HEADLINE

Editorial

Bagi sebagian orang, mungkin menunggu adalah pekerjaan membosankan. Tapi bagi yang lainnya, menunggu adalah juga mengasyikkan. Itu ketika yang bersangkutan memaknakan menunggu menjadi sebuah pekerjaan yang harus diartikan positif dan menjadikannya kesempatan dan peluang. Dari kata menunggu, ternyata tak harus diartikan sebagai bentuk kevakuman atau hanya melewatkan waktu tanpa ada yang dikerjakan sama sekali. Jika ini yang diikuti, membiarkan waktu tanpa arti, itu sama artinya dengan tidak produktif.

Makna kias tersebut bisa juga diartikan atau ditujukan terhadap balon bupati-wabup Lambar 2012-2017 yang telah melakukan sesuatu untuk hajat atau keinginan dirinya memasuki tahapan yang dipersyaratkan partai atau koalisi partai tertentu, misalnya. Seperti pada saat menunggu namanya bakal direkomendasikan panitia atau tidak untuk lolos pada tahapan-tahapan yang ada. Terlebih, beberapa partai saat ini tengah menggodok nama-nama yang bakal diloloskan mengikuti tahapan selanjutnya, setelah diloloskan tahapan berkas dan kini masuk verifikasi.

Beberapa parpol, sedikitnya bagi 17 balon bupati-wabup yang telah mendaftar dan berkasnya kini diverifikasi, harusnya melakukan sesuatu yang produktif untuk mengangkat namanya ketika nanti partai yang ia harapkan mengusungnya melakukan tahapan selanjutnya bagi dirinya. Beberapa partai mensyaratkan akan melakukan pooling atau survei terhadap balon yang mendaftar. Hasil pooling ini ternyata menjadi syarat utama bagi partai bersangkutan untuk kemudian meloloskan bersangkutan menyandang predikat calon yang akan diusung.

Bagi balon yang telah mengambil berkas dan melengkapinya terhadap partai tertentu, sembari menunggu pooling dimaksud, tentu harus lebih sering berada di lapangan menyosialisasikan dirinya agar lebih dikenal di masyarakat. Sebab, dengan dikenal di masyarakat nama yang bersangkutan berpeluang menjadi pemenang. Ketika nanti ditetapkan namanya teratas dalam hal pooling dan menjadi pemenang, maka tak ada jalan lain kecuali dicalonkan. Garansi pencalonan ini tentu setelah nama bersangkutan ditetapkan menjadi teratas.

Ketika ini yang dipersyaratkan bahkan menjadi yang utama, idealnya semua balon, baik balon bupati maupun wabup, harus lebih banyak berada di lapangan. Terlebih bagi balon yang menyadari dirinya kurang populer karena beberapa faktor, misalnya baru pulang kampung karena berkehendak mencalon, sesekali pulang kampung karena mau mencalon, atau pulang kampung  (baca: sosialisasi) setiap hari juga kerena kepentingan menclon, pada posisi seperti sekarang ini tentu harus mengartikannya melakukan sosialisasi.

Sebab, diakui atau tidak bagi yang memang pulang kampung setiap hari, itu telah dilakukan. Termasuk bagi balon yang memang sengaja pulang kampung hanya untuk mencalon, tentu harus melakukan hal yang sama: melakukan sosialisasi setiap hari manakala berharap namanya terangkat untuk kepentingan sebuah pooling. Jadi, ketika beberapa parpol mensyaratkan pooling adalah masuk salah satu tahapan, dan bersangkutan mengambil berkas pada partai tersebut, tentu saja balon dimaksud harus “menjual dirinya” ke publik dengan berbagai macam cara. Tapi yang jelas, sosialisasi tersebut masih dimungkinkan bagi balon dan sama sekali belum terlambat. (*)

Tidak ada komentar