuin?”tanya Karin lagi.
“huh, ini anak.. ya namanya juga orang gantung diri. Ada kursi yang jatuh di bawah kakinya. Tali tambang yang tergantung di atas langit-langit dapur ini. sudah. Nah, ayo kelu..”
“apa ngga ada yang aneh dengan barang-barang di rumah ini?”tanya Karin memotong omongan Inspektur yang mulai hilang kesabaran itu.
“nggak ada! Sekarang keeee…”
“menurut aku, dia ngga gantung diri! Tapi dibunuh!!!”kata Karin.
Inspektur dan yang lainnya menoleh ke arah Karin dengan bingung. Kemudian tertawa.
“lihat baik-baik pak. Di jeratan tali di leher perempuan ini. di tengah jeratan tali tambang ini. ada garis kecil yang lebih merah yang berbentuk seperti kepang. Lalu, di mulut perempuan yang terbuka ini ada serpihan benang berwarna putih. Bukannya ini artinya perempuan ini dijerat dengan tali yang lebih kecil baru digantungkan? Dan agar korban ngga teriak, mulutnya disumpal kain? Kemudian. Setelah korban tewas, sumbatan kain di mulutnya dilepas dan korban digantungkan agar terlihat bunuh diri..”tutur Karin.
Semua polisi terkejut melndengar penjelasan Karin.
“hei, coba dilihat leher dan mulut wanita ini!”kata Inspektur sambil mendekati mayat wanita yang sudah dingin itu.
Tim forensik segera menyelidiki leher dan mulut wanita itu. Ternyata benar! Ada bekas jeratan lain dan beberapa helai benang yang berasal dari semacam kain.
“coba di periksa pak. Ada bekas darah yang sudah kering ngga di jeratan yang lebih merah itu..”pinta Karin.
Tim forensik itu memeriksa leher wanita yang sudah kaku itu. Beberapa saat kemudian..
“betul kata anak ini pak. Ada sedikit bekas darah di bekas jeratan yang lebih kecil ini.. sudah mengering..”kata seorang anggota tim forensik yang menyelidiki mayat perempuan itu.
“kemungkinan perempuan ini dijerat pakai kawat. Soalnya kalau pakai tali biasa, kemungkinan ngga akan menimbulkan keluarnya darah. Lebih baik cari kawat dan kain itu di rumah ini. soalnya kemungkinan besar si pelaku yakin polisi akan menganggap kasus ini kasus bunuh diri.”kata Karin.
“oke! Coba kita cari!”kata Inspektur member komando.
Ditemukan sebuah gulungan kawat dan kain yang sepertinya digunakan untuk membunuh wanita itu.
“ada baiknya kain dan kawat ini diinspeksi. Coba lakukan tes luminal pada kawat dan air liur pada kain ini”perintah inspektur.
“iya pak..”
“ngomong-ngomong, siapa nama wanita ini?”tanya Karin.
“namanya Mustika Sari. Dia bidan yang cukup sukses di Liwa. Banyak yang kenal dia..”kata Inspektur.
“pak.. sebaiknya bapak segera mintai keterangan pada orang-orang yang cukup kenal dekat sama korban. Mungkin aja pelakunya ada di antara mereka..”kata Karin.
“hm. Kamu bener juga”kata Inspektur.
Sore harinya, beberapa polisi kembali ke rumah itu dengan membawa beberapa orang yang kenal dengan Bu Mustika. Orang-orang itu yaitu suami Bu Mustika, beberapa tetangga, beberapa pasien yang pernah ditangani Bu Mustika dan kakak Bu Mustika yang tinggal di Sekincau.
“dari keterangan para orang-orang ini.. katanya, Bu Mustika tidak memiliki beberapa perubahan sikap selama beberapa hari ini. dia tetap melayani pasien-pasien yang datang. Ia juga tak memiliki masalah yang berarti.”jelas seorang polisi yang menyelidiki para saksi.
“tunggu. Kenapa bapak-bapak polisi sekalian bertanya gitu? Seakan kami ini dicurigai sebagai tersangka?”tanya Pak Romi. Suami Bu Mustika.
“kasus ini bukan bunuh diri. Tapi pembunuhan. Begitu penjelasan anak ini”kata Inspektur sambil menunjuk Karin.
“hah? Bapak percaya sama anak ingusan ini? jangan bercanda pak!”protes Cici, salah satu pasien Bu Mustika.
“memang kelihatannya aneh. Tapi apa yang dikatakan anak ini benar. Apa salahnya untuk menyelidiki?”
“ohya! Menurut Pak Romi. Bu Mustika pernah mengalami kegagalan saat mengobati salah seorang pasien yang bernama Bu Saminah. Keluarga Bu Saminah pernah hampir menuntut Bu Mustika. Tapi ternyata persoalan bisa diselesaikan secara kekeluargaan.”tambah polisi yang lain.
“apa Bu Saminah ada disini?”tanya Inspektur.
“tak ada. Dia sudah meninggal dua tahun yang lalu. Saya anaknya. Gita.”kata seorang perempuan.
“hm…. Kemudian? Apa ada yang lainnya?”tanya Inspektur.
“ya. Bu Mustika pernah terlibat adu mulut dengan seorang mahasiswi di rumah sakit. Namanya Dini.”lapor polisi itu lagi.
“adu mulut? Kenapa?”tanya Karin.
“Dini menuduh Bu Mustika bekerja bukan untuk menolong orang. Tapi demi uang..”
“itu memang betul kok! Bu Mustika itu bekerja cuma demi uang! Syukur deh kalo dia udah meninggal!”kata seorang perempuan dengan nada ketus.
“apa alasan mba’ ngomong gitu?”tanya Karin.
“hmph.. waktu itu, ibuku mau berobat sama dia, ibuku sering mengeluh sakit kepala. Tapi, gara-gara ada orang kaya yang datang tak lama setelah ibuku. Dia mendahulukan orang kaya itu. Karena kelamaan nunggu, ibuku jadi sakit kepala lagi dan pingsan di ruang tunggu. Aku segera membawa ibuku ke rumah sakit dan membawa bidan jahat itu bersama kami. Kuminta dia untuk bertanggung jawab. Tapi dia malah kabur.”kata Dini. Air mata memenuhi matanya.
“kalo gitu, mba’ punya motif dong buat bunuh Bu Mustika?”tanya Karin.
“jangan ngaco kamu! Walaupun saya benci banget orang itu, saya ngga mungkin sampe bunuh dia!”bentak Dini. Beberapa orang mencoba menenangkannya.
“hei, nak. Kamu pulang aja ke rumah. Biar sisanya kami yang lanjutin.”kata Inspektur.
“baiklah. Tapi sebelumnya, aku mau minta nomor hp bapak..”kata Karin.
“buat apa?”tanya Inspektur heran.
“aku mau tau kelanjutan kasus ini..”kata Karin.
“nih.”
Setelah Karin mendapatkan nomor sang Inspektur. Dia segera berlari keluar rumah itu. Ternyata salah seorang dari para saksi mengamati Karin dengan mata penuh kebencian!
Siapakah orang itu? Apakah dia orang yang membunuh Bu Mustika?

Bersambung ke story 2..

Cerita ditulis oleh : Karinia Sintia Dewi  Siswi SMAN 1 Liwa

Tidak ada komentar