HEADLINE

Pengerjaan Jembatan Diduga Bermasalah

Pembangunan jembatan Waytenumbang Pesisir Selatan
yang kini tengah dikerjakan ini diduga bermasalah dan dinilai lamban. Foto : NOVAN
Pengerjaan jembatan Waytenumbang Kecamatan Pesisir Selatan Kabupaten Lampung Barat (Lambar), yang menghubungkan Pekon Sukarame- Pelitajaya, dinilai lamban. Pasalnya, pembangunan yang dimulai sejak bulan Mei 2012 lalu itu hingga kini masih tahap penimbunan dan pengecoran abudeman tengah. Padahal secera keseluruhan semestinya rampung pada Desember 2012 mendatang.

Penggiat LSM Lembaga Informasi Publik (LIP) M. Mukarrom kepada wartawan koran ini, Kamis (4/10), menengarai PT. Waskita Karya (WK) selaku rekanan proyek di Jalur Lintas Barat (Jalinbar) bersumber dana Anggaran Pendapatan Belanja Negara (APBN) 2012 sebesar Rp17,5 miliar itu diduga bermasalah. Bagaimana tidak, saat pengecoran abudeman tengah beberapa waktu lalu menggunakan sirtu dari aliran sungai itu sendiri dengan tidak adanya pengawasan dari pihak Dinas Pekerjaan Umum (DPU) dan konsultan.

Mukarrom juga mengatakan jika timbunan yang seharusnya menggunakan tanah merah, namun fakta yang terjadi di lapangan menggunakan tanah timbunan berupa lempung cadas. Lainnya, dudukan tiang pancang diambil dari sungai itu sendiri. Demikian juga pemasangannya yang tidak dilakukan dengan baik. Hal itu terlihat dari tiang pancang yang telah dipasang tampak bengkok yang membuktikan bahwa pengerjaan pembangunan jembatan Waytenumbang asal-asalan.

Mukarrom berharap agar pihak terkait segera melakukan tindakan tegas terhadap hasil dari pembangunan yang dilakukan dengan turun langsung ke lapangan memeriksa indikasi kejanggalan dimaksud. “Pembangunan jembatan itu menggunakan jumlah dana fantastis. Jika dilakukan dengan asal-asalan maka hasilnya dipastikan jauh dari yang diharapkan masyarakat. Kami akan terus melakukan pemantauan terhadap pembangunan jembatan itu hingga selesai,” pungkas Mukarrom.

Sementara Camat Armen Qodar, SP, menambahkan pihaknya menghimbau agar pihak rekanan secepatnya melakukan koordinasi ke BLHKP, terkait pengerukan pasir yang dilakukan di sungai itu sendiri yang digunakan untuk penimbunan. Itu mengingat hal tersebut merusak lingkungan dan merugikan masyarakat. “Pihak kecamatan sama sekali tidak mengetahui tentang pengerukan pasir di sungai tersebut karena mereka belum berkoordinasi dengan kami. Kami menghimbau mereka (rekanan) secepatnya berkoordinasi dengan BLHKP,” tandas Armen. (aga)

Tidak ada komentar