HEADLINE

Proyek PNPM-MP Memakan Korban

Proyek Program Nasional Pemberdayaan Masyarakat Mandiri Pedesaan (PNPM-MP) 2011 di Pekon Sedampah Indah Kecamatan Balikbukit Kabupaten Lampung Barat (Lambar) makan korban. Seorang pekerja pembangunan item proyek gorong-gorong di pekon tersebut meregang nyawa setelah tertimpa dinding gorong-gorong. Itu setelah pihak pekerja yang dikoordinir Tim Pelaksana Kegiatan (TPK) diketuai Sutarman menggali bagian bawah (dasar) dinding gorong-gorong setelah dikritisi pihak terkait bahwa volume pekerjaan kurang. Seharusnya, dinding tersebut berukuran lebar 300Cm x tinggi 100Cm, tapi yang dikerjakan 300Cm x (sekitar) 80Cm. Karena itu pihak TPK bermaksud menambah kedalaman dasar dinding menjadi 100Cm dengan menggalinya sekitar 20Cm lagi sehingga mencukupi100Cm. Tapi apesnya, setelah penggalian nyaris rampung, dinding berukuran 300Cm x 80Cm yang tidak memiliki dasar kuat itu roboh dan menimpa dua pekerjanya. Satu orang tewas, Wagirin (39), tertimpa dinding dengan posisi muka terkubur ke tanah sehingga tak dapat bernafas dan akhirnya meninggal di tempat kejadian perkara (TKP), dan seorang pekerja lagi Supri menderita luka dalam bagian dada dan dirujuk ke RSUAM Bandarlampung.

Dengan demikian bisa disarikan benang merah ihwal pengritisan pengerjaan PNPM-MP di Lambar sedikit banyak tak bisa diabaikan begitu saja, meski pihak berkepentingan memandang hal tersebut sebelah mata. Bagi pers, kontrol sosial adalah misi utamanya. Karena itu, pekerjaan apapun dan dikerjakan oleh siapapun menjadi wajib hukumnya dikritisi dengan memberikan solusi. Karenanya adalah tidak tepat jika berpandangan jika pekerjaan yang dilakukan seorang jurnalis semata-mata mencari kesalahan. Kalau fatal akibatnya, mungkin contohnya seperti di Sedampah, tentu tak bisa dibalikkan seperti sebelum kejadian.

Ada hal yang mesti dicermati dan disadari semua pihak, dalam hal ini leading sector terkait, bahwa pengawasan secara rutin atau berkala wajib dilakukan. Tidak hanya menunggu laporan di atas meja bahwa pekerjaan itu bagus. Sebaliknya tidak menjadi sewot jika sebuah media mengritisinya. Itu semata-mata karena kepedulian dan tidak dimaksudkan untuk yang lain, apalagi mencar-cari kesalahan.

Adalah sangat bijak ketika semua masukan dari manapun asalnya dan siapaun yang mengatakannya, ditampung  terlebih dahulu. Tidak menjadi apatis. Sebab, jika hal fatal terlah terjadi, tentu tak seperti membalikkan telak tangan dalam sekejap bisa berubah posisi. Terlebih ini masalah nyawa manusia, keselamatan pekerjaan, dan menyangkut kelangsungan hidup pekerja dan keluarganya.

Khusus di Lambar, ada semacam nuansa demokrasi ihwal pengerjaan proyek yang tak professional. Ketika pengerjaan sebuah proyek dikritisi karena diindikasikan bermasalah, selalu yang justru dipojokkan adalah wartawan dan media massanya dicap mencari-cari kesalahan. Anehnya, pada waktu yang bersamaan, pihak pengelola atau yang bertanggung jawab dengan proyek tersebut biasanya kasak-kusuk mencari alasan pembenar, atau mendekati wartawan menglarifikasinya. Hal ini semestinya tidak perlu terjadi ketika memang pekerjaan itu sesuai spek (spesifikasi teknis). Intinya, kenapa harus merasa gusar ketika pekerjaan memang betul-betul sesuai dengan juklak dan juknisnya. Ke depan, tentu saja hal-hal yang tidak baik terkait pekerjaan proyek akan dihilangkan dan dijawab dengan pengerjaan yang optimal, professional, sesuai spek, juklak-juknis, dan selama pengerjaannya selalu dalam pengawasan pihak terkait. (*)

Senin, 17 Oktober 2011
*)

Tidak ada komentar