HEADLINE

Nuansa Mendekati Pemilukada

Nuansa perhelatan akbar pesta demokrasi lima tahunan Pemilihan Umum Kepala Daerah (Pemilukada) Kabupaten Lampung Barat (Lambar) untuk masa jabatan 2012-2017, meski masih sekitar setahun lagi, kini semakin jelas terasa. Itu ditandai dengan munculnya beberapa nama bakal calon (balon), baik yang berkeinginan secara terang-terangan menjadi orang nomor satu maupun yang sekadar menjual sensasi agar dipinang sebagai sekondan, secara kuantitas terus bertambah.

Untuk itu, berbagai upaya pun dilakukan seiring dengan harapan mendapat simpati tersebut. Beberapa parpol secara perlahan namun pasti mulai menggerakkan mesin politiknya dengan membentuk atau me-reshuffle kepengurusan dari tingkat atas hingga yang menyentuh akar rumput (grass root). Ihwal kekokohan dan kekompakan komposisi kepengurusan ini diyakini sebagai salah satu item penguatan citra menjelang pelaksanaan pemilukada itu sendiri.

Beberapa parpol mulai merekrut para tokoh sentralistik di bidang atau wilayahnya masing-masing. Ada yang menggarisbawahi faktor ketokohan berikut kharismanya sebagai yang utama, ada pula yang meyakininya melalui faktor pergaulan. Selebihnya, tak sedikit yang percaya faktor kecukupan modal atau uang adalah nomor wahid. Kalau tak semua persoalan bisa diselesaikan dengan uang, itu betul. Tapi, uang tidak bisa menyelesaikan semua persoalan, itu fakta yang tak terbantahkan.

Menyadari hal itu, dalam rangka menginventarisasi sekaligus mengakomodir ketokohan para figur sebagaimana dimaksud, akhirnya bermuara pada keyakinan bahwa sebuah tim (baca: partai) harus menyatukan semua kekuatan berbagai warna dengan kelebihan tokoh-tokoh di dalamnya. Terlebih jika sebuah provinsi atau kabupaten yang tercirikan melalui faktor etnis, agama, dan demografi, tentu harus terwakilinya. Tapi yang tak kalah penting adalah kerja keras untuk memperjuangkan harapan tim demi kemenangan.

Apalagi di Lambar, ciri seperti itu cukup komplit. Tapi yang paling tegas adalah masalah keterwakilan atas-bawah, pesisir-nonpesisir. Tanpa bermaksud mempertegas dikhotomi seperti itu, fakta tersebut memang ada sejak dulu. Ambil sisi positifnya, dengan mengatasnamakan keterwakilan, ketokohan figur asal pesisir tentu pula harus dilihat sebagai suatu fenomena yang (mungkin) bisa menentukan juga ke depan. Faktor kemenangan sebuah tim sedikit banyak akan diwarnai oleh hal tersebut.

Ada sebuah gambaran yang mungkin bisa dikatakan contoh untuk mengurai pemaknaan statemen di atas. Upaya seorang calon legislatif (caleg) pada tahun 2009 silam yang mulai melakukan sosialisasi ke calon pemilih di kantung-kantung permukiman dan diyakini bisa menerimanya, mutlak harus dilakukan. Upaya ini juga semakin bergairah ketika Mahkamah Konstitusi (MK) mengeluarkan fatwanya. Dimana parpol dan atau caleg yang bisa mengumpulkan perolehan suara terbanyak yang akan duduk. Semua caleg merasa paling berpeluang, tidak lagi banyak terpaku pada nomor urut.

Faktor-faktor ketokohan dan popularitas semakian nyata ditonjolkan begitu rupa. Pada beberapa daerah bahkan ada yang mengangkat isu putra daerah. Isu putra daerah, atau dalam istilah setempat dikenal dengan mastutin, sengaja diangkat untuk mendongkrak popularitas caleg lokal dengan segala kelebihannya yang diyakini mempunyai jalur keluarga paling banyak.

Akan tetapi, jangan lupa bahwa pada pileg 9 April 2009 silam itu, pemilih dihadapkan pada puluhan parpol dengan ratusan caleg. Dengan demikian berarti pemilih bak raja yang mempunyai banyak alternatif pilihan sebelum memantapkannya dan memilih. Tentu yang lebih penting bagi parpol dan atau caleg adalah calon pemilih harus diberikan pencerahan bahwa momentum lima tahunan itu jangan sampai salah pilih.

Pemilih yang cerdas hanya akan memilih caleg yang mempunyai kapasitas dan atau kemampuan wawasan, bergaul, dan ditunjang oleh tingkat pendidikan yang memadai. Pemilih yang cerdas juga tidak akan memilih caleg yang menebar uang dan atau barang sebagai imbalan agar dirinya dipilih. Sebab, jika itu terjadi sama artinya dengan menggadaikan aspirasi selama lima tahun setidaknya. (*)

Selasa, 04 Oktober 2011

Tidak ada komentar