HEADLINE

Komisi C Tanggapi Soal Penurunan Perambah


Operasi penurunan perambah di Register 49-B Balai Besar Taman Nasional Bukit Barisan Selatan (BBTNBBS) Resort Lumbokseminung (Sukau, Pesisir Utara, Lumbokseminung), Rabu-Minggu (21-25/11), yang didukung sedikitnya 100 personel gabungan Polhut TNBBS, Kodim 0422/LB, Polres, Dishut, Pol PP, dan Pemkab Lambar, terhadap 1.400 perambah, dikritisi Ketua Komisi C DPRD setempat H. Ulul Azmi Soltiansyah, SH.

Menurut Ulul penurunan tersebut seharusnya diantisipasi terlebih dahulu agar mengesankan lebih manusiawi dan populis. “Sebab, bagaimanapun juga perambah itu adalah manusia yang mempunyai tanggungjawab terhadap keluarga dan harus dihidupinya. Rata-rata mereka (perambah) merambah untuk menyambung hidup dan menyekolahkan anak-anaknya, bukan untuk kaya. Ini kan manusiawi sekali,” jelas Ulul saat dimintai tanggapannya, Senin (26/11).

Ulul tak menampik jika petugas menurunkan perambah juga didasari aturan main yang jelas dan dilindungi undang-undang. Tapi menurutnya harus mempertimbangkan sisi kemanusiannya juga. Sebab, tandas dia, UUD 1945 pun mengamanatkan hal tersebut, utamanya pasal 33 ayat 3. Jadi, bagaimana kekayaan alam yang ada bisa dimanfaatkan sebesar-besarnya untuk kemakmuran rakyat. Persoalan merambah adalah masalah pelanggaran hukum atau pidana, tapi juga ada sisi kemanusiaan yang harusnya menjadi pertimbangan.

Ulul mencoba menyampaikan apa yang menjadi pemikirannya menyelamatkan eks perambah ini melalui relokasi. Menurutnya, penurunan perambah di Lumbokseminung lalu merupakan kali kedua setelah yang pertama di Lemong beberapa bulan sebelumnya. Dimana nasib ribuan perambah di Lemong itu sama dengan yang di Lumbokseminung, menganggur dan menjadi miskin.

Ini sama artinya dengan menambah angka kemiskinan di Lambar, Lampung, bahkan nasional. Belum lagi rencana atau jadual serupa terhadap perambah di Suoh dan sekitarnya

“Hemat saya, harusnya ada solusi bagi perambah agar tak menganggur setelah diturunkan dan tetap mampu mempertahankan hidup serta membiayai kebutuhan keluarga, termasuk biaya sekolah anak-anak. Relokasi adalah salah satu alternatf yang menurut saya masuk akal. Selama ini kata-kata relokasi itu nyaris tak pernah kita dengar. Sekarang persoalannya, ribuan perambah sudah diturunkan, dan solusinya sama sekali tidak ada.”

Ulul menyampaikan ilustrasi perambahan itu terjadi karena wilayah Lambar yang kurang dari 30% bisa dibudidayakan, selebihnya kawasan hutan dan BBTNBBS. Di sisi lain jumlah penduduknya telah mencapai 439.862 jiwa, dan itu terus bertambah. Dia juga kembali menegaskan masalah relokasi tersebut agar menjadi bahan pemikiran pemerintah ke depan.

“Masa ia orang asing saja bisa memiliki lahan di Tanjungsetia, sementara kita di tanah kelahiran sendiri terus berurusan dengan masalah hukum. Tentu kita juga mendesak pemerintah agar mencarikan jalan keluar masalah ini. Kalau hal ini tak diantisipasi, maka angka kemiskinan di Lambar dipastikan terus bertambah,” pungkasnya. (aga)

Tidak ada komentar